Part 4. Tak Bermaksud b******k

1002 Words
“Kenapa Ayah bertanya tentang itu?” tanya Darel dihinggapi rasa penasaran. “Ada anak kawan ayah yang baru saja lulus kuliah. Dia ingin bekerja di luar kota, dan ya, siapa tahu kamu bisa bantu kan?”  “Anak kawan Ayah siapa?” tanya ibu Darel. “Navya.” Dan hanya menyebut satu nama itu, sang istri tahu siapa yang dimaksud. “Ow! Navya. Ibu denger anaknya cerdas lho, El.” Darel tak langsung menjawab dan dia berpikir sejenak.  “Dia ambil jurusan apa memangnya, Yah?” tanyanya pada akhirnya. “Akuntansi.” Kebanyakan di zaman sekarang, memang jurusan itu sangat diminati, “Kalau memang di kantor kamu nggak ada, kamu pasti ada temen yang bisa dimintai bantuan kan?” sebenarnya itu bukan sebuah desakan. Tapi ketika Darel mendapatkan permintaan tolong dari seseorang, rasanya dia tak bisa menolak. “Kalau gitu, minta dia buat surat lamaran aja, Yah. Waktu Darel balik nanti biar dibawa.” Itu adalah keputusannya. Tak bijak rasanya kalau langsung menolak permintaan seseorang. Dia harus mencarikan terlebih dulu.  Untuk saat ini, memang di kantornya belum membutuhkan karyawan tambahan. Tapi siapa tahu dia membutuhkan dengan mendadak. Toh masih ada restoran miliknya yang membutuhkan seorang akuntan juga. Maka menerimanya bukan masalah besar.  Senyum ayahnya terlihat lebar dan Darel juga ikut tersenyum menanggapinya. Mereka melanjutkan obrolannya setelahnya sebelum lelaki itu akhirnya beranjak dari duduknya dan naik ke lantai atas untuk masuk ke dalam kamarnya.  Naik ke atas kasurnya, Darel memejamkan mata. Dia benar-benar lelah sekali hari ini. Menyetir sendiri selama beberapa jam dan terjebak macet, adalah salah satu alasan kenapa dia merasa malas untuk pulang. Lagipula, setelah sampai di rumah seperti ini, dia benar-benar malas untuk kembali lagi nantinya. Itu adalah hal yang sudah biasa terjadi kepadanya. Keesokan harinya, ketika pagi sudah datang, dia turun dari lantai atas, kedua orang tuanya sudah siap-siap untuk pergi bekerja. Dengan celotehan kedua keponakannya, Darel merasa suasana menjadi lebih hidup.  “Selamat pagi!” sapanya kepada keluarganya yang sudah berkumpul di ruang makan. Kedua keponakannya bahkan terlihat mendongak dan tersenyum. “Pagi, Om Ayah.” Gadis kecil berusia tiga tahun menyapa balik dirinya. Dua bocah itu sudah terlihat segar setelah mandi. Darel mengecup kedua bocah itu dengan sayang dan kemudian duduk di samping mereka. Panggilan itu terkadang terdengar menggelikan di telinga orang lain. tapi mau bagaimana lagi, bocah itu yang menciptakan panggilannya sendiri. Jadi, Darel hanya sanggup menerima saja. “Hari ini mereka harus pulang. Ayahnya udah balik.” Ibunya yang memberikan informasi itu. Dan tak lama seorang lelaki setinggi Darel masuk ke dalam ruang makan dan mereka saling melempar senyum. “Bapak CEO.” Katanya dengan kebanggan yang dimilikinya. Lelaki itu adalah kakak ipar Darel. Dia seorang manajer perusahaan besar yang sering sekali pergi ke luar kota. Sesekali dia akan membawa keluarganya ikut serta. Hanya saja, jika memang waktunya tidak terlalu panjang, maka dia harus meninggalkan istri dan anak-anak di rumah. Dan, kakak Darel memilih untuk menginap di rumah orang tuanya. “Abang makin subur aja.” Tanggapan Darel ketika dia melihat tubuh kakak iparnya itu semakin agak mengembang. Bukannya merasa tersindir, lelaki itu justru tertawa. “Inilah kenapa kamu harus merasakan gimana rasanya punya istri.” Godanya sambil menaik turunkan alisnya, “Rasanya itu seperti,” seperti gerakan slow motion, semua orang kini tengah memperhatikan lelaki itu. Mereka takut, Apa yang akan dikeluarkan dari mulutnya adalah ucapan kotor yang meniru seseorang yang sedang viral di social media.  “Ajibbb, banget.” Dan barulah setelah itu, mereka akan mengeluarkan nafas dengan lega. Membuat menantu pertama di keluarga itu tertawa-tawa karena berhasil membuat semua orang panic dan memelototinya. “Ajib itu apa, Pa?” anak pertamanya justru mendengar dan bertanya. Untuk saja itu bukanlah ucapan kotor. Kalau sampai kakak ipar Darel itu keceplosan, maka hancurlah sudah. “Ajib itu enak, Kak.” Jawab sang ayah dengan lembut. Lalu, gadis kecil itu mengangguk. Dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil bilang, “Ajibb, banget.” Sambil mengacungkan jempolnya ke arah semua orang. Itu benar-benar membuat suasana yang tadinya hening menjadi semakin meriah.  Tawa itu meledak dan semua orang tak bisa untuk menahannya. Itulah anak-anak. Otak mereka mudah sekali menangkap sesuatu dan akan menjadi hal yang ditirukan oleh mulutnya. Kerenanya, pendidikan dari keluarga sangat berperan penting bagi mereka. Dan karena itulah pembahasan masalah berumah tangga tak berlanjut karena sibuk dengan tawa mereka.  Setelah kerusuhan itu terjadi, Darel ditinggal seorang diri di rumah orang tuanya. Dia membuka laptopnya dan menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya. Meskipun dia tidak di kantor, tapi hal itu tak akan menghalangi keproduktifannya sebagai seorang bisnisman. Notifikasi ponsel terdengar dan Randy mengirimkan pesan.  Randi : Lo di mana, Bro? Darel memang tidak mengatakan kepada teman-temannya jika dia akan pulang ke rumah orang tuanya. Maka seperti inilah yang terjadi. Mereka mencari keberadaan Darel. Pasti Randi yang mewakili teman-teman yang lainnya untuk bertanya.  Darel : Gue pulang ke rumah ortu. Naon? Meletakkan kembali ponselnya, Darel fokus pada laptop yang ada di depannya. Lelaki itu memang memegang prinsip; jika dia bekerja maka tak peduli apapun, tak ada yang boleh mengalihkan pikirannya untuk hal lain. Dia harus benar-benar fokus dan tak ada gangguan dari manapun. Randi : Ngga ada. Mau gue ajak ketemuan sama orang yang gue kira ini sesuai dengan kriteria lo Darel menghembuskan nafasnya panjang, dan dia merasa jika dibandingkan dirinya sendiri, Randi adalah orang yang paling bersemangat untuk mencarikan calon untuk dirinya. Itu sungguh luar biasanya menurutnya. Sebenarnya yang diburu dengan pernikahan itu siapa? Dirinya atau bahkan Randi? Kenapa jadi Randi yang repot sekarang? Maka Darel kembali membalas. Darel : Gue antara minggu atau senin balik. Lo bisa undur waktunya. Untuk menghormati kerja keras yang dilakukan oleh Randi untuk mencarikan istri untuknya, dia harus menerima jika mau dikenalkan kepada seorang gadis. Bagi Darel, tak ada salahnya untuk mencoba. Dia akan benar-benar mencoba sampai dia berhasil. Darel adalah lelaki yang sangat kukuh. Bisa dikatakan, dia bukanlah orang yang pantang menyerah. Dia pernah merasakan titik terendah dalam hidupnya, tapi menyerah, tak akan pernah ada di dalam kamus hidupnya. Randi menyetujui dan dia benar-benar akan menemui gadis itu nantinya. Lalu bagaimana dengan Kania? Seperti yang pernah Darel bilang kepada Randi waktu itu, jika dia menyukai gadis itu hanya sebatas teman. Untuk selanjutnya, dia bahkan tak sempat memikirkan tentang kelanjutan hubungan mereka.  Dia bukannya ingin menjadi lelaki b******k berkenalan sana sini. Tapi Darel tak ingin membohongi dirinya sendiri. Jika memang menginginkan seseorang untuk menjadi miliknya, maka dia akan memperjuangkannya. Tapi jika dia tak ingin, maka menghindar adalah jalan yang akan dia pilih. Hidup nya tak pernah dibuat sulit.  *.* 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD