3

1013 Words
Di kediaman Keluarga Morgan. Pagi itu Howard Morgan, Sally Morgan, dan Nicky 07 baru saja selesai sarapan. Usai bersiap-siap, Sally menenteng tas kantor sambil menghampiri Howard. "Ayah, Sally berangkat ke kantor, ya." Sally mengecup pipi ayahnya. Howard heran. "Kenapa berangkat lebih awal dari biasanya?" "Sally mau ke mal, ada yang mau dibeli, Ayah." Howard mengangguk. "Ya sudah. Sally tersenyum, tetapi ketika sedang berjalan ke pintu, tiba-tiba ada yang memanggilnya. Ia pun menoleh ke belakang dan melihat Nicky menghampirinya. "Tunggu Sally! Sebaiknya kita berangkat bersama," tukas Nicky 07. Sally memutar bola mata. "Ngapain? Kan kita bisa naik mobil sendiri-sendiri?!" Nicky menghela napas. "Kalau kamu ingin menjadi pemimpin perusahaan yang baik, kamu harus belajar melakukan penghematan dari hal-hal kecil." Sally mendengkus. "Enggak usah berlebihan. Paling hanya perlu sepuluh liter bensin untuk pulang-pergi." "Coba hitung, 10 liter x 24 hari kerja x 2 = 480 liter per bulan." Sally mengernyit. "Kenapa dikali dua?" "Tentu saja. Satu mobilku dan satu lagi mobilmu. Karena itulah kalau kita berangkat berdua bisa menghemat setengah biaya transportasi bulanan," terang Nicky. "Jadi kita harus berangkat bersama, begitu?" "Iya." Sally mencerna pikirannya, dan terlintas saran Beth agar ia mendekati Nicky untuk mencari kelemahannya. Senyum Sally pun terkembang. "Oke, setuju. Tapi aku mau mampir ke mal dulu." "Tidak masalah, asalkan tidak terlambat sampai kantor." Akhirnya Sally setuju berangkat bersama Nicky 07 demi tujuan: mendepak Nicky dari StarTrack dan menjadi CEO menggantikannya. Namun, semua tidak semudah yang dipikirkan Sally dan Beth. *** Di mal super canggih, Sally berjalan menyusuri toko-toko mewah sambil bersenandung. Sementara itu Nicky membawakan belanjaan Sally yang bertumpuk. "Tidak bisakah kamu berhemat?" tegur Nicky. "Suka-sukaku ... aku beli menggunakan uangku sendiri, jadi jangan coba mengaturku." Sally mencebik. Nicky menghela napas. "Terserah ... tapi sebentar lagi jam kantor. Sebaiknya kita segera ke mobil." "Sebentar, aku masih perlu ke satu toko lagi." "Ya sudah, tapi jangan minta aku membawakan barang-barangmu," ucap Nicky, ketus. "Kenapa? Kamu robot, jadi tidak akan merasa letih, kan?! Kalau aku letih, malah akan lama berbelanja." "Ya sudahlah. Cepat, aku tidak mau kita terlambat." Setelah melintasi beberapa toko, Sallu masuk ke sebuah toko pakaian dalam. Sally pun mencari-cari pakaian yang sesuai seleranya, sementara Nicky duduk pada sofa di dalam toko. "Saya mau mencoba yang ini." Sally menunjukkan pakaian pada robot perempuan pelayan toko. Pelayan toko tersenyum sembari menunjuk ruangan di balik dinding. "Silakan, ruang ganti ada di sebelah sana." "Okay!" Tiga menit kemudian .... "Saya mau coba yang itu juga," tukas Sally pada pelayan toko. "Saya ambilkan sebentar." Sementara itu, Nicky berkali-kali mengecek jam. "Lama sekali," gumamnya, mulai kesal. Lima menit kemudian .... "Saya mau mencoba baju kuning ini." "Silakan." Hampir setengah pakaian yang dipajang, dibeli Sally. Namun, perburuannya belum usai sehingga Nicky makin gerah menunggunya. Ia berjalan mondar-mandir sambil sesekali mengecek jam. Tujuh menit kemudian .... "Coba lagi yang merah." Pelayan toko mengangguk, lalu mengambilkan baju yang diminta. Nicky makin meradang. Wajahnya murung dan menggerutu terus menerus. Sepuluh menit kemudian .... Sally menunjuk pakaian hitam. "Yang itu." Lima belas menit berlalu, tetapi Sally masih belum selesai berbelanja, padahal sudah hampir seluruh pakaian diborong. Kekesalan Nicky sudah tak dapat ditahan lagi. Ia menghampiri ruang ganti, lalu masuk ke dalamnya. "Kita harus pulang seka—" Sally yang dalam keadaan tanpa busana pun terkejut. "KYAAAAAAAAAAAA!! KELUAAAAR!!" Dilemparkannya barang-barang ke arah Nicky. Nicky belum pernah melihat Sally semarah itu, dan berlari ke luar. Napas mesinnya terengah-engah. Sebenarnya dari awal Nicky tidak diberi kemampuan dari untuk membedakan laki-laki dan perempuan, itulah sebabnya ia tidak tahu alasan kemarahan Sally. *** Pada malam hari di sebuah kafe yang ada di pusat kota Seoul. Sally dan Beth sedang berbincang-bincang sambil menikmati sajian di sana. Wajah Sally masih terlihat kesal. Ia menceritakan kejadian tadi pagi ketika di mal bersama Nicky. Mendengar cerita tersebut, Beth tergelak. "Menyebalkan! Malah tertawa!" Sally mencebik. "Iya, sorry, sorry ... soalnya lucu," ujar Beth berusaha menahan tertawa. "Jadi beneran kejadiannya seperti itu?" "Ngapain aku bohong?" "Kok bisa, ya, dia masuk kamar ganti perempuan?" tanya Beth, heran. "Enggak tahu ... ngeselin banget!" Sally berpikir selama beberapa saat. "Jangan-jangan dia enggak bisa membedakan laki-laki dan perempuan?" "Enggak mungkin. Kamu mengatakan kalau dia produk terbaru dan paling canggih. Bahkan sama persis perilakunya seperti manusia. Seharusnya dia sudah diprogram untuk membedakan gender." Beth menyahuti. "Mungkin bukan tidak diprogram. Tapi diprogram untuk belajar membedakannya sendiri." Beth berpikir sejenak. "Nah, bisa jadi. Tapi itu baru dugaan, dan sebaiknya diuji untuk meyakinkan anggapan tersebut." "Maksudnya?" Beth tersenyum. "Kalau kejadian seperti tadi terjadi lagi, berarti dugaan tersebut benar." "Gilaaaaa!! Enggak mauuu!!" Beth terbahak-bahak. "Yaaa ... enggak kayak tadi juga. Gini ... coba diajak pergi ke pantai. Kebetulan besok aku mau ke pantai sama suamiku. Sekalian aja kamu ikut dan ajak dia." "Ta-tapi ...." "Kenapa?" Sally tersipu-sipu lantas berkata malu-malu, "Aku tidak pernah ke pantai, jadi ...." Beth tertawa kecil. "Oh enggak punya baju pantai. Kalau beli udah enggak sempat ... mmm ... pakai punyaku aja! Aku punya beberapa pakaian, kok." "Wah! Terima kasih!! Lagipula di sana banyak perempuan berbikini, jadi enggak perlu aku yang berkorban cuma untuk membuktikan dugaan kita, kan?!" "Iya." Beth tersenyum penuh arti. Sally pun curiga. "Kok, senyum-senyum?! Ada apaan, siiiih?" "Enggak apa-apaaaaa ... oh, iya, sudah lama ya kita enggak liburan bareng?" Sally menghela napas. "Sejak kamu menikah dengan Jack, tahun lalu ...." "Iya, siiiih ...." Beth menengok jam tangan. "Sudah malam. Sebaiknya kita pulang sekarang. Jangan lupa bujuk Nicky supaya mau ikut besok." Sally mengangguk. "Nanti aku kabari. Besok bertemu langsung di pantai, kan?" tanya Sally seraya beranjak kemudian berjalan mengiringi Beth menuju pintu keluar. "Iya. Aku tunggu pukul 09.00 pagi." Besok merupakan hari untuk memastikan kebenaran dugaan mereka. Meskipun tidak akan mudah, tetap patut dicoba. Pada pagi hari Sally baru saja sampai di pantai bersama Nicky. Menilik dari wajah Nicky yang masam, bisa diduga kalau Sally memaksanya ikut. Sementara itu mata Sally berbinar, merasa antusias melihat keindahan pantai. Beth dan suaminya—Jack—tak kalah antusias. "Waaaaah!! Aku mau mencoba Super Banana Boat!!" seru Sally, menunjuk perahu berbentuk pisang yang sedang membelah air dengan kecepatan tinggi. Beth tertawa kecil seraya melirik Sally yang memakai kaus dan celana jeans panjang. "Dengan pakaian seperti itu? Yakin?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD