bc

Merawat Jerawat

book_age12+
617
FOLLOW
4.4K
READ
family
powerful
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Dering telepon itu terus mengganggu sang pemilik yang tengah terlelap, dengan bermalas-malasan sang pemilik mengangkat panggilan yang diterimanya kesekian kali dipagi harinya.

"Hm, apa?" ucap si gadis pemilik gawai, Numa Saira Nasrin.

"Nggak lupa, kan? Kita ada janji pagi ini, Num." balas si penelepon, Galih Pranaja.

"Iya, iya." sahut Numa, sambil berjalan sempoyongan menuju cermin rias dikamarnya, "Gal!!!" pekik gadis itu saat melihat pantulan dirinya dikaca.

"Apa?" jawab Galih santai.

"Jerawatku nambah lagi."

"Sudah kuduga. Makanya kalau mau tidur itu cuci muka dulu, Num. Makananmu oasti kebanyakan minyak. Ya udah sana cuci muka, mandi juga. Jangan sampai nggak jadi ketemu cuma gara-gara jerawat. i'm okay with that." ujar Galih yang langsung menutup panggilannya saat itu juga.

Sedangkan Numa masih terpaku didepan kaca, "Kenapa tuhan, kenapa?" ratapnya kemudian.

chap-preview
Free preview
Tak Semulus Wajah Mbak Hye Kyo
    "Kenapa sih kamu dari tadi senyam senyum sendiri sambil ngeliatin hape terus?" Nada risih cukup terdengar dari pertanyaan yang diajukan oleh pria didepanku. Galih Pranaja. Seorang lelaki Jawa yang bekerja sebagai arsitek. Kami sudah berpacaran sejak tahun terakhir Galih diperkuliahan. Baiklah sekarang giliranku memperkenalkan diri, namaku Numa Saira Nasrin. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Aku pacarnya Galih, dan Galih pacarku. Udah yaa.     Lanjut ke percakapan kami sebelumnya, kuletakkan gawaiku diatas meja kafe kemudian memandang Galih, "Tau gak Gal? Aku kemarin ke konter brand Korea-"  belum usai aku berbicara, pria didepanku ini sudah lebih dulu memotong perkataanku, "Terus kamu mau beli produk mereka gitu, karena kamu pikir bakal cocok dikulit kamu?” Spontan saja tingkahnya itu membuatku jengkel, "Apa?" tanya Galih dingin saat aku hanya diam sambil melihatnya.     "Kenapa motong omongan orang sih?" protesku.       Diangkatnya salah satu alisnya, "Aku itu sudah tahu apa yang mau kamu omongin, kamu itu mbok ya sekali-kali belajar dari pengalaman. Terakhir kali kamu pakai produk dari luar negeri itu, kamu jadi makin parah jerawatnya.” Ucapnya membalas perkataanku. "Ih, bisa aja itu karena memang nggak cocok aja sama kulitku. Aku tuh juga pengen punya wajah mulius gitu. Emangnya kamu nggak pengen punya cewek yang cantik mulus gitu?"     “Terkadang yang dilihat pria dari wanita itu bukan cuma wajahnya, tapi hati dan perilakunya juga dilihat sama pria. Apalagi kalau laki-laki itu mau serius sama wanitanya, tahu mau dibawa kemana hubungan, dan intinya dalam hubungan yang serius.” jelas Galih membuatku terbengong-bengong menatapnya. Dulu pernah kudengar dari seseorang jika seorang pria serius terhadap wanitanya maka si pria akan menerima wanitanya bagaimanapun keadaan fisiknya. Dan sekarang aku mendengarnya dari Galih. Tapi tetap saja, ada rasa minder yang kurasakan setiap kali pergi bersama dengan Galih namun keadaan wajah tak semulus Galih.     Belum sempat aku membalasnya, Galih sudah lebih dulu menyambung perkataan yang sebelumnya, “Tapi kalau kamu mau lebih bersihan sih gak apa-apa. Seringin mandi pagi tiap liburan, jangan sering makan gorengan, kalau mau ngiuyek-nguyek muka itu pastiin tangannya bersih dulu, rajin olahraga, dan hidup sehat.”     “Kok kamu paham banget sih begituan? Kamu perawatan ya?” tanyaku sambil menunjuk kemukanya dengan garpu kue.     “Ck, enggak ya. Udah ah awas garpumu.” katanya sambil menyingkirkan garpu didepan wajahnya. “Jawab dulu kenapa kamu bisa tahu?” Kulihat Galih menarik napas, kemudian mengeluarkannya dengan perlahan, “Dari Bunda, bunda sering bilang ini itu tentang perawatan setiap dia selesai dari klinik kecantikan, atau dengar dari video yang biasa dilihat bunda.” katanya sambil meminum kopi miliknya. “bunda itu begini karena gak ada anak perempuan,  jadinya aku yang dia ajak ngobrol masalah beginian. Sejujurnya terkadang aku gak ingin denger ini itu masalah perempuan.”     “Ih gak boleh gitu, Tak aduin ke Bunda ya nanti.” Ucapku mengancamnya. "Aduin aja. Malah disuruh perawatan sama Bunda ke klinik langganannya. Mungkin Bunda seneng banget akhirnya ada yang bisa diajak perawatan bareng, ngobrolin hal-hal tentang cewek." Jawabnya santai.     "Nyebelin." Kataku sambil menggigit kue sus kesayanganku. "Oh iya, Bunda sama Ayah apa kabar?" tanyaku. "Baik-baik aja, sehat. Bunda masih lincah dan cerewet seperti biasa." Jawabnya cuek.     "Aku kangen Bunda." Ucapku, barulah dia mau melihatku, "Teleponlah!"     "Udah kemarin malam."     "Oh." Dia itu selain ganteng, juga gak bisa ngelanjutin topik pembicaraan disaat aku gak ada topik baru. Setelah itu hanya ada sunyi diantara kami, kuputuskan untuk memanggilnya, "Gal," dan lihat! Anak tunggal Bunda cuma melirikku saja, kemudian beralih ke ponselnya.     "Ihh! Galih dengerin aku mau ngomong." Kataku sambil merebut gawai hitam miliknya. Dan dia tidak akan merebutnya, kecuali kalau ada hal penting. "Ya udah ngomong." Ucapnya. Kuamati wajahnya, "Kamu ngerasa kalau kamu ganteng nggak sih?" Ogeb, ngapain harus tanya. "Menurutmu?" tanyanya sambil mengeluarkan seringai khasnya. Ahhh Galih bisa gak sih gak ganteng.     "Loh, aku tanya kamu ini."     "Kata Bunda sama Ayah aku ganteng. Kenapa?" jawabnya percaya diri.     "Kemarin tuh, aku gak sengaja lihat ada satu komentar di foto yang kamu upload di **, ada komen gini, ‘Ih, masnya kok mau upload foto bareng sama penggemarnya sih.’ Gitu." Keluhku sambil meminum jus jambu milikku. "Kamu ngecekin akunku? Aku gak terlalu merhatiin komentar mereka." Jawabnya santai, kelewat santai malah. "Kamu baper karena itu?" lanjutnya. Dia memang jarang buka aplikasi itu di ponselnya. Padahal aku yakin dia punya ratusan foto kece yang bisa dia share. Padahal dia bisa aja jadi selebgram karena itu.     "Are you okay with me?" tanyaku padanya.     "Numa. Entah aku gak tau harus bilang ini berapa kali lagi sama kamu. Aku bisa nerima kamu. Jerawat kamu gak separah pas kita baru awal pacaran. Sekarang udah mendingan. Kamu harus bersyukur karena itu." Baru aku akan membuka mulut untuk mendebatnya, dia sudah lebih dulu memberiku lirikan tajam disertai gelengan. "Lagian ya Sayang, aku gak masalah kamu cantik segini aja pas kita pacaran. Cantik banget pas udah jadi istriku aja." Kemudian dia memilih bersandar dikursi dengan santainya. Santai banget. Dan bisa-bisanya aku merona karena argumennya.     "Meskipun aku gak punya wajah semulus Song Hae Kyo?" tanyaku. "Siapa?” Oh iya aku lupa kalau dia bukan lelaki yang suka menonton drama, ataupun mengikuti perkembangan media sosial. "Itu loh, artis Korea. Ini nih." Kemudian kutunjukkan sebuah foto dari ponselku padanya. "Oh, cantik juga. Tapi aku nggak masalah dengan kamu yang sekarang. Toh kalau kamu diminta kek dia bakalan susah."     "Kok gitu?"     "Karena pastinya dia ngerawat apa yang jadi asetnya dia, gak kayak kamu."     "Resek banget sih, Ana!" protesku sambil mengetuk-ngetukkan ponsel kesayangannya ke atas meja kafe.     "Hei!" ujarnya dibarengi dengan merebut gawainya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Unpredictable Marriage

read
280.7K
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
984.7K
bc

The Prince Meet The Princess

read
182.0K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Dependencia

read
186.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook