Takkan Sanggup

1006 Words
Suasana rumah itu sangat sepi, meskipun ada penghuninya namun mereka tidak bersuara sama sekali. Hanya suara detak jarum jam dan hembusan angin yang terdengar mengisi kesunyian. Pikiran mereka lebih sibuk berkelana, berpikir apa yang akan terjadi ke depannya.   Tak sanggup rasanya jika Erick harus kehilangan Valeria dan anak mereka. Valeria bak jantung, dan Marchello seperti denyut nadi. Tapi Rebecca juga oksigen bagi Erick untuk bernapas. Dia tak akan pernah mampu kehilangan satu dari mereka dalam hidup Erick.  Erick merebahkan tubuhnya di sofa panjang ruang keluarganya. Sejak pertengkaran itu Valeri tidak membuka pintu kamarnya barang sedetikpun. Erick sangat khawatir, dia takut Valeria memiliki pikiran buruk. Dan parahnya berpikir untuk meninggalkannya sendiri.   "Papa, Papa tidur di kamar sama Ello saja," ucap Ello menghampiri Erick. Marchello sangat perhatian kepada papanya. Anak itu lebih dekat bersama Erick ketimbang bersama papa kandungnya sendiri. Alasannya hanya satu, Erick mampu menyentuh hati Marchello ketika anak itu belum mengenal dekat tentang ayah kandungnya.   Erick menatap Ello, dia menepuk kursi di sampingnya mengisyaratkan untuk duduk. Erick mencoba tersenyum lembut, mengacak pelan rambut anaknya.   "Di mana Princess Ella?" Erick tak melihat si cantik di sana. Padahal Ello dan Ella sangat kompak, dan selalu bersama.   "Ella sudah tidur di kamarnya, adik Rebecca juga," jelas Ello menyunggingkan senyumnya hingga deretan gigi putih s**u bocah itu terlihat, sungguh rapi.   Erick tersenyum, dia mengelus puncak kepala Ello penuh dengan kasih sayang.   "Kenapa kamu dan Ella bisa menerima Rebecca dengan mudah Prince? Bahkan kamu tahu Mama Valeria sangat marah dan tidak suka," tanya Erick. Erick merasa bingung, meski Ello tidak mengerti jelas tentang apa yang tengah terjadi di antara keluarganya. Namun bocah itu seperti menyayangi Rebecca sekak pertama kali Rebecca datang ke rumah.    "Bukankah dulu aku yang meminta adik dari kalian? Saat aku mengetahui bahwa aku memiliki adik tentu saja aku sangat bahagia Papa," jawab Ello membuat Erick tersentuh.   Inilah bukti bahwa darah tidak mempengaruhi suatu hubungan, Ello bukan putranya. Tapi mereka telah menjalin hubungan yang sangat erat melebihi anak dan ayah kandung. Ello membuat perasaan Erick terketuk, betapa Erick sangat beruntung memiliki Valeria dan Ello dalam hidupnya.   "Papa harap kamu melindungi adik-adikmu dengan baik, Prince," ucap Erick mengacak pelan kepala Marchello.   Ello mengangguk semangat. "Tentu saja Pa, Mama juga akan menerima Rebecca seperti aku menerimanya."   Dia tidak perlu menunggu perintah dari Erick. Marchello akan menjaga adik-adiknya dengan baik sebagai seorang kakak dan perisai bagi keluarganya.   Erick memeluk Ello, sungguh pemikiran Ello sangat luas dibanding anak seumurannya. Kerasnya hidup dan juga didikan dari keluarga mereka telah mengajarkan kedewasaan pada diri Ello.    ...... Pagi sudah menyapa semua manusia, Valeri menatap wajahnya di kaca. Betapa mengerikan mata cantik itu sekarang. Tapi dia tidak peduli, dia akan menutupinya dengan make-up. Valeri tau benar, ini takkan sempurna menutupi lukanya.   Valeri menoleh ke arah pintu di saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Suara asisten rumah tangganya membuat Valeria menekan tombol open di remot otomatis yang terhubung ke arah pintu.     "Nyonya, Nona Rebecca tidak henti-hentinya menangis," ucap Fitri sambil menenangkan Rebecca.   Rebecca menangis sangat kencang, tangannya melambai seakan ingin digendong Valeri. Valeri menatapnya sekilas dan membuang mukanya acuh. Sama sekali tak dipedulikan oleh Valeria.   "Di mana baby sitternya, Mbak?" tanya Valeria.   "Bibi Jessy keluar membeli kebutuhan rumah Nyonya, tadi Nona Rebecca masih tidur makanya saya meminta Bibi Jessy berbelanja dengan Pak Sarman," jelas Mbak Fitri.   Valeria menatap Rebecca sejenak, kemudian matanya mengarah kepada Mbak Fitri.   "Besok lagi jangan berikan tugas apapun untuk Jessy, Mbak. Biarkan dia fokus merawat anak itu. Bawa pergi dia dari sini, aku tidak suka melihat wajah anak itu," tegas Valeri tanpa mau melihat Rebecca yang terus menangis.   "Tapi Nyonya-"  "Aku bilang bawa pergi!" teriak Valeri membuat Mbak Fitri berjingkat kaget dan semakin membuat Rebecca menangis kencang.   Valeri menoleh ke arah Rebecca yang tengah menangis, sisi keibuannya seakan hidup melihat wajah Rebecca yang memerah dan basah karena air mata. Namun kilasan pertengkaran semalam dan kenyataan bahwa dia anak selingkuhan suaminya membuat sisi keibuannya lenyap begitu saja.   "Coba Mbak lihat pampersnya, mungkin saja penuh dan harus diganti," ucap Valeri diangguki Mbak Fitri.   Mbak Fitri pergi meninggalkan kamar Valeri, Valeri menatap Rebecca yang terus menangis memandangnya. Valeri memejamkan matanya, dia harus kuat dalam cobaan ini. Saat dia harus mengorbankan egonya untuk kebahagian Ello, maka dia harus siap membekukan hatinya untuk anak itu.  Ponsel Valeri berdering, orang suruhan dari toko perabotan rumah tangga sudah datang. Valeri segera menemui mereka di luar rumahnya.   "Kalian langsung bawa masuk aja semuanya," perintah Valeria.  Para pekerja mengangguk, mereka berdua langsung mengikuti Valeri masuk ke dalam rumah dengan springbad berukuran besar yang mereka angkat.  "Letakkan di sana," tunjuk Valeri pada kamar kosong yang memang diperuntukkannya untuk koleksi tas, sepatu dan juga aksesoris lain kesukaannya.  "Ada apa ini Rose?" tanya Erick yang menghampiri Valeri saat dia mendengar suara barang-barang bergeser serta keributan di sana.  Valeri menatap sekilas Erick. "Aku akan mengubah kamar ini menjadi kamar pribadiku," jawab Valeri membuat Erick menatapnya tajam.    Kamar pribadinya? Apakah itu artinya Valeria dengan tegas melayangkan bahwa hubungan mereka berdua tidak akan baik-baik saja? Apakah Valeria tengah memberikan Erick pelajaran atas pilihan yang sudah dia ambil?   "Ikut aku!"   Erick menarik tangan Valeri, dia membawa Valeri ke kamar utama dan menguncinya.  "Jangan macam-macam Erick!" desis Valeri.  "Kenapa, bukankah kita sudah melakukan berbagai macam?" tanya Erick menatap nakal ke arah Valeri.  Valeri membuang mukanya, sedangkan Erick menghembuskan napas panjangnya entah sudah yang ke berapa kalinya.   "Semarah inikah dirimu Rose? Aku bahkan belum menjelaskan apapun padamu," tanya Erick menahan sesak dalam dadanya.   Valeria menatap Erick sinis. "Aku merasa ini sudah sangat jelas, sebelum perce-"  Erick dengan cepat mencium bibir Valeri hingga membuat wanita iti terdiam.    "Mungkin aku harus mencium bibir indahmu itu terus menerus saat kita lagi beradu argumen agar kau tidak mengatakan kata bomerang itu. Takkan ada yang bisa menghapus namaku di belakang namamu!" tegas Erick sekali lagi.     Tak akan pernah Erick membiarkan Valeria keluar dari hidupnya. Erick telah mengambil sumpah untuk terus mempertahankan pernikahannya dengan Valeria. Masih ada secercah harapan di mana Erick meyakini jika suatu hari nanti Valeria akan menerima Rebecca sebagai anaknya.   Erick terlalu mencintai istri dan anak-anaknya, hingga tak pernah sanggup berjumpa dengan kata pisah.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD