Part 7

1411 Words
"Anggap saja orang yang menghinamu itu angin. Terasa keberadaannya namun tak terlihat wujudnya." _FLL_ **** ~rambut di kepang dua. ~pakai kacamata besar dan bulat. ~pakai softlen hitam. ~baju kebesaran. ~rok di bawah lutut. ~kaus kaki sampai betis. ~wajah polos tanpa sentuhan make up. ~sepatu warna hitam. Ughh,, bukannya terlihat jelek dan kumel. Queen malah terlihat sangat imut. Gadis itu sampai berdecak sendiri melihat bayangannya di cermin. Ia menyambar tasnya dan turun ke lantai bawah dengan langkah yang riang. "Pagi semuanya." Keluarganya tersenyum mendengar nada ceria dan semangatnya. Mereka membalas sapaan Queen dengan kompak. Raka menarikkan kursi untuk diduduki adiknya. Queen duduk setelah mencium pipi abangnya. "Nerd yang satu ini kok imut banget, ya?" celetuk Raka. Mengundang tawa keluarganya. "Ya iya lah. Queen kan emang imut dan menggemaskan." sahut Queen dengan percaya dirinya. "Percaya diri sekali kamu, honey." "Percaya diri itu perlu, bang. Kalau Queen gak percaya diri, mana mungkin Queen bisa menjabat sebagai model terkenal di Prancis dulu." "Iya deh, abang kalah." "Btw, gak akan ada yang ngenalin kamu tuh, honey? Secara kamu tuh gak jauh beda dengan dirimu yang biasanya." "Abang tenang aja. Mereka gak akan tahu siapa Queen karena mereka taunya Queen Angelia tinggalnya kan di Prancis. Gak mungkin kan seorang model Prancis tiba-tiba nyasar di sekolah AHS dengan wujud nerd? Belum lagi, orang-orang tidak tahu kalau Queen anak keluarga Purnama sebab mereka taunya kan anak bungsu Purnama telah meninggal." "Gak capek ngomong panjang lebar kayak gitu, honey?" celetuk Raka. Key mendengus sebal dan bersedekap d**a. "Tau ah." Key dan Rafa terkekeh menyaksikan interaksi kedua anak kesayangan dan kebanggaan mereka. "Sudah-sudah, sekarang kita makan dulu. Kalian gak mau kan terlambat ke sekolah." "Iya, pa." sahut keduanya kompak. Mereka makan dengan tenang kala sudah selesai membaca doa sebelum makan. Keluarga kecil yang begitu hangat. Meski Rafa dan Key sibuk mereka selalu mengutamakan anak-anak mereka dibandingkan dengan pekerjaan. "Queen ke sekolah dulu, ma." Diciumnya pipi mamanya dengan sayang. "Hati-hati di jalan, honey." Queen mengangguk dan beralih ke sang papa. "Queen pergi ke sekolah dulu, pa." Dia juga mengecup pipi Rafa. "Kamu yakin gak pergi ke sekolah bareng abangmu?" "Iya, pa. Sangat-sangat yakin." Rafa menghela nafas. "Ya sudah. Hati-hati di jalan dan jangan ngebut-ngebutan." "Iya, pa. Dah, Queen pergi dulu semuanya. Assalamualaikum." Queen langsung berlari keluar rumah. Sementara Raka merenggut kesal karena tak mendapat kiss morning dari adik kesayangannya. Di perjalanan menuju sekolah Queen mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Nyatanya nasihat Rafa hanya masuk telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri. Sama halnya dengan Keyra sang mama. Queen sangat menyukai kecepatan dan hal-hal yang berbau menantang. Queen diibaratkan sebagai Keyra kedua. Queen keluar dari dalam mobilnya setelah memarkirkan mobilnya di parkiran khusus pemilik sekolah. Ia merapikan penampilannya sekilas dan segera masuk ke sekolah. Di lorong sekolah, ia mulai mendengar bisikan-bisikan para murid. Bahkan ada diantaranya yang berbicara dengan nada yang lantang. Diantaranya ada yang memuji dan juga menghina. Memuji karena Queen terlihat begitu imut dan menghina karena Queen yang terlihat cupu dan kampungan. Gadis cantik berkepang dua itu hanya menampilkan raut wajah datarnya. Tatapannya tidak menunjukkan rasa tersinggung sama sekali dengan celotehan yang menyelekit di hati. Dia seolah menganggap keberadaan orang yang menghinanya angin. Terasa keberadaannya namun tak terlihat wujudnya. "Iuhh, kok nerd lagi sih." "Gila! Nerdnya imut banget. Boleh gue embat gak sih?" "Gayanya kampungan banget, guys." "Imut sih imut tapi sayang nerd. Beda level lah sama gue yang famous." "Gue nggak sudi satu sekolah dengan nerd kampungan kayak dia deh." "Gue kira populasi cecan akan nambah, eh tau-taunya seorang nerd yang jadi anak baru." Kurang lebih seperti itulah celotehan murid. Queen sih masa bodo. Mau orang menghinanya, mencemoohnya, membencinya, memujinya, menggunjingnya, memujinya, maupun salto sekalian. Ia tidak peduli. Tak membutuhkan waktu yang lama gadis cantik itu pun akhirnya sampai di depan ruang kepala sekolah. Mengetuk pintu dua kali hingga terdengar suara dari dalam. "Masuk!" perintah suara dari dalam. Tanpa buang waktu, ia langsung masuk. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." "Kamu Queen Pelita?" "Ya, pak." "Semoga betah bersekolah di sini." Queen tersenyum tulus. "Makasih, pak. Ngomong-ngomong saya kelas berapa, pak?" "Kelas 11 ips 3. Biar saya antar." Sang kepsek mengantar Queen ke kelas barunya. Ia mengetuk pintu kelas dan seorang guru paruh baya membukakan pintu. "Ada murid baru, bu. Namanya Queen Pelita." ujar pak kepsek. Setelah selesai berbasa-basi, sang kepsek pergi. "Nama ibu Yulia Fatra. Kamu bisa panggil Ibu Eva biar gak ribet." Queen terkekeh. "Iya, bu." "Eh, ayo masuk. Dan perkenalkan dirimu ke teman-teman." Queen mengikuti Bu Eva dibelakang. Kesan pertama yang dapat Queen tangkap di kelas 11 ips 3 adalah kelas yang nakal. Soalnya semua murid sibuk sendiri. Ada yang bercermin, mengobrol, memakan cemilan secara sembunyi-sembunyi, menidurkan kepala di atas meja, main hp secara sembunyi-sembunyi, dan berbagai kegiatan lainnya yang sama sekali tak berhubungan dengan pelajaran. Bu Eva memukul papan tulis dengan keras karena jengah melihat keadaan kelas yang heboh dan ramai layaknya pasar. "Diam semuanya! Kalian kedatangan murid baru." Heboh. Keadaan masih sama seperti semula. Banyak diantaranya yang masih mengobrol ria. Geram dengan anak didiknya. Bu Eva memukul papan tulis lebih keras. "Diam ibu bilang! Kalian ngerti bahasa manusia, kan?" tanya Bu Eva galak. Bukannya takut, seisi kelas malah menyengir. Dan ada yang berani menyahut Bu Eva dengan candaannya. "Ibu jangan marah-marah dong. Entar cepat tua, bu." Siswa lain yang mendengarnya tertawa. "Gimana enggak marah-marah. Kalian tuh emang pintar membuat orang emosi. Guru-guru lain aja sampai kewalahan dan sering menceritakan kenakalan kalian di kantor." sewot Bu Eva. Para murid menyengir mendengar ucapan Bu Eva yang memang benar adanya. Kelas mereka adalah kelas yang terkenal dengan kenakalannya. Semua guru bahkan sampai menyerah menghadapi kenakalan mereka. Mereka memang nakal tapi mereka memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Hanya guru saja yang tidak bisa melihat sisi itu. Mereka juga kompak. Sangat kompak malahan tapi kebanyakan yang mengarah ke hal yang negatif seperti tidak membuat latihan yang disuruh guru bidang study, tidak membuat pr, mencontek sewaktu ulangan, pura-pura tidur di atas meja agar guru gak jadi mengajar, tidak masuk kelas, dan lainnya. Mereka juga pernah kompak makan bersama di kelas sewaktu jam pelajaran berlangsung hingga akhirnya mereka harus membuat surat perjanjian dan surat itu di pajang di mading kelas. Percayalah, kelas yang nakal seperti itu lebih menyenangkan dan berkesan daripada kelas yang kaku. Suatu saat nanti, itu akan menjadi kenangan yang saat indah untuk diingat. "Sudahlah! Ibu capek menghadapi kalian yang nakalnya gak ketulung. Queen cepat perkenalkan diri kamu." "Baik, bu." Queen berdehem sebentar dan melirik seisi kelas. "Perkenalkan namaku Queen Pelita. Kalian bisa memanggilku Queen." "Kalau ratu boleh?" celetuk seorang cowok yang berkulit sawo matang. "Boleh hehe." "Kalau sayang, boleh kah?" "Huuuuuuuu!!! Dasar Yoga! Modus lo!" sorak seisi kelas. "Terus si Sherly mau dikemanain, Yoga?" canda Bu Eva. Bu Eva memang dekat dengan anak didiknya. Yoga merenggut dan menatap Bu Eva dengan tatapan datar. "Ibu jangan mengungkit masa lalu dong." Tangannya menyentuh dadanya dengan dramatis. "Sakit, buuu..." Ekspresinya terlihat begitu menyedihkan. Lagi-lagi seisi kelas menyoraki Yoga. Sementara, Queen yang melihatnya terkekeh kecil. Sepertinya menyenangkan sekelas dengan mereka, pikir gadis itu. Tatapan Queen tak sengaja bertatapan dengan Aldy, sahabat masa kecilnya. Pria tampan itu terlihat begitu kaget dan syok. Queen melempar senyum kecilnya ke Aldy. Yang dibalas dengan senyuman lebar oleh pria itu. Bibirnya mengisyaratkan kata i miss you. Queen hanya bisa mengulum senyum. "Kamu boleh duduk, Queen. Pilih saja bangku yang kosong. Kalau kita menantikan mereka selesai berdebat maka tidak akan ada ujungnya." kekeh Bu Eva. "Baik, bu. Makasih." Queen duduk disamping Monnyca yang berada di belakang sekali. Didepan mereka ada Aldy dan Bintang. "Kenapa kamu nggak bilang-bilang sih kalau kamu sudah ada di Indonesia?" bisik Monny. Perlu kalian tahu. Queen hanya biasa ber lo-gue dengan Milha. Selebihnya dia akan menyebut namanya atau aku-kamu. "Hehe, biar suprise." "Dan kenapa kamu nyamar jadi nerd gini?" "Yah, biar kamu punya teman nerd lah haha." "Haha.. Betul juga, ya." "Oh iya, ibu ada urusan. Jangan terlalu ribut ya." kata Bu Eva yang langsung saja mendapat sorakan yes dari seluruh siswa. "Queen!" Yang dipanggil menatap orang yang baru saja memanggilnya dengan tatapan bertanya. "Kenapa kamu pulangnya nggak bilang-bilang sih? Kalau aku tahu, kan aku bisa menjemputmu di bandara." kesal Aldy. "Hehe, biar suprise dong." "Kenapa kamu juga memakai style nerd kayak Monny?? Huh, kalian sama saja." keluh Bintang. Queen terkekeh. "Gapapa. Queen cuma pengen ngerasain suasana yang baru." Aldy dan Bintang gemas melihat senyuman polos milik Queen. Gadis kesayangan mereka semenjak kecil. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD