“ Kamu sudah makan? saya mau pesen makan, kamu mau pesen apa? “ Abi mendaratkan bokongnya di atas sofa di depan ruang tv.
“ Belum, nanti di kosan aja. Soalnya saya juga sudah ada janji sama temen, “ Rumi membereskan vaccum yang telah ia pakai. Ia sudah selesai dan sudah waktunya untuk pamit pulang.
“Teman atau teman? Temannya cewe atau cowo ? “ Abi melirik Rumi yang masih sibuk dengan vaccumnya.
“ Cewe Mas. Mana ada cowok yang mau deket- deket saya Mas, cewe culun kaya saya mah malu-maluin buat diajak berteman, “ celetuk Rumi sambil berjalan hendak menyimpan peralatan keruangannya.
Abi tersentak mendengar oceha Rumi yang terdengar menyindir. Padahal Rumi tak bermaksud untuk menyindirnya, hanya saja Abi merasa tersentil omongan Rumi karena teringat semua kelakuannya pada Rumi.
“ Mas ini sudah beres, saya sudah boleh pulangkan? “ Rumi yang kini sedang berdiri di samping sofa menatap lurus pada Abi yang sedang fokus dengan ponselnya.
Sadar sedang diperhatikan Abi mendadak salah tingkah, sambil berpikir mencari cara agar Rumi tetap di rumahnya sebentar lagi. “ Mi saya antar, sekalian saya mau keluar. “ Abi bergegas mencari kunci mobil, jaket, masker, topi dan kacamata hitam andalannya saat keluar untuk keperluan pribadi. Sebenarnya Abi bukan sok atau sombong, tapi ia hanya perlu sedikit ruang untuk dirinya menjadi manusia normal.
“Haah? Serius Mas? Memangnya Mas Abi ga sibuk ya, segala repot-repot mau nganterin saya? “ tanya Rumi yang kini juga sedang bersiap memakai kardigan oversize berwarna coklat tua, lalu menyampirkan slingbag berukuran sedang yang terlihat sederhana.
“ Serius! Harusnya kamu itu seneng bisa dianterin sama artis kaya saya, “ sombong Abi sambil tangannya mencubit kerah kardigan milik Rumi.
Rumi melotot kesal karena dicengkiwing mirip anak kucing. “ Mas Abi! Saya bukan anak kucing! Lepas! “ protesnya tak terima sambil berjalan mengikuti langkah Abi.
Abi yang menikmati ekspresi lucu dari gadis berkacamata itu hanya tersenyum puas. Memang menjahili Rumi adalah hobi baru Abi setelah gadis itu menjadi karyawannya. Seperti ada kepuasan sendiri melihat Rumi menekuk wajah dan menjerit kesal oleh ulahnya.
“ Orang lain mungkin tak akan percaya kalau idolanya yang bernama Abiyasa Pratama adalah tukang bully seperti ini! “ Rumi mendengus sebal.
“Saya membully? Membully siapa? Saya ini sedang membantu kamu Rumi. “ Abi melepaskan tangannya dari kardigan Rumi.
“ Lah, emang saya ini anak kucing yang harus kamu jinjing mas? Saya bisa jalan sendiri! “ Rumi merapikan kardigannya.
“ Kamu itu jalannya lama, jadi saya bantu! Udah cepet jalan lagi! “ ucap Abi setelah sampai ambang pintu.
***
Sesampai di parkiran basemen Abi menuju mobil sedan berwarna biru metalik yang terlihat mengkilap keluaran Tesla itu, di antara deretan mobil yang terparkir rapi. Di belakang Rumi menatap tak percaya pada apa yang dilihatnya. mulutnya menganga, matanya melotot karena terkejut.
Abi yang melihat Rumi mematung hanya menggelengkan kepalanya. “ Eh, buset dia malah jadi patung,” gumamnya pelan sambil tersenyum.
“ Rumi! Ayo masuk! “ perintahnya dengan suara yang sedikit keras, karena kalau tidak dia hanya akan dicuekin oleh gadis berambut pendek itu.
“ Mas Abi ini cara bukanya gimana? “ tangannya hendak menyentuh handel pintu.
“ Astaga, tinggal ditarik aja sih! “ Abi menatap tak percaya ke arah Rumi.
“ Ini mobil mas Abi? “ tanya Rumi penasaran saat mendaratkan bokongnya di kursi sebelah kemudi.
“ Iya. Masa mobil orang lain saya pakai! “ Abi menjawab sambil sibuk memakai sabuk pengaman.
“ Oh. “ Rumi mengedarkan matanya melihat interior dalam mobil yang terlihat bagus dan mahal.
“ Kenapa? Baru kali ini naik mobil seperti ini? Hah? “
“ Iya. Di kampung mana ada mobil kaya gini mas?! “ angguknya membenarkan tebakan Abi.
Abi tersenyum geli melihat tingkah gadis disebelahnya, seperti anak kecil yang baru pertama kali di ajak naik mobil. “ memang di kampung kamu ga ada mobil ya? “ tanya Abi heran.
“ Bukan ga ada mobil. Tapi ga ada mobil semahal dan sebagus ini aja sih. Kalau di kampung mah biasanya cuman ada mobil pickup, truck, sama mobil angkutan umum aja sih. “ jelas Rumi.
“ Kampung kamu di mana sih? Jauh ya? “ Abi menatap Rumi sambil menyalakan mesin mobil.
“ Di Jepara, lumayan jauh kalau dari Jakarta. “ jawab Rumi yang sedang memakai sabuk pengaman.
Abi dengan cekatan melajukan mobilnya membelah jalanan jakarta, setelah percakapan tadi mereka saling diam, karena ternyata Rumi tertidur lima menit setelah naik mobil. Sementara Abi menikmati perjalanannya dengan sesekali memperhatikan wajah Rumi yang tertidur pulas di sebelahnya, entah kenapa Abi merasakan sesuatu yang aneh setiap kali menatap Rumi. Gadis culun yang selalu terlihat ceria, tak pernah mengeluh itu terlihat menarik di matanya dibandingkan dengan wanita cantik di luar sana. Ada perasaan hangat ketika ia berada di dekat Rumi, entah karena dia dari kecil kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya atau memang ada perasaan lain yang dia tak mengerti, yang jelas dia sangat nyaman saat di dekat gadis berhidung pesek ini.
Setelah menghabiskan waktu tiga puluh menit melewati kemacetan akhirnya Abi membelokkan mobilnya di sebuah rumah makan yang terlihat cukup ramai.
Sadar mobil telah berhenti Rumi menggeliat dan mengucek kedua matanya. “ Sudah sampai Mas? “ matanya mengerjap.
“ Kita makan dulu, saya lapar . “
Rumi yang sudah sadar sepenuhnya mencoba memindai kondisi di luar mobil. “ Tempatnya lumayan rame loh mas! Nanti kamu ga nyaman makannya, pasti banyak yang kenal dan minta foto sama kamu. “ Rumi menatap wajah Abi khawatir.
“ Ya mau bagaimana lagi? Saya sudah lapar tidak kuat lagi ini. “ wajah Abi terlihat memelas.
Tiba- tiba saja ide gila muncul di otak mungil Rumi. “ Mas laper banget ya? Mau makan enak tapi ga ada gangguan? Saya punya ide Mas! “ jari telunjuknya di arahkan ke depan, dia menatap Abi sambil tersenyum jahil.
“ Iya, ide apa itu? “ jawab Abi penasaran.
“ Mas ikuti saya aja pokoknya. Sekarang ayo jalan lagi. Disini ga aman! “ Rumi menunjuk kearah jalan raya.
Abi mengernyit kebingungan, namun tetap mengikuti perintah gadis berkacamata itu, ia melajukan mobilnya kembali.
“ Jangan ngasih ide yang aneh-aneh ya Mi! “ serunya dengan melayangkan tatapan mengancam.
“ Engga Mas. Aku ngga sejahat dan selicik yang kamu bayangkan kok! “ Sungut Rumi sedikit jengkel.
“ Tapi kamu tadi senyum- senyum mencurigakan gitu. Siapa yang ngga curiga coba?! “ matanya masih menatap lurus ke arah jalan.
“ Mas Abi memangnya ngga panas ya pake itu kemana-mana? “ Rumi menunjuk ke wajah Abi yang masih memakai masker, topi, dan kacamata hitam.
“ Menurutmu? Kamu mau coba juga? “ ia malah balik bertanya.
“ saya pakai itu? Untuk apa? Sayakan bukan artis kaya Mas Abi! “ telunjuknya mengarah pada dirinya sendiri.
“ Emang yang pake gini harus artis doang ya? “ lagi- lagi Abi balik bertanya.
“ Ya, ngga sih. Tapi pasti itu kurang nyaman banget ya Mas. “
Abi hanya mengangguk setuju. “ Terus ini kita harus kemana? Jangan jauh-jauh nanti saya keburu pingsan ini! “ ucapnya sambil akting meringis seperti orang kesakitan.
“ Ke arah kosan saya Mas! Kita makan di kosan aja, “ Rumi mengeluarkan ponselnya dari dalam slingbagnya.
Abi melirik penasaran, namun sayang ia tak bisa melihat apa-apa karena layar ponsel Rumi terlihat gelap dari arahnya.
“ huh nyebelin ga keliatan lagi. Pasti ponselnya banyak rahasianya, layarnya aja gelap banget gitu! “ gerutu Abi dalam hati dengan segudang rasa penasaran di hatinya.
Rumi yang sadar terus ditatap akhirnya menoleh. “ Mas kok nyetirnya liat sini sih? Bahaya Mas! “ tegur Rumi.