SENJA 0.2

886 Words
"Why?" Gadis itu mendengkus mendengar pertanyaan sama, yang selalu keluar dari pria.. yang sialnya menyukainya itu. "I can't Kas, you know it." Pria itu menggeleng pelan, masih dengan posisi menggenggam erat tangan gadis yang dicintainya. "But I love you. It's been 2 years, I can do anything for you." Lagi-lagi gadis itu menggeleng dan melepas genggaman itu perlahan. "Listen to me," ucapnya melembut. "I'm not a good girl, you know I was a bad girl. And I have another person in my life. You can get more better girl then me." Pria itu tetap saja menggeleng dengan keras kepalanya. "Angkasa dengerin aku," "Aku bukan perempuan yang pantes buat kamu. Terlepas apa yang udah kamu lakuin buat aku selama ini, aku mau bilang terima kasih banyak. Tapi untuk nerima kamu, aku gak bisa. I don't love you anymore. Kamu sahabat terbaik ku setelah Naura. I just want like this, not more." Naka, gadis itu memberikan senyum manisnya sebagai penutup dari ucapannya. Dapat ia saksikan pria di hadapannya masih sedikit keras dengan egonya. Naka faham, tidak mudah memang baginya menerima ini. Terlebih selama 2 tahun lebih ia selalu mendampingi Naka dan selalu ada untuknya. "You still love him?" Tanyanya pelan. Naka tersenyum simpul dan mengendikkan bahunya, "I don't know. Aku cuma percaya sama apa yang hati ku punya. Dan saat ini dia lagi gak siap dan gak nerima ada tamu masuk untuk apapun. Baik sekedar singgah atau menetap." "Bener-bener gak ada kesempatan buat aku?" Pria itu lagi-lagi membuka suara, memastikan perasaannya. "Ada." Mata yang sempat meredup kini kembali bersinar saat mendengar pernyataan dari Naka. "Tapi bukan buat aku," pundaknya merosot turun melemas. Tetap sama ternyata. "Dengerin aku, lagi. Seorang Angkasa itu pantas mendapatkan yang lebih baik dari aku. Kamu orang baik, dan gak semestinya kamu harus tersakiti dan itu karena orang kaya aku." Naka memajukan tubuhnya, memeluk pria bernama Angkasa itu erat. "You still my best friend." Angkasa membalasnya meski harus kembali menelan pil kekecewaan. Jika boleh di hitung. Maka ini adalah kali ke-5 ia menyatakan perasaannya pada seorang Nantika Senja, dan hasil yang di dapat selalu sama. Sejak awal bertemu karena Naka yang mengajukan kerja part time di cafenya, Angkasa sudah merasa tertarik. Pria keturunan Indonesia - Perancis yang bernama Angkasa Geraldo itu mengaku terpikat akan mata berbinar dari gadis 20 tahun itu. Sampai saat ia mencoba mendekati gadis itu ia menemukan fakta yang sedikit mengejutkan untuknya. Gadis ah bukan, wanita itu sudah pernah memiliki rumah yang suci. Pernah, karena pada akhirnya yang ia tau Naka memilih pergi bersama sahabatnya, Naura untuk memulai kehidupan kembali. Entah apa alasannya. Yang jelas, wanita itu benar-benar memulai hidup baru di sini. Di sudut kecil kota California. "Yaudah aku mau pulang." Angkasa menahan tangan Naka yang akan bangkit. "Aku anter, udah jam sebelas." Naka mengangguk tanpa membantah. Ia sudah cukup lelah akan pekerjaan dan tugas kampusnya hari ini. "Kamu ada tugas?" Angkasa membuka suara, mencoba mengusir keheningan yang ada di mobil yang sedang menyusuri jalanan kota California. Naka menganggukkan kepalanya perlahan sebagai jawaban. "Aku denger katanya lusa mau ada seminar dari pengusaha besar Asia, bener?" Naka yang semula sibuk memainkan ponsel kini mengalihkan pandangannya pada Angkasa yang berada di sisi kirinya. "Tau darimana kamu?" Angkasa terkekeh sambil menepuk d**a kirinya pelan, "aku," ujarnya bangga. Naka mendengus, "najis." Sekitar 15 menit akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen yang ditempati oleh Naka dan Naura. "Nih," Angkasa menyodorkan sebuah paperbag kepada Naka yang akan membuka pintu. Naka yang mengernyitkan keningnya bingung, "buat?" Angkasa terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, gugup. "Biasa." Naka menggeleng sambil menolak halus uluran tangan Angkasa. Melihat hal itu Angkasa berdecak sebal, "bukan buat kamu juga. Udah sih ah." Angkasa tetap memaksa membuka telapak tangan Naka agar menerima paperbag darinya. "Gak ada penolakan," sahutnya cepat saat melihat Naka akan membuka suara. "Udah turun kamu cepet, masih sakit hati di tolak aku." Usir Angkasa yang di tanggapi dengan dengusan sebal dari Naka, namun tak ayal ia tetap membuka pintu mobil Angkasa dan keluar dari sana. "Jangan lupa salam ku yaa," teriak Angkasa dari dalam mobil saat Naka sudah berada di sisi luar mobilnya. Naka hanya mengangguk dan tak lama mobil Angkasa menjauh dari hadapannya. "Woah, what is that?" Naka berjengit kaget saat mendengar suara yang tak lain dari Naura. Ia melirik sejenak jam dinding dan mendapati jarum jam yang nyaris menunjukkan tengah malam. "Belum tidur loe?" Tanya Naka sambil melepas sepatu dan mantelnya yang di jawab gelengan oleh Naura. "Apaan?" Tanya Naura lagi. Naka mengangkat paperbag itu perlahan, "Angkasa." Naura mengangguk faham. "Sayang banget kayak nya." Naka mengendikkan bahunya acuh. Beralih menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dan menyusul Naura yang sudah mulai fokus di depan laptop. "Rewel ya Ra?" Naura menggelengkan kepalanya tanpa mengalihkan tatapannya. "Gak kok, tenang aja." Naka mengangguk, "maaf ya." Naura berdecak, ia lantas memutar tubuhnya ke kiri dan berhadapan dengan Naka. "Gue sebel deh kalo loe udah gini, udah dong." Naka tersenyum lalu mengangguk. Naura kembali mengalihkan tatapannya pada laptop yang ada di depannya. "Eh Ka, serius gak mau berhenti kerja aja?" Meski tak menghadap pada sahabatnya itu, tetapi Naura dapat melihat bahwa Naka menggelengkan kepala dari sudut matanya. "Gue udah terlalu ngerepotin loe." "Apa deh," sahut Naura sebal. "Thank you Raa," Naura tersenyum memeluk tangan sahabatnya yang sudah bertengger di lehernya akibat Naka yang memeluknya. "There are not 'thanks' between us ka, we're family."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD