SENJA 0.3

895 Words
"Iya Ra" "Abang udah sampe?" Tanpa sadar Gandha mengangguk, "eh iya udah." "Yaudah kalo gitu. Assalamualaikum." Panggilan telefon itu terputus sesaat setelah Gandha menjawab salam dari adiknya. Dengan sedikit membetulkan letak kacamatanya, Gandha kini melirik lelaki yang ada di sampingnya. Hanya sesaat sampai akhirnya ia mengendikkan bahunya acuh dan menghempaskan dirinya pada tempat tidur yang ada di hotelnya. "Taik loe malah tidur." Gandha tak menggubris ucapan itu. "Ga, loe denger gue gak sih?" Gandha hanya berdehem dengan mata yang masih terpejam. Lelaki itu mendengus sebal. "Ini kerjaan gue gimana elah." Gandha masih tak bergeming. Ia masih lelah karena baru saja mendarat di California sejam lalu dan harus menerima ocehan tak penting dari sahabatnya, Romeo. "Ga.." Romeo yang kesal karena di acuhkan Gandha pun mendengus kesal sebelum akhirnya memilih beranjak untuk kembali ke kamarnya. Gandha membuka matanya perlahan sesaat setelah mendengar pintu yang tertutup. Ia meraih ponsel yang ada di sampingnya dan membukanya. Tangannya dengan terampil bergerak menuju folder bertuliskan "Senja". Ia tersenyum lebar saat melihat kumpulan foto dan video yang diambilnya secara diam-diam saat bersama istri kecilnya itu. Ini sudah tahun ke-3, namun hatinya tetap saja terus meronta menggemakan kata cinta dan rindu untuk Senja-nya. Ia masih mencintai istrinya, sangat. "I really miss you princess," gumamnya. Matanya terpejam, menikmati memori yang terputar di ingatannya. Apalagi saat ini ia tengah memutar lagu berjudul Muara milik Adera, lagu favorit istrinya. ** "Kamu gak mau ganti lagu?" Naka menggeleng sebagai jawaban, mengabaikan Gandha yang sudah berdecak sebal. "Mas bosen dengernya." Kali ini Naka yang berdecak sebal, bahkan ia melepaskan diri dari sang suami yang sedari tadi asyik memeluknya. "Mas tau makna lagu ini gak sih?" Gandha menggeleng dengan polosnya tanpa menyadari ekspresi Naka yang sudah mendelik tak percaya. "Mas bisa Bahasa Indonesia kan?" "Bisa lah, menurut kamu?" "Nah kalo gitu harusnya faham dong." Kali ini Gandha yang mendelik, apa baru saja ia dikatai bodoh secara tak langsung oleh istrinya. Naka yang memperhatikan ekspresi suaminya memilih acuh bahkan tak mempedulikannya. "Mas gak punya waktu buat dengerin lagu gak jelas gitu." Naka memukul pelan bahu suaminya. "Cih sok sibuk." "Lah Mas emang sibuk." "Mas denger deh ya, harusnya Mas kasih waktu buat diri Mas merilekskan otak. Salah satunya dengan mendengarkan musik." Gandha mengernyitkan keningnya, "kamu menggurui Mas?" Naka mendengus, "gak penting. Yaudah kalo gak mau sana, Senja mau dengerin musik nih." Gandha menggeleng cepat. Apa-apaan hanya karena perdebatan tak penting soal musik ia harus menjauh dari istri kecilnya itu. "Yaudah makanya diem aja." "Iyaa.." Gandha mengalah, lebih baik ia diam daripada harus berujung menyingkir dan tidur di sofa sendirian. Ia menarik Naka masuk dalam dekapannya. Memposisikan diri seperti semula. "Mas tau kenapa Senja suka lagi ini?" Gandha menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan istrinya yang saat ini tengah asyik menyembunyikan wajahnya di d**a bidang miliknya. "Lagu ini judulnya Muara, Mas tau kan Muara itu apa? Ujung, akhir pemberhentian dari sebuah perjalanan panjang." Gandha masih diam mendengarkan ocehan istri kecilnya dengan tangan yang sibuk bergerak mengelus surai rambut beraroma Vanila favoritnya. "Senja mau, Senja jadi muara buat Mas Gandha. Senja tau.. banyak hal yang gak bisa Senja wujudkan sebagai seorang istri yang baik untuk Mas. Tapi Senja harap, Mas tetap akan bertahan dan menjadikan Senja akhir dari perjalanan hidup Mas." Gandha memberikan kecupan singkat di puncak kepala istrinya. "Sedalam itu lagu ini?" Naka mengangguk dalam dekapan suaminya. "Tanpa kamu minta pun Mas akan melakukannya Senja. Tetapi saat kamu minta ini, Mas memutuskan untuk mulai mencintai lagu ini seperti Mas mencintai kamu." Naka terkekeh dan memukul pelan d**a suaminya, "jayus." Gandha tersenyum. "Beritahu Mas tentang lagu-lagu yang kamu suka biar kita bisa mendengarkannya bersama untuk menghabiskan waktu." Lagi-lagi Naka mengangguk. "Tapi Senja suka banyak lagu." "Gak masalah, sekarang tugas kamu adalah memilihkan soundtrack dari hari-hari yang akan kita jalani. Dengan begitu hidup kita akan berwarna kan?" Naka mengangguk lantas semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh sang suami. "Senja," Naka berdehem sebagai jawaban. "Mas mau kamu faham satu hal. Kita harus belajar dari Senja, bahwa sesuatu yang indah takkan pernah bertahan lama." Naka merenggangkan pelukannya dan mendongak menatap wajah tampan suaminya yang kini mengangguk perlahan. "Maksudnya?" "Kamu tau kan kalo Senja itu indah?" Naka mengangguk. "Tapi Senja selalu datang disaat gelap menghabiskan malam dan meninggalkan Matahari yang ingin hadir dari peraduannya. Senja yang indah tidak pernah bertahan lama. Kita harus faham itu." "Maksud Mas kita gak akan bahagia?" Gandha menggeleng sebelum akhirnya mengecup singkat bibir mungil istrinya yang menggemaskan. "Kita akan bahagia. Tapi tidak selamanya. Akan ada masanya kita terluka dan hidup dalam kegelapan. Dan dimasa itu, Mas harap kamu ingat hal lain dari Senja yang banyak orang lupakan." "Apa?" "Sifat Senja yang sementara tidak pernah ingkar untuk selalu hadir. Artinya, di kegelapan apapun Senja akan selalu hadir menunggu Matahari datang dan menghangatkan bumi. Senja memberikan kepastian bahwa ia akan ada dengan keindahannya meski sejenak setiap hari. Mas harap kita pun demikian. Tak peduli seberapa lama gelap datang, Mas harap kamu tetap setia menjadi Senja yang memastikan kehadirannya untuk Mas yang ingin memberikan kebahagiaan untuk kamu. Senja yang setia menanti Matahari." Naka tersenyum dengan pipi merahnya, "gombal banget sih." Rengeknya menyembunyikan wajah dalam d**a bidang suaminya. Gandha terkekeh gemas, mereka memejamkan mata setelah Gandha memberikan kecupan hangat di kening istrinya. Mereka terlelap dengan saling mendekap erat diiringi lagu cinta kesayangan Naka. ** Gandha menyeka air mata yang tanpa sadar menetes dalam pejamnya. "Mas rindu. Cepat pulang, Matahari takkan sempurna tanpa Senja yang menantinya," gumamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD