Makan Malam Pertemuan

1035 Words
"Selamat datang di rumahku sahabatku, Arman." Sambutan hangat dari Danu Anggara membuat keluarga Arman Hendaru senang. Mereka berjabatan tangan. "Rumahmu luar biasa, Dan. Aku sampe kagum," puji Arman seraya mengedarkan pandangannya, masih mengagumi setiap interior bangunan itu. "Lama tak berjumpa, kamu sudah jadi orang sukses," lanjut Arman. "Biasa saja, Man. Kamu jangan berlebihan begitu." Danu merendah dengan senyum ramah begitu pun dengan Alya istrinya. Rosalin menilai sejauh ini keluarga Anggara ini adalah type orang kaya yang tidak sombong, mereka sangat ramah dan rendah hati, Rosalin sedikit bahagia mengetahui faktanya. "Ini, ini siapa, Man? Putrimu?" tanya Danu menunjuk pada Rosalin yang masih bediri di belakang kedua orang tuanya. "Oh iya, ini Dan, perkenalkan dia putri semata wayangku." Arman dan Anna menoleh pada putrinya, dan menyuruhnya untuk berdiri di antara mereka. "Rosalin, salam sama Om dan Tante!" titah Anna. Rosalin tersenyum manis, mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Danu. "Salam kenal, Om Danu." Rosalin mencium punggung tangan lelaki paruh baya itu, lalu berganti pada Alya. "Salam kenal, Tante." Lalu Rosalin kembali berdiri tegak dengan senyum yang tersemat. "Cantik anakmu, Man. Sangat cocok sama anakku ini yakan, Mah?" puji Danu, dan diangguki oleh istrinya. "Terima kasih, anakku memang cantik kaya ibunya." Arman tersenyum melirik istrinya. "Apaan sih, Pah. Bikin malu saja." Anna mencolek lengan suaminya, wanita itu jadi malu gara-gara suaminya yang sangat menggemaskan di mana pun ia berada, merayu tanpa tahu tempat. Rosalin dan yang lain hanya mengulum senyum melihat interaksi kedua orang tua Rosalin yang selalu harmonis. "Kalian ini bikin iri saja ya, Mah." Danu memandang istrinya yang juga tersenyum saja. "Sudah waktunya makan malam, Papah ajak keluarga Pak Arman langsung ke ruang makan saja. Mamah panggil Niko lebih dulu." "Iya, Mamah cepat panggil anak itu, kenapa lama sekali tidak turun-turun." "Iya, Pah ... ya sudah saya tinggal dulu yah," pamit Alya lalu diangguki oleh keluarga Hendaru. "Ya udah yuk kita ke ruang makan, silakan!" ajak Danu mengarahkan mereka semua ke arah ruang makan. Danu mempersilahkan mereka untuk duduk, sambil menunggu putra dan istrinya datang Danu mengajak berbincang ringan saja. *** Di dalam sebuah kamar, terdengar obrolan dari dua orang laki-laki yang tampannya melebihi taraf standar pria. "Apa Tuan yakin ingin melakukan ini lagi? Tuan Danu pasti akan marah dan tidak lagi mengampunimu jika perjodohan ini gagal lagi seperti sebelum-sebelumnya." Seorang asisten dengan pakaian formal, berdiri di samping seorang pria yang sedang mematut dirinya di depan kaca rias. Pria tampan itu tersenyum menatap penampilannya di dalam pantulan cermin. "Saya tidak peduli, Hel. Ini hidup saya, saya tidak suka dijodoh-jodohkan, apalagi untuk wanita yang tidak tulus pada saya." Nikolas sudah selesai dengan tatanan rambutnya, dia menaruh sisirnya di atas meja dan berbalik menatap asistennya. Nikolas mulai bersikap aneh. "Bagaimana, apakah aku ... sudah tampan, Hel?" tanyanya dengan suara yang lembut, dan jangan lupa senyuman manisnya. Helmi tersenyum, jujur saja dia mulai geli saat melihat bosnya mulai lagi. Setiap kali ada perjodohan maka Nikolas pasti akan berlagak kemayu demi menghindari pernikahan. Sejauh ini usaha Nikolas selalu berhasil, setiap gadis yang datang pasti akan kabur setelah bertemu Nikolas yang kemayu, lagian gadis mana yang mau menikah dengan pria yang dianggap tidak normal seperti itu. "Anda sangat manis, Tuan Niko," puji Helmi seraya tersenyum canggung, aslinya jijay bajay. Nikolas terkekeh melihat asistennya. "Kamu terlihat jijik sekali Hel melihat saya." "Tidak, Tuan. Bu-bukan begitu." Helmi jadi gugup, dia takut Nikolas tersinggung. Nikolas tersenyum. "Tidak apa-apa, biasa saja," ucap Nikolas yang selalu berbahasa formal dan gayanya yang kalem. Saat ini Alya tampak sampai di depan pintu kamar putranya, wanita itu mengetuk pintu tiga kali. "Niko, ayo turun, Nak! Mereka sudah datang!" seru Alya. Nikolas melirik pada pintu, dan menjawabnya, "iya, saya akan turun sebentar lagi!" sahutnya dengan suara normal. Alya tersenyum, lalu kembali berseru, "mamah tunggu ya, Nik. Awas jangan lakukan hal macam-macam, jangan buat papahmu marah lagi!" peringat Alya. Wanita itu kemudian meninggalkan depan pintu kamar Nikolas, menuruni tangga dan menyusul ke ruang makan. Nikolas menghela napas, jujur ia tidak mau membuat papahnya marah, tapi Nikolas sungguh-sungguh tidak mau menjalin hubungan apa pun dengan seorang wanita saat ini. "Kamu turunlah lebih dulu, saya akan menyusul," titah Nikolas pada Helmi dengan nada serius. Helmi mengangguk patuh. "Baik, Tuan." Pria itu lalu melangkah keluar dari kamar, sementara Nikolas kembali mematut di depan cermin untuk menguasai dirinya, aktingnya jadi pria kemayu harus sukses. Di uang makan, Alya tampak baru sampai dan langsung duduk di dekat suaminya. "Loh ... Niko-nya mana, Mah?" tanya Danu. "Katanya nanti sebentar lagi turun, Pah," sahut Alya, dia pun kemudian menatap pada ketiga orang lainnya. "Harap sabar menunggu, Nikolas memang suka lama kalau sedang siap-siap," ucap Alya merasa tidak enak pada keluarga Rosalin. "Tidak apa-apa, Jeng. Kami akan sabar menunggu," sahut Anna dan diangguki oleh Arman, sementara Rosalin hanya tersenyum saja menanggapinya. Tak lama Helmi datang ke ruang makan, Rosalin dan kedua orang tuanya terpaku pada ketampanan dan kegagahan Helmi, Arman dan Anna tersenyum saat melihat asisten Nikolas itu. "Dan, ini putramu?" tanya Arman saat Helmi sampai di dekat meja makan. Danu dan Alya melirik pada Helmi, dan dengan sopan pria itu membungukkan sedikit punggungnya untuk menyapa seraya tersenyum tipis. Rosalin pun mulai membatin. "Gila sih, ini mah ganteng dan gagah banget, lihat saja mamah langsung senyum-senyum ngelirik gue, gue kesel aslinya." Rosalin tidak memberi senyum puas, hanya sekedarnya saja, sebelum Danu menjawab pertanyaan papahnya tadi. "Oh, ini Helmi, dia asistennya putraku." Mendengarnya, Rosalin kembali membatin sambil memperhatikan penampilan Helmi. "Makin gila aja, asisten-nya aja sekeren ini, gimana bosnya? Makin girang aja mamah gue ntar!" Rosalin melirik mamahnya yang seperti sedang mengatakan 'Tuh, kata mamah juga apa, calonmu pasti ganteng dan gagah. Asisten-nya aja begini apalagi bosnya' kira-kira seperti itulah Rosalin mengartikan lirikan mata Anna. "Oh, kirain putramu, Dan," ucap Arman seraya tertawa ringan karena salah kira. "Hel, Niko-nya mana?" tanya Alya. "Kata tuan muda, dia sebentar lagi akan turun, Nyonya," sahut Helmi sopan. "Ya sudah, kamu duduk sana!" titah Alya. "Baik, Nyonya." Helmi mengangguk lalu mengambil kursi di hadapan Arman. "Helmi ini sudah kami anggap seperti putra sendiri, dia yang selalu ke mana-mana menjaga Niko." Danu menjelaskan. Arman dan Anna mengangguk paham seraya tersenyum, setelahnya tak lama terdengar suara langkah kaki yang mengalihkan atensi semua orang. Rosalin duduk dengan gelisah di tempatnya, menunggu sosok pria yang akan dijodohkan dengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD