BAB 5

1168 Words
Bagian 5 Tidak seperti yang Mia pikirkan, Pria itu sama sekali tidak mendatanginya sejak semalam. Namun bukan berarti Mia mengharapkan kedatangan pria itu. Hanya saja, hal itu membuatnya kembali berspekulasi bahwa pernikahan ini jelas salah satu rencana jahatnya yang sampai saat ini Mia masih belum tahu alasan apa pria itu sampai nekad untuk menikahinya. Seperti hari-hari sebelumnya, Mia terbangun dengan kondisi yang memprihatinkan karena sama sekali tidak mendapatkan tidur yang nyenyak. Dan mungkin saja ia tidak akan mendapat tidur yang nyenyak selama ia masih berada di tempat ini. Seorang pelayan yang biasanya datang untuk membawa kan Mia makanan, kini datang dengan tangan kosong. "Sarapan untuk anda sudah siap Nyonya." katanya dengan muka datarnya seperti biasa lalu berlalu pergi membiarkan pintu kamar terbuka dengan lebar membuat Mia langsung meloncat berdiri dari ranjangnya. "Sarapan untukku? Dimana? Bukankah kau biasanya membawa sarapanku disini?" tanya Mia sebelum pelayan itu pergi. "Tidak lagi. Ikuti saya Nyonya." jawabnya singkat terlihat tidak ingin menjelaskan apapun pada Mia. Pelayan itu membawa Mia ke ruangan dimana disana sudah di hidangkan beberapa jamuan makanan yang menurutnya melebihi dari cukup jika hanya dia yang harus memakannya. Salah satu dari mereka menarik kursi untuk Mia duduki, dan dengan ragu-ragu, Mia melangkah untuk duduk disana. "Apa ini semua untukku?" tanya Mia masih belum yakin. "Tentu." "Sebanyak ini?" tanyanya lagi sambil menaikan sebelah alisnya tidak percaya. "Kami hanya membuat apa yang Tuan Alex perintahkan saja." "Dan dimana dia?" "Kami tidak tahu, kalau begitu silahkan nikmati sarapan anda," katanya kompak, bersama yang lainnya mereka pergi ke belakang terlihat sengaja tidak ingin berlama-lama dengan banyaknya pertanyaan yang akan Mia lontarkan. Mia menatap makanan di hadapannya dengan tidak berselera. Kelihatannya memang lezat, tapi apa maksud pria itu menghidangkan makanan sebanyak ini hanya untuk dirinya sendiri? "Jadi kau akan terus menatap makanan lezat yang tidak berdosa itu dengan pandangan seperti itu?" suara berat seorang pria dari pinggir sana membuat Mia terlonjak kaget dan mendapati Alex tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya dengan tatapan meremehkan. "Astaga kau mengagetkanku." gumam Mia sambil mengelus dadanya yang kini terasa berdebar kencang. "Apa yang sedang kau pikirkan Istriku? Sampai kau serius sekali dan terkejut mendengar kedatanganku." Alex menarik kursi di sebelah Mia dan bergabung bersamanya sengaja datang kemari hanya untuk mengganggu wanita itu saja. Mia menatap Alex dengan tatapan marah sekaligus jijik mendengar pria itu menekankan kata istriku sebagai panggilan barunya. "Aku bukan istrimu! Itu hanya tertulis di sebuah kertas, tidak benar-benar terjadi." desis Mia. Spontan Alex langsung terkekeh. "Oh ya, berapa kali pun kau menyangkalnya. Kau sekarang telah menjadi istriku. Istriku." "Terserah kau, aku tetap tidak akan pernah mengakuinya bahwa aku adalah istrimu!" kata Mia keras kepala. "Apa kau marah padaku karena aku melewatkan malam pertama kita, hmm? Apa kau kecewa karena itu?" tanya Alex membuat pipi Mia langsung memerah karena pertanyaan itu terselip nada keintiman yang semua orang juga tahu dalam kamus pernikahan apa saja yang pengantin lakukan pada malam pertama. "Dalam mimpimu!" Pria itu nampak tak fokus dengan pembahasan yang sedang mereka bicarakan dan malah memperhatikan jemari Mia yang seharusnya di lingkari cincin pernikahan mereka. Dengan kasar, pria itu menarik tangan Mia dan menatapnya marah---Perubahan ekspresi yang sangat cepat. "Kenapa kau tak memakai cincin pernikahan kita?" tanya Alex dengan tatapan membunuh membuat Mia langsung berdesir takut. Mia tak langsung menjawab saking terkejutnya. "Aku meninggalkannya di dalam kamar ku." "Kau seharusnya tidak boleh melepasnya." desis Alex membuat Mia yakin bahwa pria itu sedang serius saat ini. "Kenapa? Apakah itu penting? Pernikahan ini hanya main-main kan untukmu?! Jadi untuk apa aku bersikap seolah aku menerima pernikahan ini? Hah?" Mia menegakkan pandangannya, tidak ingin terlihat takut di hadapan pria itu. Alex semakin mengeratkan cengkeramannya di pergelangan tangan Mia hingga tanpa sadar wanita itu meringis sakit. "Jaga ucapanmu Mia! Sekarang, aku ingin kau kembali ke kamarmu dan kembali memakai cincin itu. Lalu kau harus kembali kesini untuk memperlihatkannya kepadaku. Mengerti?" kata Alex tak terbantahkan menghempaskan cengkeramannya begitu saja tanpa peduli rasa sakit yang ia tinggalkan di pergelangan tangannya. Mia masih belum berkutik, malahan menatap Alex tidak percaya karena di perlakukan sekasar itu. "Apa kau mengerti apa yang ku ucapkan Mia?!" bentak Alex keras, hingga Mia langsung meloncat berdiri dan segera melaksanakan apa yang Alex perintahkan sebelumnya. Mia memasangkan kembali cincin pernikahannya dengan tangan yang bergetar. Masih terkejut dengan sikap pria itu yang tiba-tiba saja berubah drastis padahal sebelumnya dia terlihat seperti sedang bermain-main. Mia kembali turun dengan perasaan takut, pria itu masih berada di tempat sebelumnya seakan menunggu untuk melihat apakah Mia akan kembali dan melaksanakan apa yang ia perintahkan. Tapi Mia segera menggeleng keras. Ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan pria itu, jadi sekarang dia berjalan sambil mencoba memberanikan dirinya supaya ia tidak lengah dengan sikap misterius yang pria itu tunjukan kepadanya. "Apa kau puas sekarang?" tanya Mia memperlihatkan jemarinya yang kini sudah di hiasi kembali cincin pernikahan mereka. Alex tersenyum puas melihatnya, lalu tak lama ekspresinya kembali berubah muram melihat bekas cengkeramannya yang kini terlihat memerah. Pasti sakit sekali. Mia reflek menjauh saat tangan Alex terlihat terulur untuk menyentuh pergelangan tangannya kembali. Mereka berdua bertatapan cukup lama, tatapan yang tidak bisa mereka artikan satu sama lain. Alex kembali menarik pergelangan tangan Mia seperti niat semulanya. Tapi kali ini ia melakukan hal tersebut dengan penuh kelembutan. Sesaat Mia dapat melihat ekspresi menyesal yang pria itu tunjukan ketika melihat pergelangan tangannya yang memerah akibat cengkeraman kasar pria itu. Tapi hanya sesaat, sampai pria itu kembali memasang wajah datarnya. "Maaf, aku minta maaf." gumam Alex pelan lalu beranjak berdiri dan pergi meninggalkan Mia beserta kebingungannya atas sikap yang Alex tunjukan kepadanya. *** Sudah tiga hari berlalu semenjak kejadian itu, kemarahan Alex yang hanya di sebabkan oleh cincin pernikahan mereka. Pria itu tidak menampakan batang hidungnya sampai saat ini. Karena menanyakan hal ini kepada para pelayan yang sampai saat ini tidak pernah mau bersikap ramah padanya, itu sia-sia saja karena Mia sudah tahu dengan jelas apa yang akan mereka jawab nantinya. Seperti sengaja bahwa mereka di perintahkan untuk menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak akan membagi sedikit informasi apapun tentang pria itu. Tentu saja, selama tiga hari belakangan ini, Mia tidak diam saja. Benaknya terus berpikir keras untuk menemukan cara yang tepat melarikan diri dari tempat ini dan setelah itu menyelamatkan Papahnya lalu meminta penjelasan darinya atas semua kebingungan yang terjadi saat ini. Tapi sialan, pria itu memang tidak main-main untuk menjadikan Mia sebagai seorang sandera. Dia telah mempersiapkan semuanya dengan sangat rapi, terlebih keamanan di tempat ini. Suara detik jam menjadi satu-satunya pemecah sunyi di tempat ini. Matanya menerawang jauh ke atas langit-langit kamarnya yang di cat berwarna putih. Mia segera memejamkan matanya untuk membayangkan warna lain selain putih, setidaknya untuk menghilangkan rasa tertekan karena harus di tempatkan dalam keadaan yang memuakkan ini. Tanpa sadar, karena terlalu asik membayangkan warna-warna indah yang sudah lama tak ia lihat hampir dua pekan lebih ini, Mia tertidur dengan pulas, dan masuk ke alam mimpi dimana ia melihat langit begitu kelabu seakan hujan akan turun dalam satu kali kedipan saja. Namun, di ujung sana, langit di hiasi pelangi indah yang tampak berkilauan. Warna yang Mia rindukan.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD