Putramu Tampan Sekali

1048 Words
"Terkadang harus merasakan luka dulu untuk bisa merasakan bahagia, harus menangis dulu baru bisa tertawa lepas." **** Emelie kembali harus merasakan kekecewaan yang teramat besar, dia sama sekali tak menyangka. Sikap egois sang papa juga berimbas pada nasib si kecil Abyan Atlan, bocah berusia tiga tahun yang tidak tahu apa-apa. Yang Emelie tahu dari para biarawati yang kerab datang di komplek rumahnya untuk memberi pelayanan, tidak ada di dunia ini yang namanya anak haram. Semua bayi lahir dalam keadaan suci walau dia ada karena perbuatan haram kedua orangtuanya. Sehingga Emelie pun bisa menyimpulkan, yang haram itu adalah cara orang tua anak itu ketika menghadirkan mereka ke dunia, bukan anak hasil dari perbuatan tersebut. Emelie mencium kepala Abyan yang memiliki rambut sedikit pirang dengan penuh rasa sayang, bahkan pertanyaan dari putra tersayangnya itu pun tak bisa dia jawab. "Mommy! kenapa kita pulang? bukannya Abyan belum berkenalan dengan kakek." "Nanti kita kesini lagi ya, sekarang Abyan ikut mommy dulu pulang ke rumahnya Abyan," jawab Emelie membuat Dewanga dan Amira yang mengantar ke bandara tak bisa menahan rasa harunya. "Dek ! tak bisakah kau tinggal barang sehari lagi disini? mas ingin mendengar semua ceritamu tentang Ferina juga dirimu sendiri," pinta Dewanga pada adiknya ini."Kalau terkait visa, mas bisa uruskan perpanjangannya." "Bukan masalah itu, Mas! saya masih Warga Negara Indonesia." "Jadi apa masalahnya?" "Saya meninggalkan banyak pekerjaan dan tanggung jawab terhadap puluhan pekerja saya, Mas. Karena saya pulang ini hanya untuk Abyan, dan beberapa pekerjaan yang harus segera saya selesaikan." "Ya sudah, Mas minta alamatmu di London dan nomor ponsel terbarumu. Biar Mas bisa tahu kabarmu juga Abyan," ucap Dewanga penuh harap. Emelie lalu memberikan nomor ponsel juga alamat rumah beserta kantor miliknya untuk sang kakak yang dia tahu sangat menyayangi dirinya juga Ferina. "Kamu yang hati-hati disana, kalau memang ada laki-laki yang serius sama kamu, bilang sama Mas. Mas yang akan menemui dia." Emelie hanya tersenyum dan mengangguk, wanita itu menangis di pelukan sang kakak yang selalu menjadi pelindungnya dari kemarahan sang papa juga ledekan teman-teman mainnya semasa kecil hingga remaja. "Kangennya saja belum hilang, Emelie! kamu harus pergi lagi," ucap Amira saat memeluk adik iparnya. "Gampanglah Mbak! kita bisa video call atau jika Banyu dan Lintang libur panjang, telphone saja. Nanti Emelie kirim ticket buat kalian liburan ke London," sahut Emelie disertai senyumnya sementara Abyan tampak memeluk erat leher Dewanga. Tampak sekali kalau bocah itu sangat merindukan figur seorang ayah baginya. "Abyan biar sama Mas saja, ya Mel!" pinta Dewanga seraya menciumi pipi gembil bocah itu. "Jangan Mas! Abyan adalah penyemangat saya. Saya yang pertama kali menggedong saat dia dilahirkan, dan saya yang memberinya nama. Karena Abyan, saya jadi lebih semangat lagi dalam bekerja," ucap Emelie menolak permintaan sang kakak. "Kerja terus, pikirkan dirimu sendiri. Carilah pria yang benar-benar mencintaimu, dan menikahlah. Agar Abyan bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga." Emelie mengangguk mendengar permintaan sang kakak, dan waktu pula yang membuat mereka harus berpisah, walau berat hati sepasang kakak Emilie melepas kepergian sang adik untuk kedua kalinya. Namun kali ini tidak terlalu berat, karena mereka mengetahui kemana tujuan Emelie pergi tidak seperti sembilan tahun yang lalu. Saat berada di ruang tunggu, Emelie baru ingat kalau dia memiliki janji makan siang dengan salah satu kolega bisnisnya. Segera diambilnya ponsel dari dalam tas, dan mendapati banyaknya panggilan masuk dan juga pesan yang dikirim ke ponselnya. dari sekian banyak panggilan, Emilie hanya membalas panggilan yang di dapat dari Chandra dan pria yang mengajaknya makan siang, namun tidak dia hadiri. "Akhirnya, kau menelphoneku juga," ucap suara pria diseberang dengan nada senang."Saya sempat khawatir saat kau tak menjawab panggilanku," lanjut pria itu lagi. "Maaf! Saya tidak menghadiri undanganmu tadi siang," jawab Emelie . "No problem, makan siang bisa diganti dengan makan malam, bukan?" "Maybe." "Kau sekarang dimana?" "Bandara Yogya." "Apa? kau di Yogya? apa ini baru sampai?" tanya pria bernama Ravindra dengan nada sedikit kecewa. "Tidak! justru Saya akan pulang ke Jakarta," jawab Emelie yang tanpa melihat wajah Ravindra yang terlihat sangat senang. "Jam berapa penerbangannya?" "Setengah jam lagi naik ke pesawat!" "Oke, kalau begitu akan menjemputmu. Pesawat apa?" "Garuda." "Oke, Saya akan menunggumu di Bandara Cengkareng." "Tidak usah!" "Tidak ada penolakan. Sampai ketemu nanti." "Issh pemaksaan sekali," ucap Emelie saat Ravindra sudah menutup panggilannya. Emelie hanya menghela nafas singkat dan memasukan kembali ponselnya kedalam tas dengan terlebih dahulu menonaktifkannya. **** Suasana terminal kedatangan domestik di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta terlihat cukup ramai. Hilir mudik penumpang keluar dari pintu kedatangan, Seorang pria beberapa kali melongokkan kepalanya kearah pintu keluar mencari sosok cantik yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak semalaman. Dilihatnya jam mewah yang melingkar di lengan kirinya."Hemm sudah lewat sepuluh menit! apa pesawatnya mengalami keterlambatan?" gumam Ravindra seraya kembali mengamati semua orang yang keluar dari pintu didepannya. Dan senyum pria itu terukir saat sepasang mata coklatnya menangkap sosok tinggi dengan rambut gelonbang dan pirang berjalan keluar dari pintu kedatangan. Ravindra pun segera memanggil wanita yang sejak tadi ditunggunya itu dan melambaikan tangannya. Raut terkejut dan bertanya langsung tergambar di wajah pria berparas tampan itu, saat pandangannya tertuju pada seorang bocah laki-laki yang berada di gandengan Emelie. Bocah laki-laki yang sangat tampan juga menggemaskan dengan pipinya yang gembil. "Hei! lama menunggu?" tanya Emelie setelah berada dihadapan Ravindra. "Tidak! Saya baru tiba setengah jam yang lalu,"jawab Ravindra lalu beralih pada bocah laki-laki yang menatapnya dengan lekat. Dan Emelie yang melihat itu pun langsung menjawab pertanyaan di mata Ravindra. "Dia anak saya ! namanya Abyan!" "Abyan, putramu tampan sekali," jawab Ravindra dengan nada sedikit kecewa."Lalu mana ayahnya?" "Abyan hanya dengan saya, tidak dengan siapa-siapa," sahut Emelie singkat. Ravindra mengangguk dan paham dengan apa yang dimaksud dari ucapan Emelie barusan."Ayo,ke mobil! Saya ingin mengajak kalian makan. Ayo boy! mau om gendong?" tawar Ravindra seraya mengulurkan kedua tangannya. Abyan menoleh kearah Emelie dengan mendongak,"Mom, bolehkan?" "Tentu!" sahut Emelie membuat Abyan juga Ravindra kompak tersenyum senang. Ravindra langsung meraih tubuh Abyan dan menggendongnya. Pria itu lantas berjalan berdampingan dengan Emelie yang berjalan santai, sementara koper kecil milik Abyan di bawa oleh pengasuhnya. "Om punya mobil?" tanya Abyan seakan sudah sangat akrab. "Punya, kenapa? Abyan mau menyetir mobil?" tanya Ravindra yang biasanya sangat anti dengan anak kecil. "Boleh?" "Tentu saja boleh!" sahut Ravindra membuat Abyan tiba-tiba mencium pipinya dan memeluk leher pria itu lebih erat. "Anakmu lucu sekali, aku menyukainya," ucap Ravindra yang hanya dibalas Emelie dengan senyum di kulum. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD