Aku memberanikan diri untuk membangunkan kakak ipar. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya kepadaku sampai akhir. Apa yang dimulai harus diselesaikan. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, karena kakak ipar sudah maju duluan, artinya dia sudah mulai menerimaku, bukan?
Masih perlu waktu. Selama sabar menanti, aku pasti akan menyambut hari di mana aku akan berdiri menghadap laut sambil menatap bunga-bunga bermekaran di musim semi.
Keesokan harinya ketika matahari tepat berada di atas kepala, aku membuka mata sambil mengantuk. Hanya aku yang masih berada di ranjang. Kakak ipar ternyata sudah bangun.
Telingaku menangkap suara dentingan piring dan sendok dari ruang makan. Pasti kakak ipar sudah selesai masak. Aku mendorong pintu dan berjalan ke luar dan bertemu dengan kakak ipar.
Tadi malam kami memang tidur bersama dan telah terjadi sesuatu yang memalukan. Ketika kakak ipar melihatku, rona merah terpancar di kedua pipinya yang lembut dan mempesona.
“Mari makan. Hari ini aku akan pergi mengajar ke sekolah.” Kakak ipar tidak berani melihatku, jadi dia cepat-cepat menoleh ke rak sepatu.
“Xiao Kai, kalau hari ini kamu tidak sibuk, bantu Kakak cuci pakaian di kamar mandi setelah makan ya,” ujar kakak ipar sambil memakai sepatu lalu cepat-cepat berjalan ke luar.
Mencuci pakaian?
Selama aku tinggal bersama kakak ipar, aku tidak pernah mencuci pakaian. Aku hanya membantunya memasak dan membersihkan rumah. Bukan karena mencuci pakaian itu melelahkan, tetapi karena ada pakaian dalam milik kakak ipar yang bercampur dengan pakaian kotor lainnya. Jadi dia malu jika aku yang mencuci pakaiannya.
Tapi hari ini kakak ipar malah menyuruhku mencuci pakaiannya? Apa ini pertanda?
Imajinasi liar mulai berkelebat dalam kepalaku dan aku buru-buru pergi ke kamar mandi. Celana dalam dan dua pasang pakaian dalam di mesin cuci langsung menegaskan imajinasiku. Saat melihatnya, aku langsung berpikir betapa cantiknya kakak ipar saat memakai pakaian dalam itu. Mungkin kakak ipar meninggalkan pakaian dalam bekas pakai untuk menebus hal yang tidak selesai tadi malam.
Setelah memikirkan hal itu, sambil mencengkeram celana pendekku, aku segera kembali ke kamar untuk meresapi kehangatan yang ditinggalkan kakak ipar untukku.
***
Ketika tiba di rumah, separuh tubuhku basah kuyup kehujanan. Setelah makan malam, aku terkena flu dan mulai muntah-muntah dan diare. Demamku juga tinggi.
Sambil merawatku dengan baik, kakak ipar bergumam sendiri, “Seharusnya aku tidak menuruti nasehatnya.”
Aku diam-diam tersenyum. Pasti kakak ipar sedang memikirkan saranku saat aku sedang menyamar, dan melihat kondisiku yang sekarang, ia mulai merasa bersalah.
Malam itu, supaya kakak ipar dapat merawatku, dia bukan hanya menyuruhku tidur di kamarnya tapi kami juga tidur di dalam selimut yang sama. Awalnya aku masih agak malu dan keras kepala. Tapi kakak ipar beralasan agar dia dapat merawatku lebih baik, jadi aku menurut.
Kami benar-benar tidur bersama! Setidaknya, di ranjang yang sama.
Meski ini adalah impianku sejak lama, sayangnya aku tersiksa oleh demam tinggi sialan ini. Aku kebingungan dan tidak berenergi untuk menikmati kulit sehalus batu giok dan harum tubuhnya. Tanpa sadar, aku jatuh tertidur karena pusing.
Larut malam, demamku sedikit membaik dan tubuhku mulai terasa lebih segar. Tengah malam, ketika baru saja memasuki fase tidur lelap, sebuah perasaan aneh muncul dan membuatku perlahan terbangun. Aku melirik ke bawah dan melihat selimut di bagian bawah yang sudah menggumpal. Diam-diam ternyata kakak ipar melakukannya ketika aku tertidur. Apa sekarang sebaiknya aku pura-pura tidur saja?
Aksinya cepat sekali sampai-sampai aku tidak sempat bereaksi. Aku bingung harus bagaimana.
Adegan tadi malam masih tergambar jelas dalam ingatanku. Aku tidak menyangka akan mengalami momen menggairahkan seperti itu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami rangsangan ekstrem dan objeknya adalah wanita idamanku sendiri, yaitu kakak iparku. Ah, rasanya sulit dideskripsikan.
Mungkin kakak ipar tidak menyangka aku hampir meledak, jadi dia langsung keluar dari selimut. Lebih dari sepuluh detik kemudian, suasana yang terasa hening ini kini mulai bersuara.
“Kai b******k, sudah berapa lama ini?” Kakak ipar mengomel pelan, “Eh … tunggu, s****a-nya kok dikit banget sih? Apa mungkin kalau dia sudah punya pacar?”
Aku tidak bisa melihat wajah kakak ipar dengan jelas dalam gelap, tetapi aku masih dapat mendengar nada curiga dan cemburu dalam nada suaranya.
“Tidak, anak ini pasti main-main dengan celana dalamku.” Kakak ipar mengomel lagi, “Pantas saja celana dalamku berkerut. Kai sialan, ini nggak bisa dipakai lagi kan jadinya. Uhh, benar-benar sial!”
Aku berusaha menahan tawa dan pura-pura tidur. Aku tidak mau kakak ipar malu. Tapi aku tidak dapat menahan hasratku yang mendalam padanya. Gejolak perasaan ini membuatku berbalik dan memeluk kakak ipar erat-erat.
“Kakak ipar, aku menginginkanmu.”
Tubuh kakak ipar tiba-tiba menegang dan aku bahkan dapat merasakan detak jantungnya yang seperti seekor kijang sedang melompat-lompat. Dalam kegelapan malam aku merasakan sosok yang menyelinap masuk ke dalam selimutku.
Mungkinkah…kakak ipar akan menyerahkan dirinya padaku?
Kulitnya yang hangat langsung membuat jantungku berdegup kencang. Dalam gelap, tubuh hangatnya perlahan menempel ke tubuhku.
Kupikir impianku telah menjadi nyata. Tapi kemudian kakak ipar malah mencubit dadaku dan berkata marah, “Dasar bocah! Ternyata dia cuma mengigau, bikin aku hampir mati kaget saja!”
Kakak ipar menghela nafas lega lalu mengusap kepalaku dengan lembut. “Xiao Kai, aku memang sangat menyayangimu. Tapi, hanya sampai di situ rasa sayangku padamu. Jangan menyalahkanku ya. Mencintai seseorang bukan berarti memilikinya. Selama dia bahagia, itu sudah cukup.”
Keesokan harinya, cahaya terang bersinar menembusi awan putih tipis. Kawat nyamuk putih bergemerincing ditiup angin sepoi-sepoi dan kumpulan bunga sakura merah muda mekar di luar jendela.
Demam tinggiku sudah reda. Saat aku membuka mata, pandanganku masih berkabut. Sosok wajah yang lembut itu muncul didepanku. Mungkin kakak ipar lelah setelah semalam kerja lembur dan aku masih tidur nyenyak. Ini pertama kalinya aku memandang kakak ipar begitu dekat. Wajahnya yang cantik masih membuatku berdebar. Walau mempesona, wajahnya tidak menggoda. Setiap kerutan dan senyumannya membuatku serasa dibelai angin di musim semi.
Alisnya bak daun willow melengkung, dengan mata almond basah yang menyorot penuh kasih sayang. Ditambah lagi dengan hidungnya yang mancung, semua tersusun menjadi suatu komposisi wajah cantik sempurna tanpa cacat.
Tanpa sadar aku menyentuh pipi kakak ipar yang merona. Kulitnya sangat lembut dan halus seperti sedang menyentuh telur yang matang. Tiba-tiba, kakak ipar tersadar oleh gerakanku. Tapi begitu aku membuka mata, kakak ipar tertegun dan menamparku keras.
“Xiao Kai, apa yang kamu lakukan?” Kakak ipar tergesa-gesa bangkit dan menutupi dadanya dengan selimut musim panas.