2. Pengantin Pajangan

1849 Words
Beri aku celah sedikit saja di hatimu agar aku tahu seberapa pantas aku berjuang untuk mengobati luka karena masa lalumu. _____________&&&_____________ Hasna baru saya menyelesaikan makan malam yang terasa sangat nikmat itu saat Galih ke luar dari kamar mandi. Galih hanya bisa menatap Hasna dengan kesal saat gadis itu beranjak dari tempat duduknya yang menampilkan bayangan lekukan tubuhnya yang nyaris telanjang. Galih menarik napas panjang, menahannya sejenak di dad@ sembari memejamkan mata. Lagi dan lagi rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya kala kewarasannya mulai goyah. Galih harus tetap sadar, jangan sampai menerjang lalu mencumbu tubuh seksi gadis di hadapannya yang tanpa rasa dosa seolah menantang kejantanannya. Hasna yang seolah tak menyadari kekesalan Galih memilih berjalan menuju ranjang pengantinnya. Tentu saja ia sangat lelah karena hampir seharian berdiri untuk menyambut para tamu. Dan rasa kenyang di perutnya otomatis membuat dirinya terseret rasa kantuk yang tak terkira. Namun baru saja Hasna hendak merebahkan tubuhnya, suara pria yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar mandi yang tengah memperhatikan dirinya menginterupsi gerakan Hasna yang tengah memukul-mukul bantal. "Kamu tidur di sana!" Galih bergegas mendekati Hasna lalu menarik tubuh Hasna hingga gadis itu berdiri kembali. Hasna memejamkan mata kala tubuh Galih hampir menyentuh tubuhnya, jantungnya berdebar kencang seperti kuda yang tengah berpacu dalam arena pertandingan. Aroma maskulin yang menguar dari tubuh Galih seketika membuat kaki Hasna seolah tak berpijak di bumi. Dirinya melayang sesaat karena pesona pria yang telah resmi menjadi suaminya tersebut. Hasna segera tersadar lalu menahan napas, mencegah jari jemarinya yang terasa gatal ingin bermain-main di dad@ telanj@ng di hadapannya. Fix, Galih adalah wujud nyata penggambaran tokoh dari salah satu novel favoritnya. Bukankah menikah dengan pria tampan dan seksi di hadapannya adalah sebuah berkah?. "Sial!" umpat Hasna dalam hati pada dirinya sendiri saat menyadari jika Galih bukan bermaksud untuk memeluknya melainkan hanya mengambil bantal dan selimut yang berada di balik tubuhnya. "Ini!" Perintah Galih sembari mendorong bantal dan selimut ke tubuh Hasna. "Ini kamarku, jadi kamu tidur di sana!" Usir Galih sambil mendorong tubuh Hasna hingga sampai ke bad sofa yang berada di sudut kamarnya. Tanpa menghiraukan wajah memerah Hasna yang tengah berada di puncak emosi Galih berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut. Lalu tanpa peduli Galih naik ke atas ranjang dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut tebal dengan posisi membelakangi Hasna. Lima belas menit berlalu. Hening. Hanya suara dengung mesin pendingin yang kini seolah menertawakan dirinya. Otaknya yang sejak lama sudah ber_traveling membayangkan malam romantis di hari pernikahannya kini hanyalah fiktif. Benar-benar fiktif belaka seperti deretan kalimat pengingat yang selalu ada di awal novel yang akan ia baca "Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika ada persamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa semua hanya sebuah kebetulan". Rasa kantuk yang sedari tadi mendera Hasna seketika sirna ditelan oleh rasa kesal pada pria tak berempati yang kini terlihat nyaman dalam peraduannya. Sayangnya Hasna merasa hanya dijadikan pajangan di kamar pengantinnya sendiri. Ia tuliskan sederet kalimat singkat sebagai curahan isi hatinya pada story ** miliknya. 'Pengantin Pajangan'. Setelah menulis kalimat tersebut Hasna segera membuka lipatan selimut dan menutupi tubuhnya yang mulai menggigil karena lingerie tipis yang ia kenakan. Tentu saja Hasna tidak terbiasa tidur dalam kamar ber_AC. Ia hanya gadis yang terlahir dari keluarga biasa dan sederhana. Berada di kawasan pinggiran Jakarta, tepatnya di area Depok. Rumahnya masih berada di perkampungan yang masih rindang dan asri. Masih jauh dari polusi dan kebisingan kota Jakarta. Tapi bukan berarti berada di pelosok desa. Hanya butuh 200 meter bagi Hasna untuk menuju jalan raya kota. Hasna menatap kesal punggung lebar di hadapannya. Terdengar dengkuran halus yang menandakan pria itu telah tertidur pulas. "Awas loe dokter kutub, tunggu pembalasan dari gue!" Pekik Hasna dalam hati lalu membalik tubuhnya menghadap punggung sofa, memaksa matanya untuk terpejam. Perlahan tapi pasti rasa kantuk menyeret kesadaran Hasna hingga gadis itu memasuki dimensi lain. Dunia mimpi. ***** Suara adzan subuh sayup terdengar menyapa indera pendengaran Galih. Pria itu mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa kebas dan berat. Seperti sebuah beban puluhan kilo tengah menindih tubuhnya di bagian sebelah kiri. Galih mendesis mencoba bangkit tapi sebuah gerakan yang mengerat di tubuhnya sukses membuat matanya terbuka lebar. "Hasna!" Gumamnya lalu menoleh ke arah sofa yang ternyata kosong. "Dasar gadis kampung!" Kesal Galih lalu segera bangkit dari tidurnya seraya menyingkirkan tangan Hasna dari tubuhnya secara kasar. Ia sibakkan selimut yang menutupi tubuh mereka. Lalu Galih duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan mengatup pada wajahnya, mengusapnya dengan kasar. Kembali Galih menatap ke arah Hasna yang kini tertidur dengan posisi miring, menghadap ke arahnya, Galih mengacak rambutnya dengan frustasi saat menyadari pakaian tak layak pakai yang dikenakan Hasna, lingerie tipis dan transparan itu mempertontonkan setiap detail lekukan tubuh mulus Hasna. Terutama tubuh bagian depan Hasna yang terlihat menyembul dari balik lingerie putih yang seketika berhasil membuat Galih mengerang kesal. Masalahnya si Galih junior miliknya terasa berdenyut nyeri karena hanya bisa menahan hasrat. Dia pria dewasa normal, melihat gadis nyaris tanpa busana tentu saja mampu membangkitkan sifat primitifnya. Andai ia tidak mengingat ego dan harga diri yang ia junjung tinggi pasti sejak semalam ia sudah menelanjangi Hasna. Mereguk kenikmatan malam pengantin mereka. Tapi, bagi dokter berego tinggi seperti Galih pantang menjilat ludahnya sendiri. Galih tidak akan pernah merusak kredibilitas dirinya di hadapan gadis bermulut pedas itu. Tidak akan pernah. Melihat tubuh Hasna yang tampak menggigil karena terpaan pendingin ruangan membuat Galih segera menutup kembali tubuh Hasna dengan selimut. Lalu dengan cepat ia menyambar handuk yang semalam ia letakkan di atas nakas dengan sembarangan, menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasrat terpendamnya. "Gara-gara gadis gesrek itu aku harus bermain solo. Sial!" Umpat Galih sembari menikmati ledakkan gejolak dari dalam dirinya. Parahnya, justru gadis yang menjadi bahan umpatannya lah yang sekarang membayang di pelupuk mata. Menjadi objek fantasi liarnya. Setelah menyelesaikan ritual mandi wajib Galih segera melaksanakan salat subuh di kamar lalu segera ke luar untuk melakukan rutinitas pagi yang biasa ia lakukan. Dan itulah satu-satunya cara agar dirinya tak terjebak dalam godaan Hasna. Galih bertekad tidak akan pernah jatuh cinta pada gadis yang sejak awal tidak pernah menarik perhatiannya seperti yang pernah ia lontarkan pada Hasna dipertemuan pertama mereka. Justru Galih akan membuat gadis itu pergi dengan sukarela dari kehidupannya untuk selama-lamanya. Ah... Tubuh Hasna menggeliat di balik selimut tebal. Rasa dingin yang seolah menusuk hingga ke sum-sum membuat Hasna enggan untuk terbangun. Gadis itu justru kembali bergelung dalam selimut tebal. Menenggelamkan diri untuk mencari kehangatan. Tak sampai 10 menit berada dalam selimut gadis itu segera tersadar lalu memekik keras, "Begok loe Na, loe lagi di rumah mertua. Bisa-bisanya loe bangkong!" Hasna segera melempar selimut dari tubuhnya lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Agar tidak ada yang curiga jika malam pengantinnya hanyalah sebuah fiktif Hasna berdiri di bawah pancuran shower. Membasahi seluruh tubuhnya. Biar bagaimanapun ia ingin kedua orang dan kedua Abangnya lega jika pernikahan tanpa cinta yang telah menjadi rahasia umum itu tidak menjadi masalah. Hasna ingin melihat kedua orang tuanya bahagia, terutama ayahnya yang sedang sakit stroke. Sudah hampir setahun ayahnya harus menggunakan kursi roda karena mengalami lumpuh di sebagian tubuhnya. Untuk kali ini Hasna tidak ingin mengecewakan keluarganya kembali. Pembatalan sepihak pernikahannya dulu bersama Rama sudah cukup melukai hati kedua orang tuanya. Pria yang sudah dipacarinya selama dua tahun itu memutuskan hubungan mereka di saat acara pernikahan mereka akan digelar dalam hitungan hari saja tanpa alasan yang jelas. Peristiwa itu pula yang membuat penyakit hipertensi ayahnya kambuh dan mengalami stroke hingga saat ini. Setelah mematikan shower Hasna segera meraih bathrobe dan mengenakannya. Karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul 5 pagi Hasna melaksanakan salat subuh secara kilat lalu mengenakan pakaian yang ia sembunyikan di dalam ranselnya semalam. Dengan asal Hasna memoles tipis wajahnya dengan bedak dan lips glos lalu bergegas turun ke dapur. Dan benar saja saat Hasna turun ia melihat mama mertua dan ibunya tengah berbincang santai di meja makan dengan segelas teh yang masih mengepul. Melihat kedatangan Hasna kedua wanita paruh baya itu menyambut Hasna dengan hangat. "Aduh duh anak Enyak sekarang jadi istri orang!" Goda Nadila ibu Hasna dengan senyuman terkembang. Hasna hanya membalas dengan seulas senyuman. Andai saja ibunya tahu bagaimana perlakuan kasar Galih padanya pasti detik ini juga wanita itu akan membawanya pulang. "Di mana Babe?" Tanya Hasna seraya menarik kursi di samping Nadila lalu mendaratkan bokongnya di sana. "Lagi ngobrol di halaman rumah bersama Papa dan Galih." Jawab Amelia sambil tak melepaskan pandangannya dari wajah cantik dan segar anak menantunya tersebut. "Abang di mana Nyak? Kan semalam katanye mau nginep di sini?" Sambung Hasna lagi. "Gimane sih Nana sayang, Abang loe kan semalam pada pamit pulang. Jadi, Babe dan Enyak aje yang nginep di sini." Terang Nadila setelah menyesap teh panasnya. "Maaf, Nana lupa Nyak hehehe!" Balas Hasna dengan nyengir. Tak lama Nadia turut bergabung dengan ketiga wanita tersebut yang menjadikan pagi di rumah megah itu semakin heboh. "Cie cie pengantin baru, rambut basah!" Goda Nadia dengan suara mendesah dibuat-buat seraya menghirup aroma sampo rambut Hasna yang masih basah. "Eh Nadia, jangan usil deh sama kakak kamu!" Tegur Amelia saat melihat wajah memerah Hasna. Amelia dan Nadila memang sudah bersahabat sejak mereka masih di duduk di bangku SMA tapi karena kesibukan masing-masing mereka sudah lama tidak bertemu. Nadia dan Hasna pun sudah lumayan akrab karena Amelia sendiri sering mengajak Nadia berkunjung ke rumah Hasna saat ada waktu luang. Dan tentu saja mereka berdua juga berteman di dunia Maya sehingga membuat mereka semakin akrab meskipun jarang sekali bertemu. "Ma!" Panggil Galih menghampiri para wanita yang tengah berkumpul di ruang makan. Tampak Galih melirik sekilas ke arah Hasna yang tengah menyesap tehnya. "Ada apa?" Balas Amelia menatap putranya. "Entar Galih mau nganter Hasna ke rumahnya untuk mengambil pakaian lalu kita pindah ke apartemen Galih ya?" Sambung Galih seraya mengulas senyuman pada Nadila. "Entah biar Abang kalian aje yang nganter pakaian ganti Hasna. Kamu tinggal kasih alamat apartemennya!" Jawab Nadila dengan santai. "Loh loh. Siapa yang Ngizinin kalian pindah? Rumah ini cukup luas untuk kita tinggali bersama." Terang Amelia seraya menatap Galih tajam. Tentu saja Amelia terkejut dengan keputusan Galih yang secara tiba-tiba. "Mama nih gimana sih? Galih kan udah nyiapin apartemen buat istri Galih. Lagian kami ingin menikmati masa-masa pengantin baru sebagai ganti tertundanya bulan madu kami!" Rayu Galih agar mendapatkan izin dari mamanya. Hasna yang mendengar ucapan Galih seketika tersedak. Wajahnya memerah menahan malu dengan ucapan Galih yang secara terang-terangan. "Hati-hati dong Sayang!" Nadila mengelus bahu Hasna seraya menyerahkan selembar tisu untuk Hasna. "Udah deh Mel turutin aja keinginan mereka. Kayak kagak pernah ngerasain pengantin baru aje loe!" Sahut Nadila yang masih mengelus bahu Hasna. Hasna menatap tajam ke arah Galih yang justru membuat pria itu mendekati dirinya. "Kita ke kamar dulu ya!" Pamit Galih lalu merangkul bahu Hasna. Mengajaknya naik ke kamar. Tak ketinggalan senyuman termanis Hasna dapatkan dari dokter tampan tersebut. "Permisi!" Ucap Hasna ramah lalu mengikuti ajakan Galih. "Apalagi yang Abang inginkan dari Nana?" Lirih Hasna tanpa berniat menatap pria yang kini merangkulnya. Kaki mereka beriringan melewati satu persatu anak tangga menuju kamar mereka. "Tentu saja aku bosan bersandiwara terus. Lagian aku ingin memberikan pelajaran berharga untukmu!" Balas Galih seraya mendekatkan bibirnya ke telinga Hasna yang seketika meremang. __________________&&&_________________ Judul Buku : Night With(out) You Author : Farasha
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD