Sebuah Permintaan

1236 Words
Ternyata, benar. Oma Sekar menyuruh pembantu rumah memasak banyak makanan dan dari yang aku tahu, itu semua adalah makanan kesukaanku. Bukan bermaksud sombong. Lihatlah, di meja makan sudah tersedia berbagai macam lauk, mulai dari tumis kangkung, rendang, balado udang, udang crispy, balado telur ceplok, tempe crispy, dan beberapa makanan berkuah lainnya. Rata-rata itu adalah makanan kesukaanku, bukan Diko yang notabennya adalah cucunya sendiri. Fyi, Diko tidak suka udang, lalu kenapa makanan itu dominan dari udang?. Diko juga tidak terlalu suka dengan telur ceplok, dia lebih suka dengan yang dadar, lalu kenapa oma Sekar menyuruh untuk membuat balado telur ceplok?. Bukankah aneh? Maaf, Diko, sepertinya aku lebih di cintai dan disayangi oleh oma Sekar. Hahaha. "Ayo, sayang!. Kenapa makanannya cuma di tonton aja. Langsung duduk dan makan, bukankah kamu juga sudah lapar karena baru pulang kerja?" Tanya oma Sekar yang terheran melihatku masih terperangah dengan makanan yang terhidang di depan mataku. Ini bukan sekali dua kali, tapi berulang kali. Setiap aku ke rumah besar keluarga Diko, makanan yang terhidang selalu makanan kesukaanku. Itu bermula sejak oma Sekar menanyakan makanan yang aku sukai. "Iya, oma" Aku duduk. Di depanku sudah duduk lelaki menyebalkan itu. Makanan sudah terhidang di depannya, tapi ponsel itu lebih menarik di matanya. Tidak kasihan kah dia dengan lambungnya sendiri?. Lelaki menyebalkan ini memang selalu seperti ini. Sudahlah, kenapa aku malah merepotkannya. Toh juga dia sudah dewasa, kenapa perlu mengkhawatirkan dia makan atau tidak. Karena tidak enak dengan oma Sekar yang tadi melihat Diko dan pria itu tidak peka sedikitpun, mau tidak mau aku pun bertindak. Mungkin tindakanku ini sudah lancang. Aku mengambil paksa ponsel Diko dan melotot padanya. Mataku melotot bulat, bergerak bergantian antara dirinya dan makanan yang ada di depannya. Sepertinya dia tahu apa yang ku maksud. Ia hanya bernafas berat dan membalikkan piringnya. Spontan aku langsung mengambilkannya nasi dan mengambil beberapa lauk yang di sukainya. Setelah mengambilkan makanan untuk Diko, aku pun mengambil makanan untuk diriku sendiri. Setelah itu, aku kembali duduk dan berniat memasukkan suapa pertama dari makanan yang tampak lezat itu. Tunggu, ada yang aneh. Aku menoleh ke arah oma Sekar. Dia tersenyum manis ke arahku, mengabaikan makanan yang ada di depannya. "Oma kenapa gak ngambil makanan? Nabila ambilkan, ya? Oma maunya lauk apa?" Aku mengambil piring oma Sekar, namun di cegah olehnya. Ia menggeleng. Maksudnya apa? "Oma sudah makan tadi, kalian saja yang makan" Aku mengangguk. Napsu makanku kembali meningkat setelah melihat kembali lauk dan beberapa ornamen yang ada di piringku. Oh, ini terlihat sangat lezat. Sepertinya terlihat rakus sehari, tidak masalah. Asalkan perut kenyang dan terpuaskan. Suapan pertama masuk. Oh, astaga. Ekspetasiku benar. Ini sangat lezat. "Lebay!" Aku mengabaikan ucapan Diko yang mengatakan kalau ekspresiku ketika memakan suapan pertama dari lauk balado udang. Sumpah, ini beneran enak. Apalagi ketika dipadukan dengan balado telur teplok. Beuh, gak ada obat. Balado campur balado, sama dengan nasi padang. Dasar Nabila, gak nyambung!. "Oma, kok bisa selezat ini? Sampai membuat Nabila gak mau berhenti nyuap. Oh iya oma, kalau gak salah ini semua makanan kesukaan Nabila, deh. Makanan kesukaan Diko mana, oma?" Sengaja mengucapkan itu. Selain ingin memastikan apakah ini memang dibuat khusus untukku, aku juga sengaja membawa-bawa nama Diko. Aku mau membuat lelaki itu merasa kesal. Ah, pasti ekspresinya sangat lucu. "Iya. Oma sengaja menyuruh pembantu yang tugasnya memasak untuk membuat lauk kesukaanmu. Yang paling oma ingat, kamu paling suka balado udang sama balado telur ceplok. Kalau masalah Diko, kenapa tidak membuat makanan kesukaannya, itu karena oma kesal saja dengannya. Sudah beberapa hari ini dia tidak pulang ke rumah dan lebih memilih untuk tinggal di apartemen. Entah apa yang merasukinya sampai membuatnya terlalu berani untuk tinggal sendirian di apartemen. Ini pasti masalah perempuan" Diko menyemburkan makanannya dan terbatuk. Sontak, aku mengambil gelas yang sudah berisi air dan memberikan padanya. Padahal di samping pria itu ada. Oma Sekar tertawa. Aku dan Diko sama-sama heran dengannya. Kenapa tiba-tiba tertawa, bukankah tidak ada yang melawak. TIba-tiba oma Sekar bertepuk tangan. "I See. Kalian memang sudah cocok untuk jadi pasangan hidup. Oma siap menikahkan kalian" "Nikah?" Tanyaku. Oma Sekar mengangguk semangat 45. "BIG NO!!!" Kami bersorak berdua, tidak terima dan saling lempar pandang kebencian. *** Setelah selesai makan, oma Sekar memanggilku untuk ke kamarnya. Aduh, aku tahu maksudnya. Pasti masalah rumpi. Tak sabar. Tok... Tok... Tok... "Masuk, sayang!" Aku masuk dan langsung di hadapkan dengan suasana damai dari hiasan interior kamar oma Sekar. Sebenarnya, tidak ada aksen yang mewah, yang bisa menggambarkan langsung keadaan ekonomi dari oma Sekar, tapi ruangan ini begitu sederhana. "Sini, sayang. Duduk dekat oma" Oma Sekar menepuk tempat yang disuruhnya untukku duduk disana. Dengan semangat aku menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Oma mau bicara serius sama kamu. Tapi, oma mohon supaya kamu mempertimbangkan ini dulu. Gimana?" Astaga, lucu sekali. Baru kali ini oma berbicara serius seperti ini. Biasanya kita akan membicarakan seputar berita terkini, atau paling kami membicarakan tingkah Diko yang terlalu nakal dan susah di atur. Oke, sepertinya ini memang akan menjadi pembicaraan yang serius. Raut wajah oma Sekar juga terlihat serius, tidak kalah dengan ucapannya. Aku tertawa. Situasi macam apa ini. Sedikit canggung dan sedikit membuat jantung deg-degan. "Astaga, oma. Ada apa? kenapa serius sekali. Baru kali ini pembicaraan kita serius. Ada apa, oma?" "Iya, maaf sayang kalau tiba-tiba oma berbicara serius. Tapi ini menyangkut kedamaian dan kesejahteraan. Gimana, Nabila masih mau mendengarkan oma?" "Iya, oma. Bicara aja. Kalau memang Nabila bisa bantu, pasti Nabila bantu. Nabila sudah anggap oma seperti keluarga" Aduh, greget sekali aku dengan oma Sekar. Kenapa tidak langsung to the point aja sih?. Sepertinya aku sedikit paham mengapa Diko sering meminta oma Sekar untuk langsung to the point. "Iya. Kan oma sudah mengenal Nabila itu sudah lama. Sejak Nabila dan Diko masih SMA. Kalian berdua juga sering bertemu bahkan kami, keluarga Diko juga mengenal Nabila. Nabila anak yang baik, cinta sama orang tua, tidak pernah mengeluh, penyayang, pokoknya sifat Nabila adalah sifat anak yang jarang sekali di temukan pada perempuan zaman sekarang. Oma tahu kalau kalian berdua sering sekali bertengkar, bahkan bisa oma katakan kalau kalian selalu bertengkar setiap kali bertemu. Kalian berdua bagaikan Tom and Jerry. Tapi, oma menemukan keserasian dalam kalian berdua. Kalian berdua saling perhatian satu sama lain. Mungkin kalian tidak menyadarinya, tapi oma selalu memantau kalian. Kalian sudah sama-sama dewasa, membutuhkan pasangan. Nabila sudah sangat siap menjadi seorang istri, begitupun dengan Diko meski terkadang seringkali kekanak-kanakan. Diko memang playboy, tap percayalah pada oma, Diko hanya serius dengan satu perempuan. Dan perempuan itu adalah kamu, Nabila" "Sebentar, oma. Ini terlalu panjang dan Nabila sedikit bingung menangkap ucapan oma. Jadi, maksudnya apa oma?  Bukankah kita akan membicarakan singa betina yang masuk kandang buaya? Ini beda topik, oma" Sebenarnya, aku sedikit paham arah pembicaraan oma Sekar. Tapi aku takut hal itu akan menjadi kenyataan. "Oma mohon sama Nabila, terimalah Diko dengan ikhlas. Meski dia sekarang sering memainkan perempuan, namun oma bisa menjamin kalau sebenarnya Diko setia. Terimalah Diko menjadi suami Nabila, oma mohon" What!. Menerima Diko menjadi suami aku?. BIG NO!. "Ada apa ini, oma? kenapa terlalu tiba-tiba?. Oma tahu sendiri kalau kami selalu bertengkar. Mustahil untuk kami berdua bersama, oma" "Coba. Oma mohon untuk kamu mencoba bersabar dengannya. Coba terima ia dengan ikhlas. Oma mohon, hanya ini yang oma minta sama kamu. Umur tidak ada yang tahu, sayang" "Oma bicara apa? Umur oma masih panjang. Nabila yakin itu!. Kalau memang dengan mencoba bersabar dengan sifat aneh Diko dapat membuat oma tenang, Nabila akan coba. Tapi, oma, manusia punya batas kesabaran masing-masing. Jadi Nabila mohon, ketika Nabila sudah mencoba, namun gagal, jangan paksa Nabila lagi. Nabila gak bisa menolak permintaan oma" "Iya, sayang. Oma juga gak mau menyakitimu" Oma Sekar memelukku erat. Astaga, apakah keputusanku sudah benar?. Tuhan, tolong beri aku kemudahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD