2. Ratu Akting

1618 Words
.... tanpa sengaja membuat suami Winny itu meninggal. Sementara Kai sibuk balas dendam kepada Winny, Luna─yang marah karena hanya dianggap sebagai pengganti oleh Kai─pun sibuk meniti kariernya di dunia entertainmen. Dia perlahan menaiki tangga sosial yang lebih tinggi. Tidak hanya menjadi selebritis terpopuler, dia juga diam-diam melakukan bisnis properti dan mampu menyaingi perusahaan kakek Kai. Ketika akhirnya Kai meminta putus, dia siap memulai serangan balasan. Singkat cerita, Kai dan Winny berbaikan dan mereka melakukan pertunangan, kemudian Luna datang membawa petaka. Luna meminta Kai memutuskan; memilih Luna dan menyelamatkan semua aset keluarga Oliver, atau tetap bersama Winny dan kehilangan segalanya. Kai tetap memilih Winny, karena baginya, Luna hanya pengganti. Sejak awal, sosok yang dia suka adalah Winny. Bahkan ketika dia mengejar Luna dan mengubah kehidupan suram gadis itu, semua semata karena dia ingin melihat sosok ceria Winny dalam diri Luna. Dia juga tidak peduli dengan aset keluarga Oliver, karena dia hanya alat bagi keluarga itu untuk mempertahankan perusahaan mereka. Luna selalu tulus terhadap Kai, tapi pria itu hanya menganggapnya sebagai pengganti. Jika dia mau, dia bisa saja menghancurkan Kai dengan mudah, tapi dia masih berharap setidaknya Kai akan memilihnya, walaupun alasan itu hanya demi properti. Sayang sekali, Kai tetap memilih Winny. Luna tidak membuktikan kata-katanya yang ingin mengambil properti Oliver, karena dia tidak sanggup melihat Kai sedih. Gadis itu pun pergi dengan kecewa. Fais, salah satu pria yang mencintai Luna, mengetahui semua yang terjadi antara Kai dan Luna. Dia tidak tahan melihat Luna sedih, maka dia menculik Winny dan mempermalukan wanita itu dengan merekam aksi seks-nya bersama dua pria. Video tersebut kemudian tersebar di dunia maya, dan sampai ke tangan Kai. Alih-alih marah karena skandal Winny tersebar di jagat maya, Kai malah mengkhawatirkan kekasihnya tersebut. Setelah mencarinya seharian, dia menemukan wanita itu tewas bunuh diri. Trauma, Kai memutuskan kembali ke desanya untuk menjadi guru sekolah dasar seperti harapan ibunya, sementara Luna melanjutkan karier di dunia entertainmen. Tentu saja mereka telah melaporkan Fais ke kantor polisi, dan pria itu mendekam di penjara. Setelah lima tahun berlalu, dua tokoh utama kembali bertemu di persimpangan jalan. Luna akan syuting film di sebuah desa, dan desa itu merupakan tempat mengajar Kai. Keduanya saling melempar senyum sopan, lalu Kai menanyakan kalimat yang sama ketika dulu juga pertama kali bertemu Luna di toko roti: ‘Boleh minta nomor ponselmu?’. Cerita berakhir di sana. Winny Astaria sangat menyukai novel itu. Dia suka para tokoh dan karakter dalam novel, yang sangat hidup, seolah dia bisa melihat mereka di depan matanya. Ending cerita juga dieksekusi dengan apik, tidak memaksa, dan tidak terduga. Satu-satunya tokoh yang tidak dia suka adalah Winny; karena karakter Winny terlalu monoton. Winny tipe wanita keras kepala dengan harga diri tinggi. Dia cantik, kaya, dan lugu. Tidak ada yang seratus persen baik atau jahat, tapi Winny memandang orang lain seperti itu. Baginya, Kai mutlak pria baik, yang akan selalu dia cintai. Sementara Aska mutlak pria jahat, yang harus selalu dia benci. Luna mutlak orang tidak penting, jadi dia tidak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk berurusan dengannya. Dia tidak peduli pendapat orang lain, lebih sulit lagi memercayai orang lain. Bahkan ketika bukti nyata dilemparkan ke pangkuannya, dia masih akan ragu, selama itu bertentangan dengan pemikirannya. "Kenapa aku harus memasuki raga Winny, sih?!" gumam Winny. Winny menjerit dalam pikirannya: "Kenapa karakternya sangat keras kepala? Dia sendiri tahu bukan Aska pembunuh ayahnya, tapi terus-menerus mengatakan itu untuk mempertahankan rasa bencinya... Padahal Aska sangat tampan, kaya, dan mencintainya, tapi dia malah selalu ingin kabur darinya... kalau memang sangat mencintai Kai, harusnya dulu jangan meninggalkannya. Omong kosong dengan kata-kata tidak mau dia ikut menderita! Kalau mencintai seseorang, suka dan duka harus dihadapi bersama! Argh! Menyebalkan!" Setelah beberapa detik.... "Tidak bisa begini! Aku sekarang ada di tubuhnya." Winny bangkit dengan susah payah, lalu duduk di depan meja rias. Dia menatap pantulan dirinya di cermin, yang tampak menyedihkan paska siksaan malam sebelumnya. Memejamkan mata sejenak, melakukan respirasi singkat, lalu dia menggumamkan mantra yang pernah diajarkan oleh almarhum kekasihnya. "Aku Winny Astaria, The Queen of Drama. Pemilik tujuh piala kategori aktris utama wanita terbaik. Aku kuat. Aku telah menghadapi ribuan masalah, dan bisa bertahan sampai tahap ini. Masalah kali ini juga akan segera berlalu. Aku hanya perlu menghadapinya lagi.” Winny tersenyum, tampak lebih percaya diri meski matanya masih berkaca-kaca karena rasa sakit di sekujur tubuh. "Saatnya merayu suamiku yang tampan. Apa susahnya merayu Aska? Pria itu juga sudah sangat menyukaiku sampai over posesif. Ini akan mudah." Sedang asik melihat cermin, sebuah suara menginterupsi Winny. "Kau sedang apa?" Winny balik badan, menatap suami posesifnya yang super tampan, yang baru saja selesai mandi. Dia mengamati dengan serius mulai dari alis pedang Aska, tatapan tajam netra birunya, hidung mancung, lalu bibir plumpy, kissable, nan menggoda itu. Tangannya hampir terulur untuk mengusap buliran air di rahang tegas pria itu, tapi berhenti dengan cepat saat melihat perut six pack yang sedikit tertutup handuk. Sekarang dia ingin melepas handuk yang melilit pinggang Aska untuk melihat seberapa besar milik pria itu sampai membuatnya tidak bisa berjalan normal pagi ini. “Oh Sial!” rutuk Winny dalam hati ketika pria itu menatapnya tajam sambil mengusap rambut belah kirinya ke atas. Winny menahan napas sejenak. “Uhh… sangat seksi! Apa pria tampan ini yang tidur denganku tadi malam? Sepertinya aku bisa memaafkanmu karena kau sangat seksi!” "Selamat pagi, Suami," sapa Winny sembari mendatangi Aska dengan jalannya yang sedikit sulit. Dia kemudian menggamit lengan pria itu, sambil menyunggingkan senyum lebar. "Suamiku yang paling tampan ingin sarapan apa hari ini?" Aska meletakkan tangannya di dahi Winny. "Tidak demam lagi. Apa Haris memberikan obat yang salah?" "Huh?" Aska mengernyit saat memikirkan sesuatu. Dia kemudian menekan kedua bahu Winny, dan memojokkan wanita itu ke dinding kamar. Dengan raut penuh amarah, dan niat membunuh di netra birunya, bariton sedikit serak pun membuat pendengar merinding. "Apa ini cara barumu untuk melarikan diri dariku?" “What?” "Dengar, Winny Anastasia, aku lebih suka tinggal bersama mayatmu daripada membiarkanmu pergi dariku." Sumpah demi apapun, Winny tidak merasakan nada bercanda sama sekali dari perkataan Aska. “Apa pria ini gila? Aku menawarkan sarapan, tapi dia ingin membunuhku? Mommy Oki! Pria tampan ini sangat menyeramkan! Aku mau pulang!” Dalam ketegangan tingkat tinggi itu, otak Winny berpikir cepat. Dia mengingat kembali isi novel, dan ingatan yang ditinggalkan Winny kepadanya. Akhirnya dia mengerti alasan dari sikap Aska saat ini. "Pantas saja Aska marah," pikirnya. "Apa yang harus aku lakukan? Terus bertingkah manja dan merayunya? Atau kembali seperti Winny dalam novel?" Winny memejamkan mata selama sedetik, kemudian ekspresinya berubah. Dia memasuki mode akting, lalu menatap Aska penuh kebencian. Pria di depannya telah menipu ayahnya dalam permainan saham... membuatnya terlilit hutang... membunuh ayahnya... mengambil alih perusahaan ayahnya... memaksa menikah dengannya... memaksa berhubungan intim dengannya... dan membatasi geraknya... Dia benci semua hal dalam diri Aska... Bahkan menghirup udara di ruangan yang sama dengannya membuatnya mual... Kenapa harus ada pria berengsek seperti Aska di dunia ini? Winny tertawa pelan, tawanya mengandung penghinaan. "Bagaimana rasanya mendapat pujian dariku? Kau menikmatinya?" "Kau─" Winny menyentak tangan Aska yang masih mencengkeram bahunya, tapi pihak lain malah semakin menekannya. "Lepas! Aku benci bersentuhan denganmu!" Aska menggemeretakkan gigi, masih mencari tahu kenapa wanita itu mendadak mengubah sikapnya beberapa detik yang lalu. Karena Aska tak kunjung melepaskan cengkeramannya, Winny membiarkan saja, tapi netranya telah diisi kebencian ekstrim. “Aku pikir kau sangat ingin mendapatkan perhatianku, sampai-sampai kau membuatku hampir mati di atas ranjang hanya karena mantan pacarku tersenyum dan menanyakan kabarku di perjamuan tadi malam.” “...” “Karena aku kasihan melihatmu sangat frustrasi, aku mencoba berperan sebagai istri yang baik. Lagipula anak haram tanpa ibu sepertimu pasti sangat mendambakan perhatian, kan?” Aska terbeliak, dan cengkeramannya semakin kuat. Sebelum kata-kata makian keluar, Winny kembali menyela. Menyeringai penuh kemenangan, Winny bertanya, “Bagaimana aktingku? Kau menyukainya? Aku bisa menjadi istri yang lembut dan sangat patuh seperti itu jika kau mau, tapi tentu saja ada harga yang harus kau bayar.” Aska meninju dinding di sisi kiri telinga Winny. Mengabaikan rasa sakit dari buku jarinya yang berdarah, dia menatap dingin wanita di depannya. Dia paling benci dengan kebohongan, tapi lebih benci lagi jika dikasihani! “Sepertinya kau sangat ingin menyusul ayahmu ke neraka,” ujar Aska dengan nada penuh kecaman. Winny masih menatap Aska dengan lekat, tanpa indikasi rasa takut sedikit pun. “Itu masih lebih baik daripada hidup bagai di neraka bersamamu.” “Bermimpilah! Aku tidak akan membiarkanmu pergi, bahkan pergi ke neraka sekalipun.” Aska lantas mundur selangkah dari hadapan Winny. "Lakukan akting itu lagi, maka aku akan membuat perhitungan dengan mantan pacarmu." “Jangan coba-coba menyentuhnya!” Aska menyeringai, tampak puas, meski netra birunya diisi sentuhan rasa sedih. “Akhirnya kau tahu menjadi takut.” Aska meninggalkan Winny. Dia mengambil pakaian di lemari, kemudian keluar kamar dengan membanting kuat pintu. Dia mengutuk kebodohannya barusan, yang hampir percaya kalau sang istri bisa bersikap lembut. Sungguh konyol! Bagaimana mungkin wanita itu akan menyukainya? Masih lebih bagus kalau kebenciannya bisa berkurang. Tapi semakin hari, rasa benci itu justru semakin bertambah. Semakin dia menyiksa dan mengekang, wanita ini malah semakin berani membantah dan semakin nekad melarikan diri dengan berbagai cara. Dia khawatir akan benar-benar membunuhnya dan tidur dengan mayatnya suatu hari nanti. Sepergian Aska, Winny memasuki kamar mandi di sisi kiri kamar. Dia terduduk di lantai sambil menekan dadanya yang masih berdebar-debar. "Aku pikir aku akan mati karena tatapan tajamnya... Hiks.... padahal tadinya kupikir tatapannya sangat seksi… Bagaimana dia bisa sekejam itu dengan istrinya? Apa dia benar-benar mencintai Winny? Kenapa aku hanya melihat rasa dingin di matanya? Penulis itu berbohong. Aska hanya maniak seks! Aska hanya ingin mengeksploitasi Winny untuk kepuasan egonya! Aku mau pulang... Aku mau Mommy Oki.... aku tidak mau jadi pemuas seks pria itu sekalipun dia sangat tampan! Mommy Oki… bawa aku pulang..." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD