Diantar Pulang

1146 Words
Nabila dan oma Sekar memutuskan untuk turun ke bawah. Di bawah, di ruang keluarga sudah ada Erlangga dan Diko yang sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Erlangga yang sibuk dengan ponselnya, sedang face to face dengan istrinya yang ada di luar negeri. Sedangkan Diko sibuk di depan laptopnya, maklum seorang pebisnis kelas kakap. Nabila dan oma Sekar duduk di depan mereka. Mereka berdua tidak terganggu sama sekali. "Oma, sepertinya Nabila harus pulang deh. Nanti mama sama papa di rumah nyariin Nabila. Ini udah malam juga" "Oh, yaudah. Diko kamu antar Nabila pulang!" Perintah oma Sekar pada Diko. Oke, ini cukup menyebalkan. Diko tidak menggubris sama sekali. Bagaimana aku bisa mendekatkan diri dan mau mencoba menerima orang seperti ini?. Hadeh, memang dasar lelaki menyebalkan. "Sepertinya Diko lagi sibuk banget, oma. Aku pakai taksi aja" Oma Sekar mengerti dengan apa yang aku uapkan. Dia mengangguk dan tersenyum. Aku salim pada Oma Sekar dan om Erlangga. Salim di Diko? tidak mungkin lah!. "Aku pulang, oma, om" "Iko, aku pulang ya. Sampai ketemu besok di kantor" Aku mengucapkan kata perpisahan dan berjalan ke luar rumah. Sebenarnya ini sudah sering aku lakukan, bukan sekali dua kali. Dulu, oma Sekar sering menyuruh sopir untuk menjemputku di rumah dan kemari untuk sekedar bermain-main. Terkadang aku juga pulang sendiri, dan itu tidak masalah untukku. Sambil berjalan ke gerbang rumah, aku memainkan ponsel. Lumayan. Jarak dari rumah ke gerbang lumayan jauh. Maklum, rumah besar. Tidak sebesar dan sekaya kondisi perekonomian orang tuaku. Dari gerbang rumah keluarga Diko ke halte juga lumayan jauh. Sesampai di sana, ternyata sudah sepi.Tapi aku yakin bahwa pasti ada saja taksi yang lewat. Sambil menunggu ada taksi yang lewat, sesekali aku berselancar ke media sosial. Fyi, aku bukanlah orang yang terlalu sering eksis di media sosial, sangat tidak menggambarkan sekretaris yang seharusnya di lakukan. Seorang sekretaris seharusnya harus aktif di media sosial, apalagi untuk sekretaris di sebuah perusahaan yang besar. Selain untuk melihat perkembangan saingan, juga untuk melihat bagaimana perkembangan pasar. Tapi, aku tidak melakukannya. Aku berselancar ke media sosial seperlunya. Karena bagiku, media sosial adalah media yang candu. Terkadang, media sosial dapat memberikan dampak yang positif, namun juga memberikan dampak yang negatif. Untuk menghindari hal itu, aku harus bisa mengkontrol diri. "Gak nyangka. Ternyata Ajeng udah menikah. Astaga, kemana saja aku. Sahabat macam aku ini" "Astaga, aku harus meminta maaf padanya, besok" Terkadang aku aneh. Itulah mengapa aku tidak mau candu dengan media sosial. Anehnya, ketika aku berselancar di meda sosial, aku akan berbicara sendiri. Mungkin jika ada orang yang tidak mengenalku, dia akan menganggapku orang gila karena berbicara sendirian. Tit... Tit... "Oke, taksi udah ada" Aku berdiri, membersihkan dan merapikan baju dan turun ke bawah. Tepatnya menuju ke mobil itu. Wait. Ini bukan mobil taksi yang biasanya lewat di lingkungan perumahan ini. Kaca mobil terbuka dan di sana ada laki-laki menyebalkan itu. Iya, itu adalah Diko. Menyebalkannya adalah dia nyengir, tersenyum seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Beberapa menit yang lalu, dia mengabaikan perintah oma untuk mengantarku pulang. Bukan berarti aku berharap untuk di antar pulang. Tapi, apakah dia tidak kasihan dengan perempuan yang pulang sendirian, apalagi sudah malam?. Dari awal, lelaki ini memang menyebalkan. "Dapat hidayah dari mana kamu? Bukankah tadi kamu tidak mau mengantarku pulang? Dasar pria menyebalkan!" Aku sengaja mengucapkan itu dengan nada yang sedikit kesal. Tidak ada salanya juga, aku memang kesa dengan pria ini. "Sudahlah. Jangan terlalu banyak bicara. Masuk aja, ini sudah malam" Lah, kenapa sekarang kesannya memaksa. Aku melengos dan tidak meladeninya. Jual mahal sekali juga tidak apa-apa, kan?. Diko keluar dari mobil. Berjalan menghampiriku dan tanpa bicara apa-apa, dia memegang tanganku dan menuntunku masuk ke dalam mobil. Anehnya adalah kenapa aku tidak memberontak? Seakan menggambarkan kalau aku ini adalah perempuan yang manja. Seperti tidak mau melakukan sesuatu sebelum di jemput oleh si pasangan. Astaga, kenapa aku bisa seperti ini?. *** "Tadi oma sama kamu cerita apa di kamar sampai lama banget gitu?" Deg... Kok dia bisa tahu kalau aku masuk ke kamar oma? Bukankah tadi saat aku masuk ke dalam kamar oma, dia sedang di dalam kamarnya juga?. Sudahlah, mungkin dia punya mata-mata. Tapi, wait!. Tidak mungkin kan dia mendengar pembicaraan kamu berdua?. Aduh, semoga saja tidak. Oke, tenang. Nabila, kamu harus tenang dulu supaya nanti dia tidak curiga dengan kamu. Tenang. "Gak ada. Aku gak ngomong yang aneh-aneh kok sama oma. Ngerumpi kayak biasa aja. Emang kenapa?" Tuhan, semoga jawabannya tidak membuat jantung deg-degan. "Owh. Gak ada sih, cuma penasaran aja. Biasanya kalau kalian ngerumpi, pasti teriak-teriak gak jelas. Tapi tadi kok adem ayem, makanya penasaran" Huft... astaga, lega banget. "Gak ada kok. Ngerumpi kayak biasa" Diko mengangguk. Tenang, lega banget. *** Beberapa waktu setelahnya, akhirnya sampai juga di depan rumah. Aku melepas seat belt dan mengambil tas. Keluar dari mobil, dan mengucapkan ucapan terima kasih. "Terima kasih banyak ya, Diko. Meski sebenarnya aku juga masih agak kesal juga sama kamu soalnya sempat menolak untuk mengantarku pulang. Yaudah, kamu hati-hati ya" Setelah mengucapkan itu, aku berbalik badan. "Nabila!" Sontak aku berhenti. Diko melepas seat beltnya, dan keluar menghampiriku. Aku bingung dan heran dengannya. Dia memanggil dan menghampiriku, setelah aku berhenti, dia tidak berbicara. Please, Diko. Ini sudah malam, jangan membuatku semakin kesal dengan tingkah anehmu!. "Ada apa lagi sih?" "Sebentar. Aku bisa bicara sebentar, gak?" Tuh, kan. Semakin aneh. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Biasanya ketika dia ingin membicarakan sesuatu, dia langsung bicara. Tidak seperti yang sekarang, yang harus minta izin dulu padaku. "Aneh banget sih kamu. Biasanya juga langsung ceplas ceplos. Ada apa sih, ngomong aja langsung" Paksaku. "Kamu bisa masuk lagi gak, ke mobil" Aneh. Sangat aneh. Oke, ini sudah malam, kalau bertengkar lagi akan membuat waktu semakin terbuang. "Oke" Aku masuk ke dalam mobil. Tidak lama setelahnya, dia pun menyusul masuk ke dalam mobil. Untuk beberapa menit, Diko belum bicara satu kata pun. Belum ada. "Nabila!" Oke, sepertinya dia sudah siap berbicara. Mari kita dengar apa yang akan dia bicarakan sampai-sampai harus masuk ke dalam mobil lagi. "Hmm..." "Hmm... gimana ya ngomongnya?" "Bicara aja langsung, tumben banget ih" Oke, ini sudah mulai cukup membuatku kesal. Ini sudah malam, aku takut papa dan mama khawatir di dalam. "Sepertinya gak jadi deh. Kamu masuk aja, nanti papa dan mama mencari kamu" Aku langsung membuka pintu kesal dan membantingnya. Dasar pria menyebalkan!. Tanpa sepatah kata pun terucap, aku langsung membuka gerbang rumah. Aku tidak peduli dengan Diko lagi. Apa maksudnya? Setelah menyuruh masuk ke dalam mobil dengan alasan dia ingin membicarakan sesuatu, eh pas masuk dia tidak jadi mengucapkan hal itu. Ish, jika memikirkannya akan membuatku merasa semakin kesal saja. "Aku hanya mau bilang kalau aku tidak serius dengan kelima perempuan tadi pagi. Aku tidak serius dengan mereka!. Aku hanya main-main!" Aku berbalik badan, menghadap ke arahnya. Setelah aku berbalik, Diko langsung mentancap gas mobilnya dan menghilang dari pandanganku. Maksudnya, apa?. Apa hubungannya aku dengan singa betina tadi pagi?. Dasar aneh!.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD