4. Salah lagi.

1228 Words
Berjalan menyusuri koridor, Rindu berniat akan pergi ke ruang kelas nya. Namun ia hanya berdiri kaku, kala melihat Meta yang sedang di bully oleh para gadis itu. Selama ini Rindu cukup pengertian, kenapa Meta selalu menjadi alasan Dilan pergi meninggalkan dirinya. Itu karena Meta memang selalu menerima bullyian. tidak tahu kenapa, hanya saja, gadis itu memang selemah dan selembut itu. Menggelikan! Tetap berada di tempatnya, selama mereka para gadis itu tidak terlalu keterlaluan dan tidak menyakiti tubuhnya Meta. "Lo itu penghancur hubungannya Dilan sama Rindu. Lo itu suka kan sama Rindu?" gadis itu mencengram rahangnya Meta dengan kuat. "Si rindu itu baik, dia diem aja pas lo ambil pacarnya. Tapi kalau gue jadi dia. Gue bakal hancurin wajah lo! biar si Dilan enggak mau lagi sama lo!" perempuan itu mengeluarkan jus dari dalam tasnya lalu di siramkan pada kepalanya Meta. Lalu dua gadis lainnya menahan kedua tangannya Meta. "Lo cewek yang sok lemah di depan Dilan, biar apa coba? biar dia lindungin lo, kaya cinderella, iyakan?" Rindu sekali lagi hanya terdiam berdiri di tempatnya saja. "Jangan, sakiitt ....," gadis itu sepertinya menjambak rambutnya Meta. "Karena Dilan udah lepas dari Rindu. Ada baiknya kami juga ngalah. Dilan itu milik gue. Gue udah lama suka sama dia!" ujar Wenda lagi. Dia memang sejak dulu naksir Dilan. Namun Dilan malah menyatakan perasaannya pada Rindu. Eh, malah itu adalah awal dari luka yang diberikan Dilan. Karena setelah acara menembak itu, Dilan malah pergi nonton bersama Meta. Ah, sudahlah Rindu. Jangan dipikirkan lagi. "Eh, sudahlah! kalian jangan gitu lah!" Rindu pada akhirnya datang menghentikan pembulyyian itu, merasa tidak tega melihat Meta dijambak. Wenda, Leni, dan Ratu pun menghentikan aksinya. Mereka menatap Rindu. "Yakin lo? bukannya lo seneng gue bully dia. Selama ini, diakan yang bikin lo sama Dilan gak kaya orang pacaran. Dia itu benalu yang enggak tahu diri!" ujar Wenda. Rindu menatap Meta dengan prihatin. "Lo pergi deh, bersihin diri lo." ujarnya pelan. Lalu Meta pun pergi, namun sebelum jauh. Ia malah bertemu dengan Dilan. Laki laki itu membuka jas yang dipakainya lalu di pakaikan pada Meta dengan begitu lembut dan cemas. "Ya ampun! ini siapa yang ngelakuin ini sama lo?!" dia memegang kedua sisi wajahnya Mera. Membersihkan dengan tisu. Tentu saja hal itu tidak lepas dari pandangannya Rindu. Wenda tersenyum. "Lo liatkan? perhatian banget. Menurut lo itu wajar enggak sih? salah enggak sih kalau gue bully dia buat gantiin lo?" ujarnya. Rindu tidak menyahut. Hatinya mungkin terlalu sakit. Sampai ia kehilangan kalimat untuk bersua. "Gue tahu sakitnya kaya apa, Rin. Tapi lo tenang aja. Kita siap ko, buat balas semua sakit hati lo!" sambung Ratu. Rindu menggeleng. "Enggak ko, enggak perlu. Gue juga udah enggak peduli. Mereka enggak penting!" Rindu melangkah menjauhi ketiga gadis itu. Sepertinya ia harus segera mencari udara segar. Namun sayangnya ia harus tetap melewati sepasang manusia itu. "Kamu! tunggu!" Berharap Dilan tidak menahannya. Namun tentu saja tidak mungkin. Laki laki itu pasti berpikir kalau Rindu lah yang melakukan hal k**i itu. "Apa?!" tanya Rindu acuh, tanpa melihat ke arah keduanya. "Kamu ko tega banget giniin Meta, sama teman teman kamu yang enggak bener itu!" Tuduh Dilan. Awalnya Rindu ingin membela diri. Namun sayangnya ia sepertinya akan lebih nyaman kalau tetap terlihat menyebalkan di mata laki laki itu. "Kita itu udah putus! kamu enggak ada hak loh! buat sakitin Meta! Kamu liatkan dia itu enggak seberani kamu yang bebas nyakitin anak orang!" Dilan menggandeng Meta yang sedang terisak. Ah, Meta itu punya mulut. Dia bisa lah berkata kalau yang melakukan itu bukanlah Rindu. Kenapa Meta malah diam saja. "Yang suka nyakitin orang itu siapa? aku atau kamu?" tanya Rindu dingin. Membuat Dilan terdiam, dengan tatapan terarah pada Rindu. Seolah apa yang telah dikatakan Rindu adalah sebuah kebenaran. Atau ..., Dilan memang mengakui dirinya salah? "Tapi Meta enggak salahkan?" tanya Dilan lagi. Tetap membela gadis itu dengan sepenuh hati. "Iya, Meta enggak salah. Kamu juga enggak salah. Karena semuanya aku yang salah. Aku salah kenapa harus nerima kamu. Karena sebenarnya yang kamu suka bukanlah aku. Tapi Meta kan?" kemudian Rindu segera enyah. Mereka sudah putus hampir seminggu. Tapi Rindu masih saja memiliki rasa sakitnya. Iya, aku yang salah ..., *** "Eh, tuh mantan lo!" Seru Pian. Membuat Dilan yang tengah duduk bersebelahan dengan Meta menatap ke arah Rindu yang sedang berjalan menuju stand makanan. Saat ini mereka sedang berada di kantin. "Rindu perasaan tambah cakep ya, pas udah putus sama lo!" ujar Pian lagi. Dan karena apa yang dikatakan Pian itu. Dilan kembali menatapnya dengan lekat. Tidak tahu apakah ada yang salah dengan dirinya. Kenapa menatap gadis itu mulai menyenangkan. Meta yang merasa kalau Dilan menatap gadis itu tanpa berkedip, dia menyenggol lengannya Dilan. "Kalau kamu masih suka, kenapa kalian putus?" ujarnya. Dilan menatap Meta. "Kita udah enggak cocok aja. Dan agar aku bisa sama kamu terus. Nemenin kamu terus." "Aku enggak apa apa ko, aku enggak setiap menit sakit kan?" Dilan mengusap kepalanya. "Aku enggak mau lehilangan moment saat sama kamu." "Tapi kamu akan kehilangan setiap gadis yang kamu suka." "Mereka bertemu denganku setelah berada di sekolah ini. Sedangkan kita, kita bersahabat ketika kita sama sama berada di TK." Meta menghela napas lega. "Terima kasih ya Dilan. Kamu selalu baik dan perhatian sama aku. Aku enggak tahu kalau enggak punya kamu. Mungkin aku akan mati sendiri." ujarnya sedih. "Shhtt, jangan ngomong yang enggak enggak. Kamu enggak akan mati. Banyak ko, yang sakit canser tapi akhirnya sembuh. Kamu juga seperti itu. Dan kamu juga harus percaya." Dilan menggenggam tangannya Meta. "Oh, iya Lan. Tadi tuh, yang bully aku bukan Rindu. Tapi Wenda, Ratu dan Leni!" Tangan yang hendak menyuap bakso itu berhenti di udara. Dilan manatap Meta dengan kerjapan. "Jadi ...," hatinya terasa mencelos. "Rindu yang nolongin aku. Tapi kamu malah marahin dia. Aku tadi gak sempet bilang. Kamunya enggak kasih kesempatan, soalnya. " lebih tepatnya Meta tidak mau dipandang buruk oleh Dilan. Kenapa dia tidak mengatakannya tadi saja. Ah, tentu karena ia ingin sekali memperlihatkan sebuah kekuatan pada siapapun yang ada di sekolahnya. Bahwa Dilan hanyalah akan melindunginya. Dilan terlihat menghela napas dalam. Bagaimana bisa ia menghadapi Rindu. Gadis itu pasti akan semakin membencinya. "Enggak apa apa. Biarin aja." memilih melanjutkan makan bakso, meski kali ini rasanya jadi hambar. Pian hanya terdiam, selagi menikmati makan siangnya. Ia pernah mendengar Dilan cerita, kalau Meta itu sedang sakit. Dan itulah sebabnya, kenapa Dilan lebih mementingkan Meta, dari pada pacarnya. Sementara ini di depan stand makanan, Rindu masih mengantree. Sepertinya hari ini udah agak siang. Salahnya Rindu, ia harus melihat semua hasil penjualan kosmetiknya dari Abijar terlebih dahulu. Sehingga ia malah datang ke sana agak telat. "Pak, baksonya satu porsi ya ...," ujar Rindu. "Eh, si eneng. Kenapa telat atuh. Baksonya udah habis." ujar si amang tukang bakso. Rindu terlihat merenggut. "Ya udah mang, enggak--" "Aku udah beliin mie ayam kesukaan kamu. Ke sini yuk!" Sebuah tangan menariknya pelan. Dilan lah pemiliknya. "Bakso nya udah habis kan?" tanya Dilan lagi. Dia tentu saja melihat itu. Dilan pun membeli mie ayam untuknya, sekalian ingin meminta maaf untuk kesalah fahaman yang tadi pagi. Rindu hanya menatap Dilan untuk beberapa saat. "Lo ngomong sama gue?" tanya Rindu. Gadis itu menunjuk dirinya. Dilan memgangguk. "Iya, lo pikir gue ngomong sama siapa?" "Ya, enggak. Gue pikir, lo bukan ngomong sama gue." "Kenapa bisa ngomong kaya gitu?" Rindu menghela napas, dan menarik lengan yang dipegang lembut oleh Dilan. "Ya, kan. biasanya cuma sama Meta lo sebaik ini!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD