3. Latar Belakang

1900 Words
Setelah menumpahkan beberapa titik air mata, Winny berdiri, lalu pergi ke wastafel untuk mencuci muka. Pantulan dirinya pun terlihat di cermin. Dia mengamati wajah di sisi kiri, kemudian sisi kanan, lalu melihat pula t**i lalat kecil di pelipis kiri dan bawah bibirnya. "Wajah ini benar-benar persis seperti diriku di kehidupan sebelumnya,” gumamnya, kemudian meraba buah dadanya yang lebih besar dari miliknya sebelumnya. Dia tertawa kecil. “Hehehe... tapi dalam versi yang lebih dewasa. Kalau aku tidak mati, mungkin aku akan secantik ini lima tahun lagi." Winny baru berusia sembilan belas tahun, sementara tubuh yang dia masuki sudah berusia dua puluh empat tahun. "Baiklah, untuk bertahan hidup, pertama-tama, mari cari penyelamat dari latar belakang Kakak ini." *Untuk seterusnya, Winny memanggil ‘Kakak’ untuk Winny Anastasia dalam novel. Winny Anastasia merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ibunya meninggal ketika melahirkannya, dan ayahnya meninggal dua tahun lalu karena serangan jantung. Dia tinggal bersama neneknya di desa karena ayahnya tidak mau melihat putri yang menjadi penyebab meninggalnya sang istri. Menurutnya, putri ini terkutuk dan harus jauh darinya. “Dia tidak pantas dipanggil ayah,” keluh Winny. Seperti kebanyakan pria, ayah Winny juga menikah lagi sepeninggalan istrinya. Dari pernikahan itu terlahir seorang putra. Empat orang pun tinggal bahagia dalam sebuah keluarga dan melupakan Winny. Meski begitu, sang ayah masih mengirim uang bulanan untuk kehidupan Winny di desa. Biar bagaimanapun, itu anak yang dilahirkan istrinya dengan bertaruh nyawa. Jadi, begitulah Winny menjadi orang terkaya di desanya. Lima tahun lalu, perusahaan ayah Winny terancam bangkrut, sementara dia perlu suntikan dana untuk menyelamatkan aset dan rumah yang telah dijadikan jaminan untuk pinjaman. Untuk itu, dia merencanakan pernikahan bisnis dengan salah satu pengusaha dengan mengorbankan putri sulungnya. Tapi kakak Winny malah kabur bersama kekasihnya dengan membawa uang perusahaan. Penderitaannya berlanjut ketika dia mengetahui kalau selama ini istrinya menjalin hubungan terlarang dengan sekretarisnya. Bahkan putranya mungkin bukanlah putra kandungnya. Sebelum menjalani tes DNA, istri dan putranya pergi, membawa sisa aset yang dimilikinya. Dia pun jatuh sakit setelah memberi tahu penderitaannya kepada Winny. Karena pemikiran lugunya, Winny melupakan puluhan tahun pengabaian sang ayah, dan mengabdikan diri untuk merawat pria itu, dengan alasan pria itu adalah satu-satunya kerabatnya saat itu. Dia pun dengan berat hati meninggalkan Kai. Di kota besar itu, dia merawat sang ayah, menangani masalah perusahaan, menghadapi rentenir, dan akhirnya menikah dengan Aska sesuai wasiat terakhir sang ayah. Winny menghela napas, sembari merapikan rambutnya yang berantakan. “Aska telah menyelamatkan Kakak dengan melunasi semua hutang dan biaya perawatan ayahnya selama sakit, tapi Kakak malah menganggap Aska sebagai dalang dari hancurnya perusahaan ayahnya. Aku benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Kakak. Gara-gara karakter Kakak, Aska tidak akan percaya kalau aku mendadak menjadi istri yang baik. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku bisa kabur dari rumah ini? Kalau pun berhasil kabur, aku harus ke mana? Aku tidak mungkin menemui Kai, karena pria itu milik Luna. Kakak tidak punya relasi atau kerabat di kota ini. Bahkan neneknya yang di desa pun sudah meninggal. Apa tidak ada yang bisa diandalkan selain Aska?" Winny sekali lagi memikirkan plot cerita, dan sisa kenangan di kepala Winny, untuk mencari cara menyelamatkan diri dari Aska. Kemarin Winny dan Aska sudah bertemu dua tokoh utama novel pada perayaan ulang tahun perusahaan kakek Kai. Ini masa-masa tokoh utama pria melancarkan serangan balas dendamnya terhadap Winny. Sekalipun nanti Kai mengetahui kebenarannya, tapi selama proses itu Winny akan mendapat beberapa kesialan, baik dari Kai maupun dari Aska yang posesif. Artinya, telah ada serangkaian siksaan yang menantinya. Winny kembali duduk di lantai, menangis sedih dengan nasibnya. Dalam kehidupan sebelumnya, Winny merupakan anak yatim piatu yang tanpa sengaja bertemu Oki di acara sekolah, lalu dia dibawa ke dunia akting. Meski hidupnya keras di panti asuhan, tapi sejak bersama Oki, dia sangat dimanja seperti seorang tuan putri. Delapan tahun bersama Oki, tak sedikit pun Winny mengalami keluhan. Sekalipun mereka hidup serba pas-pasan pada awal kariernya, tapi sang manager memperlakukannya seperti seorang adik. Dia mendapat cinta dan kasih sayang melimpah darinya. Winny pun menganggap wanita gendut itu sebagai ibunya. Winny sekali lagi berdiri dan mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan diri di cermin, lalu tersenyum. "Baiklah, jangan cengeng. Ingat kata Kak Oka, kau gadis yang kuat, Win-Win." Oka adalah kekasih Winny, juga adik lelaki Oki. Pria itu meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan motor. "Aku hanya bisa mengandalkan Aska untuk saat ini. Menurut plot novel, si posesif itu akan mati enam bulan lagi. Setelah dia meninggal, bisakah aku lepas dari takdir? Atau, haruskah aku menyelamatkan Aska? Ah, tidak. Aku tidak mau ikut campur dengan dunia ini. Yang terpenting, aku selamat, dan menjauh dari para pemeran dalam novel. Tapi, bagaimana aku menghindari mereka?” Winny mengernyit. "Lalu, bagaimana menyenangkan Aska agar aku terbebas dari siksaannya? Dia tidak akan percaya kalau aku tiba-tiba berubah jadi baik. Dia malah berpikir aku mencoba melarikan diri dengan taktik baru. Hanya ada sedikit informasi tentang Aska dalam novel, karena dia umpan meriam untuk hubungan Kai dan Kakak. Setelah aku ingat-ingat, tidak ada kalimat yang jelas yang menyatakan bahwa dia menyukai Kakak. Para pembaca menyimpulkan seperti itu karena dia bersikap posesif dan haus kasih sayang Kakak, juga dari ucapannya di akhir hayat.” Dalam novel aslinya, ketika Aska akan meninggal di pelukan Winny, dia mengucapkan kalimat, “Sekali saja, bisakah kau tersenyum untukku?” Karena selama pernikahan mereka, Winny tidak pernah sekali pun tersenyum kepadanya. “Dia sebenarnya pria yang menyedihkan.” Winny mondar-mandir di depan wastafel sambil memikirkan rencana untuk menyenangkan Aska, tapi di saat bersamaan tidak boleh membuat suaminya itu curiga. Dia juga harus memikirkan cara menghindari Kai yang akan mulai mengejarnya untuk balas dendam. Setelah sekitar sepuluh menit jalan mondar-mandir, Winny melakukan respirasi, lalu keluar kamar mandi. Dia memasuki mode akting, karena mengetahui ada CCTV yang terpasang di kamar itu. “Pantas saja Kakak ingin melarikan diri dari Aska. Pria ini sangat posesif sampai memasang CCTV di kamar. Ada berapa banyak CCTV di rumah ini?” Winny mengernyit melihat satu kotak obat di dalam laci yang tersembunyi di sudut. Itu obat kontrasepsi, tapi dia tidak mengetahuinya. Winny memakannya setiap pagi paska melakukan hubungan intim dengan Aska karena tidak ingin memiliki anak dengannya. Dalam novel memang tidak dijelaskan tindakan Winny memakan pil kontrasepsi, karena fokus novel pada dua tokoh utama, jadi sekarang Winny tidak tahu kegunaan obat itu. Tapi kalau dipikirkan lebih dalam, dia akan tahu inilah alasan Winny tidak pernah hamil, sekalipun sering melakukan hubungan intim dengan Aska. Winny mengabaikan kotak obat. Dia mengambil satu set alat make up yang dia sembunyikan dalam pakaian, kemudian pergi ke kamar mandi. Usai mandi, dia menatap pantulan diri di cermin. Wanita cantik itu tampak muram karena matanya sembab akibat kebanyakan menangis. Bibirnya juga luka karena ciuman paksa Aska. Benar-benar tampak menyedihkan. Bukannya merias diri agar lebih cantik dan segar, Winny malah mengenakan riasan yang membuat wajahnya lebih tirus dan pucat. Kalau tadinya dia hanya tampak dua puluh persen menyedihkan, sekarang menjadi lima puluh persen. Ini keahlian keduanya setelah berakting. Winny tersenyum kecil. “Bukankah pria sangat menyukai kecantikan yang rapuh? Aku akan mengeluarkan sisi belas kasih suamiku yang dingin itu. Mari kita lihat, seberapa besar kepeduliannya.” Cermin di wastafel memiliki fungsi lain sebagai lemari kecil. Winny menggeser cermin, kemudian meletakkan satu set make up-nya di sana. Usai berdandan, Winny keluar kamar mandi. Dia berjalan tertatih, tapi tiba-tiba menjatuhkan diri setelah beberapa langkah. “Di mana CCTV-nya? Aku harus menunjukkan wajah penuh kesakitan ini untuk menarik simpati suamiku. Apa kamera itu di sebelah kiri ranjang?” Winny meringis sakit sambil bergerak perlahan ke area kiri ranjang. Dia mencoba bangkit, tapi jatuh lagi. Jatuhnya kali ini telah membuat wajahnya tampak sepenuhnya menghadap ke kamera tersembunyi di dinding sebelah kiri ranjang. Dia mati-matian memeras setitik air mata, lalu menghapusnya dengan kasar ketika buliran bening itu jatuh ke pipi pucatnya. Seolah menolak terlihat lemah, sekalipun dirinya memang lemah. Tidak melewatkan kesempatan untuk memamerkan kecantikannya yang rapuh, Winny menyempatkan diri meletakkan anak rambut ke belakang telinga, lalu mengatur semua rambutnya menjadi ke sebelah kanan sehingga leher jenjangnya yang penuh cupang itu bisa lebih terlihat. Kesemua gerakan elegan dan menggoda itu dilakukan secara alami. Ngomong-ngomong, dia pernah syuting iklan produk shampoo, anting, juga parfum. Dari pengalaman syuting ketiga item itulah, dia menciptakan atensi kuat yang sulit ditolak, seperti sekarang. Setelah merasa cukup menyedihkan, Winny dengan keras kepala bangkit lagi, lalu berjalan tertatih. Setiap langkah yang diambil seolah telah menghabiskan seluruh energinya. Dari semua rangakaian tindakan itu, ekspresinya masih saja datar seolah yang mengalami penderitaan itu bukanlah dirinya. Bahkan Aska yang terkenal paling teliti pun tidak akan bisa menemukan perbedaan antara Winny dan Winny. “Ah… andai saja ada Mommy Oki di sini, dia pasti akan bertepuk tangan degan sangat meriah karena aktingku…jika saja yang kulakukan tadi dibayar, entah sudah berapa banyak penghasilan yang kudapat. Kau harusnya beruntung karena bisa melihat aktingku secara gratis, Aska! Kalau kau tidak terpikat dan merasa bersalah setelah semua usahaku, lebih baik kau mati saja!” Winny keluar kamar, menuju ruang makan di lantai bawah. Dalam perjalanan, dia melirik setiap sudut rumah dengan ekor matanya. "Wow! Rumahnya lebih besar dari rumah Mommy Oki. Padahal cuma ada dua majikan di sini, tapi ada banyak kamar. Ckckck... pemborosan ruangan. Kalau aku jadi Kakak, aku akan sangat bahagia karena memiliki suami tampan, bergelimang harta, bisa makan dan membeli apapun yang kuinginkan, tanpa perlu lelah bekerja. Kenapa Kakak terus saja ingin kabur dari Aska? Tapi, ke mana dia akan pergi kalaupun nantinya berhasil melarikan diri?" Sekalipun Winny memikirkan banyak hal di kepalanya, tapi dia tetap menjaga ekspresi datarnya, seolah tidak ada satu hal pun yang bisa menarik perhatiannya. Dia aktris terbaik yang telah dilatih khusus oleh seorang ahli sewaan Oki. Yang terbaik darinya adalah betapa cepat dan mudahnya dia beradaptasi dalam berbagai situasi. Sejak menjadi aktris cilik, dan berkecimpung di dunia entertainmen selama delapan tahun, dia telah memerankan berbagai karakter. Mulai dari yang disukai penonton sampai yang paling dibenci, dari protagonis paling imut dan penuh penderitaan, sampai antagonis paling kejam dan berdarah dingin, bisa dia perankan. Apalagi ini hanya Winny Anastasia, si angkuh yang keras kepala. Ketika Winny yang menuruni tangga itu berjalan dengan sangat pelan, Aska telah mengernyitkan keningnya dengan tidak nyaman. Sejak tadi dia telah mengamati aktivitas wanita itu melalui ponsel yang terhubung ke CCTV. Sesuatu di sudut hatinya berdenyut sakit setiap kali wanita itu melangkah dengan tertatih, seolah dia yang terluka. Ketika akhirnya melihat sang istri di ujung tangga, dia refleks berdiri untuk membantunya berjalan. Bahkan dia berpikir ingin menggendong wanita itu. Tapi, baru satu langkah diambilnya, dia tersadar akan satu hal paling penting; Winny membencinya. Karena itu, dia duduk kembali dan memasang ekspresi dingin. Winny melihat Aska yang duduk santai di ruang makan tanpa peduli dengannya. “Apa pria pemarah ini tidak bisa melihat kalau aku sedang kesulitan berjalan? Dia bahkan tidak melirikku! Apa pesonaku pudar di dunia ini? Aku perlu mengujinya sekali lagi.” Mendadak Winny terjatuh setelah mencapai area dapur. Aska menahan diri mati-matian. Tangannya yang memegang sendok terkepal kuat, nyaris membuat alat makan itu patah. Melirik tajam pelayan terdekat, dia memberi perintah tanpa suara. Salah satu pelayan kemudian mendatangi Winny dan mencoba membantunya berdiri. “Aku tidak butuh bantuanmu!” ujar Winny dengan suara dingin dan tatapan tajam. Winny menatap Aska penuh kebencian. Ini bukan akting, tapi kebencian nyata. “Pria berhati dingin tidak punya perasaan! Kau masih bisa diam di sana ketika istrimu jatuh?! Apa kau benar-benar manusia? Atau hanya iblis yang memakai kulit manusia?! Tunggu saja, aku pasti membalasmu.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD