2

1046 Words
Belum habis kekesalan Sally, ayahnya memerintahkan agar mengenalkan Nicky pada karyawan StarTrack. Sudah dapat dibayangkan kalau Sally akan mengalami hari terburuk sepanjang hidupnya. Namun, perintah Howard Morgan tak bisa disangkal, ia harus melakukannya. Tepat pada pukul sepuluh pagi, Sally dan Nicky berdiri di mimbar Aula Enter Price Tower. Seluruh pandangan karyawan terpusat pada mereka. Sebagian berbisik-bisik, berspekulasi perihal pengumuman yang akan disampaikan, sementara yang lain memilih tak mengambil pusing, dan hanya sekadar hadir memenuhi panggilan. Sally mengedarkan pandangan, sebelum memulai. “Selamat pagi. Hari ini saya memiliki pesan dari Mr. Howard Morgan. Pertama-tama, saya menyampaikan kalau kemarin Mr. Howard Morgan mengalami kecelakaan kecil, sehingga Dokter mengharuskannya untuk rehat dari pekerjaan selama dua tahun.” Mendengar itu, sontak hadirin menjadi ramai. Di antara mereka ada seorang pria yang duduk di bangku terdepan, tampak tenang. Tak lama kemudian, ia berdiri. “Dimohon tenang! Miss. Sally Morgan belum selesai menyampaikan pesan Mr. Howard Morgan!” Peringatan itu menenangkan hadirin. Jelas terlihat kalau laki-laki tersebut memiliki jabatan tinggi di dalam StarTrack. Dia adalah Billy Morgan, Direktur Operassional, sekaligus kakak sepupu Sally. Sally mengangguk, berterima kasih pada Billy. “Mengenai jabatan CEO, Mr. Morgan telah menunjuk penggantinya selama beliau berhalangan. Kepada Mr. Nicky, silakan memperkenalkan diri.” Nicky berjalan ke depan, dan mengambil microphone dari Sallu. “Pertama-tama saya ucapkan terima kasih pada Miss. Sally Morgan, karena telah membuka acara ini. Dan memang betul yang disampaikannya. Mulai hari ini, saya robot bernama Nicky 07, menerima tugas Mr. Morgan untuk menggantikannya sebagai CEO selama dua tahun. Sebab itu, saya memohon kerjasama rekan-rekan sekalian, dan bersama-sama membawa StarTrack semakin maju di kemudian hari.” Nicky menutup perkenalan dengan elegan. Suasana kembali gaduh. Penunjukkan robot sebagai CEO tentu menuai kontroversi. Sebagian besar tidak setuju dengan keputusan tersebut. Namun, keputusan itu merupakan hak mutlak pemilik perusahaan, sehingga mereka harus mau menerimanya. “Baik. Saya telah menyampaikan pengumuman, selanjutnya silakan kembali mengerjakan tugas masing-masing,” seru Sally, membubarkan karyawan yang berada di aula. Billy menyambut Sally dan Nicky 07, yang baru saja turun dari mimbar. "Mr. Nicky, perkenalkan saya Billy Morgan," ujarnya, menyalami Nicky. Nicky mengangguk, tanpa tersenyum. "Ini hari pertamaku, dan aku harus mulai bekerja. Sebaiknya kalian juga tidak membuang waktu." Ia berjalan ke luar ruangan. Melihat sikap dingin Nicky, Sally menjadi makin kesal. "Sombong sekali." "Ah, dia masih baru di sini. Mungkin masih perlu waktu beradaptasi," ujar Billy, berusaha menenangkan Sally. Sally menghela napas. "Sudahlah ... aku juga harus kembali ke ruangan." Ia pun berlalu meninggalkan Billy. Setelah hanya tinggal sendiri di dalam ruangan, gigi-gigi Billy bergemeretak seraya mengepalkan tangan kuat-kuat. Apa yang dipikirkan orang tua bodoh itu, sampai menunjuk robot sebagai pengganti sementara? *** Seperti hari-hari lain, kesibukan tampak di setiap lantai Kantor Pusat StarTrack Group. Namun, nuansa hati Sally tak secerah biasanya. Bahkan bisa dikatakan sangat mendung. Penyebabnya tidak lain adalah pimpinan baru perusahaannya yang menyebalkan. "Sally, tolong siapkan berkas proyek baru kita ke sini," perintah Nicky, yang sedang mengamati grafik pertumbuhan omset di komputer. "Robot sialan ...," gerutu Sally. "Apa?" "Eh, ti-tidak ... hehehe, maksud saya, mohon ditunggu." Sally mengeluarkan map dari dalam tas. "Ini, Sir." Niki mengambil berkas dari tangan Sally, seraya tersenyum tipis. Namun, baru saja Sally mau kembali ke ruangannya, tiba-tiba Nicky kembali memanggil. "Tunggu, Sally." Sally menghela napas seraya memutar bola mata lantas membalik badan. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya berusaha mengangkat kedua ujung bibirnya. "Buatkan saya kopi." "Ok." Sally keluar ruangan sambil menggerutu, "Sialaaaaaan!! Aku Direktur Keuangan, tapi disuruh buat kopi!!" Kekesalan Sally tak luput dari perhatian Bethany Smith—sahabat sekaligus Manajer Keuangan. "Sally, kenapa?" Sally mencebik. "CEO pengganti ayah benar-benar menyebalkan!" Beth tertawa kecil. "Sabaaaaaar ...." Alih-alih surut, Sally makin kesal. "Bagaimana tidak kesal jika diperintah membuatkan kopi?! Dia menganggapku Office Boy!" Beth tak sanggup lagi menahan tertawa, membuat Sally kian meradang. Ia berkacak pinggang sambil melotot. Tahu kekesalan sahabatnya, Beth mencoba menahan tawanya lagi. "Daripada kesal, lebih baik kita minum di kafe sebentar, yuk. Kan, lima belas menit lagi sudah jam istirahat?!" "Ayo aja ... tapi ...." Sally mengangkat gelas kopi. Beth mengedarkan pandangan lalu melambaikan tangan pada seorang Office Boy. Office Boy tersebut segera menghampiri. "Miss. Smith, Miss. Morgan." Office Boy sedikit menunduk. "Ada yang bisa dibantu?" Eun-Kyung melirik Ae-Ri. "Tolong antarkan kopi ke ruangan CEO." "Kalau Mr. Nicky menanyakan saya, bilang saja sedang ke toilet," timpal Sally. "Baik, saya permisi." Setelah Office Boy berlalu, Beth menggandeng tangan Sally. "Gampang, kan?! Makanya tidak perlu pakai emosi." "Iyaaaa ...." Beberapa saat kemudian, keduanya telah tiba di kafe lantai dasar, dan duduk pada kursi di pojok ruangan. Suasana kafe masih tampak sepi, hanya ada beberapa pengunjung. Jam kantor yang masih berlangsung merupakan penyebab sepinya pengunjung. Namun, suasananya seperti itu yang memang dicari Beth dan Sally agar bisa berbincang dengan tenang. "Padahal kamu anak pemilik perusahaan sekaligus Direktur Keuangan, kan?!" ujar Beth, sembari memutar-mutar sedotan di dalam gelas. "Begitulaaaah ...." Sally menekuk wajahnya. "Seharusnya aku yang ditunjuk menggantikan ayah, tapi kenapa malah robot yang menyebalkan itu?!" "Mungkin ayah kamu berpikir kalau usiamu masih terlalu muda memangku jabatan tersebut," tukas Beth. "Kalau karena usia aku dianggap belum berpengalaman, apalagi robot menyebalkan itu! Dia tidak punya pengalaman sama sekali di StarTrack!" Beth mencerna pikiran sesaat. "Iya, siiih ...." "Lama kelamaan aku enggak kuat kalau dia masih menjadi CEO!" "Jangan begitu ... kamu harus tetap di sini, karena StarTrack juga perusahaan kamu, kan?!" "Tapi aku malas kalau ada Nicky." Sally mencebik. "Kalau begitu keluarkan saja dia dari StarTrack," usul Beth. Sally menghela napas. "Bagaimana caranya? Ayah yang menunjuknya." Beth berpikir selama beberapa saat. "Robot pasti punya kelemahan, misalnya ada hal-hal yang belum terprogram di dalam sistemnya." "Sulit. Dia robot produksi terbaru, sudah seperti manusia. Lihat saja tadi memesan kopi." "Seperti manusia?" tanya Beth, dan dijawab anggukan Sally. "Berarti dia memiliki perasaan seperti manusia, begitu, ya?" Sally mengangguk. "Iya. Pokoknya persis sekali seperti manusia." "Bagus! Itulah kelemahannya!" "Maksudmu?" Kedua sudut bibir Beth terangkat. "Dia kan robot laki-laki, pasti punya kelemahan seperti laki-laki." "Terus?" "Yaaa ... kamu manfaatkan saja kelemahannya." Sally termenung, memikirkan kata-kata Beth. "Maksud kamu aku pacari dia?" Beth mengangguk repetitif. "Iya." "Gila! Kamu saja yang memacarinya! Ini kan usulmu!" "Ini masalah kamu, jadi harus kamu yang selesaikan." Sally mencerna pikiran beberapa saat sebelum menghela napas. "Ya sudah aku coba." Meskipun siasat telah disusun, tetap bukan perkara mudah mendekati Nicky, apalagi berpacaran. Namun, Sally bertekad mencobanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD