Singa Betina Masuk Kandang Buaya

1060 Words
Pikiranku masih fokus pada ucapan Diko tadi. Dia mengatakan untuk membelikan wanita kesayangannya, sedangkan tadi di toko itu, kita tidak membeli satupun barang untuk wanitanya. Bahkan dia membelikanku barang berupa tas yang lebih menarik penampilannya daripada diriku. Ada dua dugaan kuat, antara wanita kesayangannya itu sudah membeli di tempat lain atau akulah wanita yang di maksud. Haha, kamu terlalu percaya diri, Nabila. Mana mungkin Diko sudi membelikanmu barang dengan percuma, sedangkan kamu kerjaannya bertengkar terus dengannya, dan perlu di garis bawahi, pertengkaran kalian sejak SMA. "Iko, aku penasaran deh" "Penasaran kenapa?. Jangan terlalu banyak penasaran. Aku punya teman yang serupa, besoknya mati" Hadeh, umur gak ada yang tau, pak!. "Tenang, umurku masih lancang untuk bilang tidak pada malaikat maut nanti. Sekarang aku bertanya sama kamu, maksud kamu tadi, apa?. Bukannya tujuan kita ke toko tadi itu untuk membelikan barang yang cantik untuk wanitamu. Lalu kenapa kita tidak jadi membelikan barang untuknya, padahal tadi banyak barang yang bagus" Oke, senyumannya terlihat misterius. "Terima saja. Bukankah perempuan senang ketika dibelanjakan sesuatu yang di senanginya?" "Cih, aku terima itu karena aku gak bisa nolak" "Sama aja, Bila!" Aku tertawa, dia pun tertawa. Astaga, kita memang aneh. Terkadang bertengkar sengit, terkadang tertawa seperti tidak pernah ada pertengkaran sebelumnya. Benar, aku tidak bisa menolak tas itu karena keistimewaannya, kesederhanaannya. Drt... Drt... Oma Sekar is Calling... "Loh, kok Oma Sekar tiba-tiba nelpon aku?. Kamu gak buat kesalahan atau kenakalan, kan?. Jangan sampai aku kena semprot oma. Awas kau!" Ancamku pada Diko. "Halo, oma. Selamat sore" "Sore, Bila. Sayang, hari ini oma udah masak banyak dan bingung mau makan sama siapa. Kedengarannya kamu lagi di jalan, ya? Sama Diko, kan?" Astaga, aku kira ada masalah penting. Oh iya, Oma Sekar ini adalah nenek dari Diko. Aku mulai mengenalnya sejak SMA juga. Tidak hanya oma Sekar saja sebenarnya, tapi juga pada keluarga Diko, aku sudah mengenalnya. Aneh, bukan?. "Iya, oma. Bila masih di jalan dan pulang bareng Diko. Ada apa ya, oma?" "Oke, alhamdulillah kalau begitu. Sekarang kamu pulang ke sini aja, jangan pulang ke rumahmu dulu. Coba deh kamu kasih ponselmu ke Diko. Oma mau bicara sebentar dengannya" "Oma mau bicara sama kamu, tapi aku speaker aja. Kamu lagi mengemudi soalnya, berbahaya" Aku tidak membiarkan Diko memegang ponselku karena berpotensi berbahaya jika mengemudi, apalagi kita masih di jalan raya. Aku mengaktifkan speaker dan membiarkan mereka berdua berbicara. "Oma, ini Iko" "Hey, Diko!. Kamu kenapa gak pernah pulang?. Jangan sampai membuat oma terlampau marah dan membakar apartemenmu itu. Sudah untung tinggal di rumah, malah minta tinggal di apartemen. Tadi oma dapat laporan kalau ada beberapa perempuan yang mencarimu dan mengatakan kalau mereka adalah pacarmu. Jangan serakah kamu, Iko. Jangan seperti papamu yang play boy!" Suara oma pecah di keheningan mobil. Jujur, suaranya tidak seperti nenek-nenek. Ini adalah suara yang penuh dengan semangat yang membara. "Ih, mama. Kok aku lagi sih?" Terdengar suara di belakangnya, sepertinya itu suara papa Diko, om Erlangga. "Iko? kok kamu gak jawab oma?. Jangan durhaka kamu!" Ancam oma Sekar. Astaga, ini sangat lucu. Dua laki-laki dewasa tertunduk takut pada nenek-nenek. Satu anak, satu ayah. Memang benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. "Iya, oma. Iko denger kok, cuma lagi ngemudi ini. Takutnya gak fokus. Ada apa, oma? To the point aja!" Astaga, memang somplak. "Jangan banyak alasan. Sekarang juga kamu bawa Nabila ke rumah. Kita makan malam bareng, soalnya oma udah suruh pelayan masak banyak" "Alah, alasan" Ujar Diko. "Apa? Kamu bilang apa!?" "Gak ada oma. Iya, ini Diko mutar balik" "Good boy. Nabila, sayang, oma tunggu kamu ya, secepatnya. Oma juga punya hadiah dan kabar gembira buat kamu, cepetan ya" Ujarnya semangat. "Siap, oma. Tunggu kedatangan kami, ya. Sepertinya 30 menitan lagi kita sampai. Nabila tidak sabar sampai rumah. Oh iya, oma, Nabila juga punya cerita seru, nanti kita ngerumpi, ya?" "Tentu, sayang. Oma sangat senang ngerumpi denganmu. Cepetan ya, oma tunggu!. Bye, sayang. Take care!" "Bye, oma!" Astaga, aku tidak tega mematahkan semangatnya. Fyi, oma Sekar sering menjadi wadahku bercerita. Terkadang ketika aku tidak ingin untuk menceritakan masalahku dan aku berusaha untuk menutupinya, dia selalu mengetahuinya dengan jelas. Dia selalu menyemangatiku. Dia tidak merasa ilfeel sedikitpun untuk dekat dengan gadis sepertiku. Kalian tahu kalau aku ini bukanlah dari keluarga yang berada, namun dia menerimaku dengan tangan terbuka. Dia juga mengetahui kalau aku selalu bertengkar dengan cucu kesayangannya, tapi dia selalu membelaku di depan Diko meski terkadang aku lah yang salah. Semangat dan kasih sayang oma Sekar mengingatkanku pada seseorang yang sangat aku rindukan. Ibu, semoga engkau tenang di alam sana. Aku selalu mendoakanmu, ibu. *** Baru saja mobil Diko sampai di pelataran, suara lengking oma Sekar sudah menggema menyambut kedatangan kami. "Nabilaaa...!" Teriak oma Sekar, berlari menuju ke arahku dan memelukku erat. Ah, aku baru sadar. Sudah lama sekali kami tidak bertemu, tepatnya mungkin sudah 2 bulan tidak bertemu. Astaga, nenek-nenek ini punya semangat dan tenaga yang luar biasa hingga membuatku sesak dengan pelukannya. "Oma, jangan kencang gitu meluknya. Oma gak kasian sama mukanya, dia terlihat seperti tikus kejepit" Ucap Diko mengolok-olokku. "Sudah sana kamu masuk!. Kamu terlalu cerewet seperti ibu-ibu komplek. Oma mau peluk Nabila sepuasnya. Kami sudah lama tidak bertemu, jadi kangen berat begini" Ujarnya masih memelukku erat. Aku tidak bisa berkata apa-apa karena jujur saja, aku juga rindu dengan sosoknya. "Alah, lebay. Baru juga 2 bulan gak ketemu. Lebay banget sih!" Ujar Diko dan berlari masuk ke dalam rumah sebelum mendapat semprot lagi. Oma sekar sempat akan melemparkan kipasnya ke Diko karena ucapan nekat pria itu. "Sudahlah. Dia memang selalu seperti itu. Lebih baik kita masuk, yuk" Ajak oma Sekar. "Yuk!" Ujarku semangat. "Eh, sebentar. Topik rumpi kita apa hari ini?" Tanya oma Sekar penasaran. Astaga, nenek tua berjiwa muda. Aku memajukan wajahku hingga dekat dengan telinganya. Sengaja berbisik supaya makin greget. "Topik rumpi kita hari ini adalah 5 singa betina yang masuk ke kandang buaya darat" Bisikku. Setelah mendengar itu, oma Sekar langsung mengerti dan tampak sekali di wajahnya bahwa ia setuju dengan topik yang aku bisikkan padanya tadi. Astaga, kami berdua memang tim yang paling mantap jika berbicara tentang rumpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD