3

1033 Words
Setelah mengantar Arisa ke sekolahnya, Aliya bergegas ke Cat Caffe dimana ia bekerja sebagai menager Cafe di sana saat ini.  Memang pendapatannya tidak sebanyak saat dia bekerja di kantor sebelum dia menikah dengan Revan, tapi setidaknya pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua.  Bagaimanapun Aliya bersyukur masih bisa di berikan pekerjaan.  Lagipula bukannya Aliya tidak mampu bekerja di kantoran lagi, tapi Aliya memilih pekerjaan yang tidak begitu menyita waktunya agar ia juga bisa merawat Arisa dengan baik. Bagi Aliya, membesarkan dan merawat Arisa adalah hal yang utama. Karena itu ia lebih memilih pekerjaan yang tidak menyita waktun. Dan Aliya merasa bersyukur karena pemilik cafe dan para karyawan di sana sangat baik padanya. Tidak jarang jika Aliya harus membawa Arisa ke tempat kerjanya, mereka benar-benar memanjakan Arisa.  Setelah menyapa beberapa karyawan, Aliya memasuki ruangannya. Aliya langsung mengerjakan tugasnya sebagai manager cafe. Sebuah ketukan terdengar saat Aliya sedang serius mengerjakan laporannya, "Ya masuk." Jawab Aliya.  Pintu ruangan itupun  terbuka dan seorang pria masuk ke ruangannya sambil membawa beberapa map di tangannya.  "Pagi mba Aliya, ini beberapa file yang udah di setujui oleh Pak Reno mengenai event yang mau kita buat di cafe kita. " kata pria itu sembari memberikan map berisi printout laporan yang dia bawa kepada Aliya.  Aliya menghentikan kegiatannya sejenak dan mengambil map itu, membukanya lalu membacanya dengan teliti. Aliya menaruh map itu di depannya dan menatap pria yang masih berdiri di depan mejanya.  "Dari beberapa yang kita minta untuk event ini hampir semuanya di setujui sama Pak Reno, kayanya kita juga butuh beberapa karyawan tambahan deh untuk event ini. Kalau kita cuma andelin karyawan yang ada takutnya kita enggak bisa handle dengan baik deh." Kata Aliya setelah membaca laporan di tangannya.  Pria itu mengangguk mengerti, "Ok, nanti aku bikin flayer lowongan untuk karyawan sementara, ya udah nanti aku kasih laporannya untuk kau cek lagi. " kata pria itu, ia lalu pamit dan beranjak pergi dari ruangan Aliya.  *** Tepat pukul 5 sore Aliya membereskan ruang kerjanya dan bersiap-siap untuk menjemput Arisa. Aliya memang sengaja memasukkan Arisa ke sekolah tk yang berbasis fullday, dan setelah sekolah selesai Arisa akan di jemput oleh neneknya dan di titipkan sementara di sana hingga Aliya pulang. Atau terkadang Arisa akan menginap di rumah orang tuanya jika Aliya memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk lembur di cafe.  Begitu Aliya sampai di rumah orang tuanya, Aliya langsung menyapa Papahnya yang sedang membaca koran di teras depan. Sudah menjadi kebiasaan Papahnya membaca koran setiap sore. Aliya langsung menyapa dan mencium tangan papahnya "Sore pah, Icha mana?" "Ada tuh di dalem lagi main sama Rio." Jawab Papah santai.  Aliya mengerutkan alisnya, "Rio? Rio siapa pah?" Tanya Aliya. Setahun Aliya, Arisa tidak memiliki teman bernama Rio. Ia tahu siapa saja teman-teman anaknya. Papah tidak menjawab dan hanya mengerdikan bahunya.  Aliya yang masih bingung langsung masuk kedalam rumahnya. Tubuh Aliya langsung membeku di tempat saat melihat wanita yang sedang berbincang dengan ibunya itu. Nisa, kakak perempuan Revan sedang berbincang dengan ibunya. Mamah Ira yang menyadari kedatangan Aliya langsung tersenyum, "Nah itu Aliya datang, sini nak. Liat siapa yang datang. " Sambut sang mamah pada Aliya. Aliya mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan.  Nisa langsung tersenyum lebar saat melihat Aliya, Aliya yang melihat itu hanya bisa berjalan kikuk kearah mereka berdua. Saat Aliya sudah berada di depan mereka, Nisa memeluk Aliyaya erat. Nisa benar-benar merindukan mantan adik iparnya itu.  Nisa yang menyadari wajah pucat Aliya seakan mengerti dan langsung menepuk pundak Aliya pelan "Mbak enggak sama Revan kok, mbak cuma kebetulan ketemu sama tante Ira. Karena udah lama banget  enggak ketemu sekalian aja mbak mampir ke sini." Jelas Nisa pada mantan adil iparnya itu. Ia masih memaklumi jika Aliya masih tidak ingin bertemu dengan Revan. Tapi bagaimana jika Aliya tahu, kalau Revan akan datang kemari? Cepat atau lambat mereka pasti akan bertemu. Atau haruskah ia yang mempertemukan mereka berdua?  Aliya yang mendengar itu langsung menghembuskan nafasnya yang sejak tadi tanpa ia sadar di tahannya. Mereka bertiga pun kembali duduk, Aiya yang sudah lama tidak melihat kakak iparnya itu kaget melihat perut besar Nisa, "Mbak hamil lagi? Berapa bulan mbak?" katanya sambil mengelus perut Nisa. Suasana yang tegang  akhirnya mulai mencair. Nisa tersenyum lembut sambil mengelus perut besarnya, "Udah masuk bulan 8 nih, lagi aktif-aktifnya nendang perut mamahnya. Udah nggak sabar mau keluar kayanya." Jawab Nisa dengan senyum lebar.  Nisa menepuk pelan tangan Aliya yang masih mengelus perutnya itu, "Aliya, kamu apa kabar? Tadi siang sehabis jemput Rio, mbak ketemu tante Ira sama Arisa. Jujur aja mbak kaget waktu tante Ira bilang kalau Arisa anak kamu. Mbak pikir kamu sudah nikah lagi, tapi tante Ira bilang Arisa anak kamu sama Revan. Apa itu bener?" Tanya Nisa.  Aliya menatap wajah mantan kakak iparnya itu. Aliya membuang napasnya pelan sebelum menganggukkan kepalanya, membenarkan semua ucapan mamahnya. Toh Arisa memang buah cintanya dengan Revan.  Nisa langsung memeluk Aliya. Nisa tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya Aliya saat itu. Rasanya Nisa ingin mencekik Revan adiknya itu saat ini juga. "Kenapa kamu enggak kasih tahu mbak? Apa papah dan mamah mertua kamu juga enggak tahu?" kata Nisa. Ia benar-benar merasa kasihan pada Aliya. Mengasuh dan membesarkan anak seorang diri bukanlah hal mudah. Dan Aliya harus melakukan itu seorang diri.  Aliya membalas pelukan Nisa dan mengangguk "Iya mbak, waktu Aliya mau memberitahu Revan, Aliya malah lihat Revan selingkuh. Maaf ya mbak, Aliya enggak sempet kasih tahu kalian." Nisa melepaskan pelukan mereka lalu tersenyum lembut pada Aliya. "Kamu hebat Aliya, rasanya sekarang mbak mau bejek-bejek Revan deh!" Sungut nya kesal pada Adik laki-lakinya itu.  Aliya tertawa geli melihat kedongkolan mantan kakak iparnya itu. Nisa senang bisa melihat Aliya tertawa kembali. "Ngomong-ngomong Al, apa kamu tahu kalau mulai lusa Revan bakal temenin mbak di sini? Karena suami mbak lagi keluar negeri, mamah khawatir kalau mbak sendirian jadi Revan jagain mbak sementara waktu." Kata Nisa, ia memutuskan memberitahu Aliya kabar ini. Bagaimanapun Nisa ingin mereka bersama kembali. Nisa tahu mereka masih saling mencintai satu sama lain.  Wajah aliya langsung pucat setelah mendengar informasi itu. Revan... Nisa menepuk lembut tangan Aliya, membuat Aliya menatap Nisa.  P"Al, bukannya mbak mau membela Revan. Mba cuma mau kasih tahu kamu, kalau selama ini Revan selalu cari kamu. Mbak nggak minta kamu  untuk maafin dia, tapi. Maukah kamu menemui Revan?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD