5. Parasit

2501 Words
Aska belum pulang ke rumah sekali pun sejak pertengkaran kecil di ruang makan seminggu yang lalu. Pria itu memiliki banyak pekerjaan, dan sedang menangani proyek baru. Bukan hal baru melihatnya jarang pulang, karena dia bahkan pernah tidak pulang selama hampir sebulan. Masalahnya, Winny perlu memperbaiki hubungan mereka. Kalau mereka jarang bertemu, bagaimana hubungan mereka bisa membaik? Minggu lalu, Winny mendapat pesan dari Kai yang mengajak bertemu, tapi dia mengabaikannya. Dia belum berani langsung memblokir nomornya, atau membuat gerakan yang memprovokasi si mantan pacar, karena pria itu sedang dalam mode balas dendam, sementara hubungannya dengan sang suami pun belum membaik. Sekalipun dia bisa mengabaikan dan menghindar untuk sementara ini, tapi Kai tidak akan menyerah dengan mudah. Ketika protagonis memutuskan melakukan sesuatu, walau jalannya berliku, tujuannya pasti tercapai. Winny tidak mau mengalami nasib yang sama dengan Winny. Hari ini, Winny ingin bertemu Aska, tapi orang lain lebih dulu menemuinya. Siapa lagi kalau bukan Rulma, yang telah membuat janji belanja dengannya. Wanita berkulit sawo matang itu memiliki mata bulat besar dan tubuh yang agak gempal. Penampilannya termasuk biasa saja, tapi dia bertingkah seperti wanita paling cantik sejagat raya. Latar belakangnya dari kelas menengah, tapi gaya hidupnya menyaingi putri tunggal konglomerat. Dia menginginkan kehidupan mewah dengan jalan yang mudah, tidak peduli apakah orang lain akan dirugikan dalam prosesnya. "Kai juga akan datang ke acara reuni besok malam,” ujar Rulma sembari memilah-milah gaun. “Dia sudah menjadi orang sukses sekarang. Banyak wanita menyukainya, bahkan beberapa mencoba naik ke tempat tidurnya. Ada gosip yang mengatakan kalau dia berganti teman ranjang setiap malam, dan ada juga yang bilang kalau dia memiliki banyak kekasih. Tapi satu hal yang jelas, Luna telah dia akui sebagai kekasihnya.” Winny hanya tersenyum tipis sebagai tanggapan atas celotehan Rulma. Dia tidak begitu tertarik dengan mantan pacarnya, tapi tidak mau keluar dari karakter asli Winny. Sembari berpura-pura memilah gaun, Winny melirik sejumlah pengawal yang tersebar di beberapa tempat. Semua tindakannya hari ini pasti akan sampai ke telinga suami posesifnya itu. “Kau tahu apa yang mengejutkan dari gadis bernama Luna ini?” “Apa?” “Wajahnya mirip denganmu. Apa dia saudari kembarmu?” “Kau tahu dengan jelas kalau aku tidak punya saudari kembar.” Rulma mengedikkan bahu. “Mungkin saja dia anak haram ayahmu?” “Entahlah. Aku tidak bisa menanyai ayahku yang sudah tiada, kan?” “Apa kau tidak merasa khawatir, Win?” "Khawatir soal apa?" "Sekalipun Kai hanya menjadikan Luna sebagai penggantimu, tapi lama-lama dia bisa benar-benar jatuh cinta dengannya." "Itu tidak ada hubungannya denganku." "Tentu saja ada." Rulma menarik Winny ke depan cermin besar, memposisikan gaun pilihannya ke depan badan wanita itu. "Hemm… gaun ini cocok untukmu." Winny hampir kelepasan tertawa. Cocok apanya? Gaun itu sangat norak. Warnanya neon cerah dengan motif bunga warna-warni. Mungkin akan lebih cocok kalau dipakai ke pantai atau liburan musim panas. Memakainya ke acara reuni SMA di musim dingin, tidak saja dianggap kampungan, tapi juga dipertanyakan kewarasannya. Winny mungkin bisa dibodohi karena tidak terlalu tahu mode, tapi Winny bergelut di bidang entertainmen. Fashion telah menjadi makanannya sehari-hari. "Aku katakan, ya, Win, Kai masih mencintaimu. Kalau tidak, untuk apa dia menjadikan gadis yang wajahnya mirip denganmu itu sebagai kekasihnya?" "Mungkin saja karena gadis itu baik?” “Omong kosong! Gadis itu sangat jahat. Apa kau tahu kalau dia membunuh ayah angkatnya ketika usianya masih empat belas tahun? Astaga, aku sampai merinding membayangkan kekejamannya.” Gerakan Winny meletakkan gaun ke keranjang belanja menjadi berhenti. Dia tahu semua hal tentang Luna, termasuk masa lalunya. Tokoh itu akan dia perankan untuk film barunya, dan dia telah menjiwai peran Luna. Ketika orang lain menjelek-jelekkannya, dia menjadi marah, seolah dialah yang dihina. “Yang mengejutkan, gadis itu memasuki industi hiburan tiga bulan lalu, dan langsung memiliki cukup banyak fans. Aku tahu sebagian besar itu karena pengaturan Kai, tapi tetap saja mengherankan, kenapa pembunuh sepertinya bisa disukai banyak orang.” Nada suara Winny agak sengit ketika bertanya, “Apa kau tahu kenapa dia membunuh ayahnya?” “Huh?” “Kau langsung mengatakan dia sangat jahat, tapi tidak tahu alasan di balik tindakannya.” Rulma mengernyit, merasa aneh dengan sikap Winny. “Apapun alasannya, pembunuhan itu tindakan kriminal, dan tidak manusiawi.” “Bahkan seekor tikus bisa menggigit kucing ketika dia terpojok. Harusnya kau berpikir kenapa dia masih bebas setelah membunuh ayah angkatnya, bukan hanya fokus pada apa yang telah dia lakukan.” “Kau menyalahkanku?” “Aku...” “Kenapa kau terkesan membelanya?” “Aku bukan membelanya, hanya─” “Kau bahkan melawanku dengan sengit. Yang menjadi temanmu itu, aku atau dia?” Winny tersadar atas apa yang telah dia lakukan, dan refleks menggamit lengan Rulma. “Omong kosong apa yang kau bicarakan? Aku bukan ingin melawanmu, Rulma. Aku hanya ingin tahu kenapa dia membunuh ayahnya.” “Benarkah?” “Tentu saja. Untuk apa aku membela orang yang bahkan belum pernah kutemui?” Rulma mendengkus, lalu tertawa kecil. “Kau ini. Biar kuberi tahu, ya. Luna tidak punya orangtua, dan hidupnya melarat bersama ayah angkatnya. Karena kelaparan, dia pun membunuh ayah angkatnya. Bukankah sangat menyeramkannya menjadi orang miskin dan anak yatim?” Winny mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak menampar mulut beracun Rulma. “Haha... ya, sepertinya begitu.” “Menurut gosipnya, dia bahkan memakan daging ayah angatnya ketika tetangga datang ke gubuk mereka karena mencium bau busuk. Astaga, aku tidak bisa membayangkan dia makan daging busuk ayah angkatnya.” Rulma menutup mulut seolah akan muntah. “Aku bahkan sampai mual.” “Yah... itu sangat menyeramkan.” Yang sebenarnya terjadi tidaklah seperti yang dikatakan Rulma. Tetangga datang ke sana karena mendengar kegaduhan, dan Luna hanya mengambil sisa makanan di kantong celana mayat itu. Karena camilan itu bercambur noda darah, tetangga yang melihat menduga bahwa Luna memakan daging mayat ayah angkatnya. “Sekarang iblis itu merayu Kai dengan mengandalkan wajahnya yang mirip denganmu. Apa kau akan membiarkan Kai tertipu olehnya?” Rulma memegang kedua bahu Winny, menatap wanita itu dengan lekat. "Dengar, Win. Aku tahu kau masih mencintai Kai. Aku bisa melihatnya dari matamu ketika kau menatapnya di pesta minggu lalu. Jadi, kenapa kau tidak kembali lagi dengan Kai?” “Apa kau lupa kalau aku sudah menikah?” “Kau hanya terpaksa menikah dengan Aska. Bercerai saja.” "Aku pikir tidak buruk juga menikah dengannya." Rulma tersentak kaget, lalu memaksakan diri untuk tersenyum. "Apa maksudmu?” “Aska sangat tampan, seksi, kaya, dan tekniknya di tempat tidur juga cukup memuaskan.” Winny ingin tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi iri di wajah Rulma saat ini. “...” “Dia juga sangat royal masalah uang. Dia memberiku kartu kredit tanpa limit, dan tidak pernah lupa memberiku hadiah setiap kali pulang dari perjalanan bisnis.” “Tapi dia sangat posesif, sampai tidak membiarkanmu keluar rumah dengan bebas. Kalau posesifnya semakin parah, dia bisa menjadi ringan tangan.” “Itu karena aku pernah mencoba kabur darinya. Kalau aku bersikap baik, dia juga akan menjadi lebih hangat, dan perhatian. Bukankah hanya wanita bodoh yang menolak pria sempurna sepertinya?” Tangan Rulma terkepal erat, tapi nada suaranya masih tenang. “Itu benar. Tapi, apa kau lupa kalau dia yang telah membunuh ayahmu? Apa kau mau ayahmu bangkit dari kubur karena kau mencintai pria yang telah membunuhnya?” Winny melirik Rulma, lalu menyeringai kecil. “Wanita ini cukup cerdik juga.” “Dia telah membuat ayahmu hampir bangkrut, dan memaksanya membuat pinjaman dalam jumlah besar. Dia berpura-pura membantu melunasi hutang ayahmu hanya untuk menikahimu. Dia itu pebisnis yang licik, Win. Saat ini mungkin dia mempertahankanmu karena kau masih cantik, tapi bagaimana ketika kau menua? Atau ketika dia bosan dengan kecantikanmu? Apakah ada jaminan kalau dia tidak akan melirik wanita cantik lainnya?” Winny menunduk, berpura-pura melamun atas perkataan Rulma. Tersenyum puas, Rulma melanjutkan provokasinya. “Tapi Kai berbeda. Dia mencintaimu, bukan hanya karena wajahmu, tapi karena apa yang telah kalian lalui bersama di masa lalu.” Menatap Rulma, Winny berpura-pura sedih ketika bertanya, “Aku pernah mencampakkan Kai dengan kejam saat dia sangat membutuhkanku. Kalau kau jadi Kai, apa kau masih mau menerimaku kembali?” Rulma benar-benar terkejut dengan logika tajam Winny. Biasanya wanita itu akan menyetujui semua perkataannya tanpa syarat, tapi sekarang agak berbeda. Segera bertindak alami dengan tersenyum sangat manis, Rulma lantas berkata, “Kebersamaan kalian selama lima tahun itu tidak bisa terlupakan dengan mudah.” “Tapi kami juga sudah berpisah selama lima tahun.” “Begini saja, bagaimana kalau kau coba bicara dulu dengannya? Kebetulan besok malam Kai juga akan ke acara reuni itu. Kalau dia terlihat tidak tertarik, kita lupakan saja. Tapi kalau sebaliknya, lebih baik kau kembali dengannya.” “Aku tidak bisa bicara dengannya karena akan datang bersama Aska. Kau tahu sendiri bagaimana tempramen suamiku.” “Tenang saja. Serahkan semua kepadaku. Aku yang akan mengatur pertemuan kalian.” Winny menyeringai. Dalam novel, Rulma memang membantu Winny bertemu Kai, tapi dia juga melaporkan kepada Aska tentang pertemuan keduanya. Setelah mengetahui keduanya diam-diam bertemu, Aska pun kembali menyiksa Winny di ranjang. Tidak hanya pada pertemuan reuni, pada kesempatan lain pun Rulma membantu Winny dan Kai bertemu, tapi diam-diam melaporkan pertemuan keduanya kepada Aska. Selalu seperti itu sampai Aska meninggal, dan dua mantan kekasih kembali bersatu. Dengan kata lain, setiap siksaan Winny di atas ranjang sebenarnya diprovokasi oleh Rulma secara tidak langsung. Setelah Winny dan Kai bersatu, Rulma justru memfitnah Winny untuk membuat Kai ragu. Kalau Kai tidak mencari tahu kebenarannya, Winny mungkin sudah tamat dalam balas dendam Kai akibat provokasi Rulma. Entah dendam apa yang dimiliki teman parasit ini, sampai sangat ingin membuat Winny menderita. Melihat Winny tampak melamun, Rulma segera bertindak sebelum wanita itu berubah pikiran. “Jangan khawatir. Aku punya kenalan yang bisa membantuku menyingkirkan Aska dari acara itu.” Rulma mengerling, seolah memberi semangat, seperti sahabat yang mendukung kisah cinta sahabatnya. Bakat aktingnya bisa diacungi jempol, tapi itu belum ada apa-apanya dibanding Winny si Queen of Drama. Winny mengernyit. Dalam novel dijelaskan kalau ada beberapa kekacauan di acara reuni itu saat Kai dan Winny bertemu. Salah satunya berkaitan dengan Aska. Tapi karena Aska bukan tokoh utama, bagian tentang kekacauan itu hanya muncul di berita yang dibaca Kai. Winny harus mengetahui siapa yang membantu Rulma untuk menjebak Aska. “Baiklah, aku mengandalkanmu, Rulma.” Rulma tertawa, lantas menggamit lengan Winny. "Jangan sungkan. Kau juga telah banyak membantuku dan keluargaku." “Tentu saja! Kau jadi parasit yang menyedot uang Kakak!” "Tapi, Win, aku tidak punya gaun untuk ke acara reuni besok malam." Winny menyeringai diam-diam. "Benarkah? Bukankah aku sering membelikanmu gaun?” “Huh?” “Ah, maaf, aku tidak peka. Ini, ambillah.” Winny menyerahkan gaun pilihan Rulma sebelumnya. “Bukankah kau bilang gaun ini cantik? Kalau begitu, ini untukmu saja. Aku masih memiliki banyak gaun di lemariku.” Rulma tertegun, sampai lupa membalas. Bukan seperti itu jawaban yang dia harapkan dari Winny. Ada apa dengan teman yang biasanya mudah dia manfaatkan ini? Kenapa kali ini sedikit sulit dihadapi? “Cobalah dulu di ruang ganti. Kau pasti terlihat cantik, Rulma.” “Tapi ini milikmu, Win.” “Jangan sungkan. Kita, kan, teman.” Winny segera mendorong Rulma ke ruang ganti. Tidak punya pilihan, Rulma pun mengikuti kemauan Winny. Lagipula dia bisa mengatakan tidak menyukainya setelah mencobanya. Dia selalu bisa merayu Winny. Tidak berapa lama, Rulma keluar kamar ganti. “Aku sepertinya tidak cocok dengan gaun ini. Boleh aku pesan gaun yang lain?” Melihat usaha keras Rulma berakting, membuat Winny ingin tertawa, tapi dia menahan diri, dan mengatakan, “Tentu saja. Jangan sungkan, Rulma. Kau bisa memilih apapun yang kau mau.” Mata Rulma bersinar cerah, dan dia langsung semangat berbelanja. Winny tertawa kecil. “Aku hanya mengatakan dia bisa memilih apapun, bukan akan membayar apapun yang dipilihnya, kan?” “Winny, lihat! Bagaimana menurutmu gaun yang ini?” Rulma menunjukkan gaun long dress elegan berbentuk V-neck. Harus Winny akui kalau selera fashion Rulma cukup baik, tapi ketika untuk kepentingan Winny, wanita itu justru memberikan gaya yang buruk. “Sangat cocok.” Winny mendatangi Rulma, lalu mengatakan, “Aska menghubungiku dan memintaku untuk pulang. Aku akan pulang duluan.” “Bagaimana dengan belanjaan?” “Jangan khawatir. Kau bisa belanja sepuasmu.” Biasanya, setiap kali Winny bicara begitu, semua belanjaan Rulma akan dibayarnya, tapi kali ini jiwa dalam tubuh itu telah berganti. Satu kalimat bisa bermakna berbeda ketika orang berbeda yang mengatakannya, kan? “Baiklah. Sampai jumpa besok.” Winny mengangguk ringan, lalu mendatangi manajer toko. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” “Kau tahu siapa aku?” Manajer segera membungkuk. Dengan suara rendah penuh sanjungan, dia berkata, “Ya, Nyonya. Nyonya adalah istri Tuan Aska, salah satu pemegang saham terbesar di pusat perbelanjaan ini. Hampir semua produk pakaian di sini bermerk Aratex, yang merupakan merk keluaran perusahaan ayah Nyonya, dan sekarang jatuh ke tangan suami Nyonya.” Winny menyeringai. “Kalau begitu, lakukan satu hal untukku.” “Apa itu, Nyonya?” “Suruh pramuniagamu untuk membuat temanku membayar semua barang yang dia coba.” Manajer melihat Rulma yang ditunjuk oleh Winny, lalu mengangguk. “Baik, Nyonya.” “Jika kau bisa membuatnya sedikit lebih malu, aku akan sangat senang.” “Saya mengerti, Nyonya.” Tersenyum puas, lalu Winny meninggalkan toko. Tentu saja dia memberikan tip untuk manajer yang telah membantunya itu. Sepeninggalan Winny, Rulma mendapatkan tagihan dari pramuniaga. “Bukankah semuanya sudah dibayar temanku?” “Tidak, Nona. Teman Nona tidak membayar apapun.” “Kalau begitu saya tidak jadi membeli.” “Maaf Nona, tidak bisa begitu.” “Kenapa?” “Semua barang yang Nona coba telah rusak karena Nona memaksa memakainya.” Pramuniaga melihat tubuh Rulma dengan sedikit prihatin. “Kau mau mengatakan kalau aku terlalu gemuk untuk semua gaun ini?” Beberapa pembeli lain di sekitar pun menahan tawa ketika mendengar pernyataan itu. “Segemuk-gemuknya aku, aku tidak mungkin sampai menyobek semua gaun ini!” “Tapi kenyataannya seperti itu. Kalau Nona tetap tidak mau membayar, dengan terpaksa kami harus memanggil polisi.” Rulma menggemeretakkan gigi karena kesal. “Tunggu sebentar. Aku akan menghubungi temanku dulu.” Rulma menghubungi Winny, dan segera diangkat oleh pihak lain. Winny berkata dengan nada sedih dan penuh penyesalan, “Maaf, Rulma, kartu kreditku mendadak dibekukan oleh Aska. Sepertinya perkataanmu benar. Dia mungkin mulai bosan denganku.” “Hah?” “Oh... Bagaimana ini? Aku sangat bingung kenapa dia tiba-tiba membekukan semua kartu kreditku.” “Semuanya?” “Ya. Semuanya. Maaf, Rulma, padahal aku sudah berjanji akan membayar gaun-gaunmu.” “Jangan pikirkan itu. Tenangkan saja dirimu, dan tanya Aska baik-baik kenapa dia mendadak membekukan semua kartu kreditmu.” “Bagaimana kalau Aska benar-benar bosan denganku dan sudah mendapatkan pengganti?” “Kalau begitu, kau bisa kembali bersama Kai dengan mudah.” Rulma tersenyum senang, melupakan penderitaannya barusan. “Hemm... kau benar. Nanti kuhubungi lagi, Rulma. Aku sudah mau sampai rumah.” “Ya, ya. Baik-baik, Winny. Aku akan mendukungmu.” Menutup telepon, lalu Winny menatap pria di depannya yang mengernyit tidak senang. “Kenapa menatapku begitu?” “Aku hanya berpikir, Aska mana yang telah membekukan kartu kreditmu.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD