2

1007 Words
Setelah perceraiannya dengan Aliya, Revan berubah menjadi sosok yang sangat dingin. Revan bahkan mengganti 2 sekretaris wanitanya dengan laki-laki. Selama tahun pertama perceraiannya dengan Aliya, Revan masih berusaha untuk meminta maaf dan membujuk Aliya untuk kembali dengannya. Segala cara sudah Revan lakukan. Membanjirinya kata-kata permintaan maaf dengan pesan singkat, bahkan menelepon Aliya ratusan kali tapi tidak mendapat hasil apa-apa. Aliya sama sekali tidak menggubrisnya. Revan juga sempat datang kerumah orang tua Aliya, tapi orang tua Aliya menolak untuk mempertemukan Revan dengan Aliya. Kabarnya keluarga mereka pun pindah kekampung halaman ayah Aliya  tidak lama  setelahnya. Merasa frustasi dengan semua itu, Revan memutuskan melampiasakanya dengan menjadi workholic, bekerja hingga larut malam bahkan ia selalu bekerja di waktu liburnya. Ia akan melakukan pekerjaan apa  saja agar ia tidak memikirkan apapun. Revan bahkan mengerjakan pekerjaan yang seharusnya bisa di tangani oleh bawahannya.  Hari ini seperti biasa, Revan baru tiba di apartemennya pukul 1 dini hari. Revan melempar tas dan jasnya ke sofa, berjalan ke kamarnya dan mengambil handuk yang tertata rapi di rak kecil. Revan melepaskan semua pakaiannya, menyalakan keran showernya dan membiarkan air dingin itu membasuh seluruh tubuhnya. Saat-saat seperti inilah yang di benci Revan. Sekali ia tidak melakukan apa-apa, ia akan langsung mengingat mantan istrinya, dan rasa bersalah itu akan menyerangnya kembali. Terkadang ia meminta kepada Tuhan  untuk memutar waktu kembali.  Ia ingin waktu bersama istrinya kembali. Revan bahkan tidak mengerti kenapa ia melakukan hal itu? Ia bgitu mencintai Aliya, tapi ia juga yang menyakitinya.  Sudah 6 tahun, Aliya.... Revan mendesah frustasi, sudah 6 tahun dia mencari Aliya. Mencari belahan jiwanya. Revan bahkan sudah memohon pada orang tuanya untuk membujuk orang tua Aliya agar mempertemukan dirinya dengan Aliya. Tapi orang tuanya justru ada di pihak keluarga Aliya, dengan tidak menghiraukan permintaan Revan. Bagaimana pun kesalahan itu ada pada putra mereka. Mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa. Revan memukul dinding kamar mandi itu, ia menghela nafas nnya untuk meredam rasa kesalnya. Revan berjalan keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang melingkar di tubuhnya, ia berjalan ke  lemari pakaiannya, mengambil baju tidur miliknya. Setelah memakai pakaian tidurnya, Revan merebahkan diri di atas kasur. Dia mengambil ponselnya dan mengecek semua pesan yang masuk. 10miscall dari ibunya. Revan mengernyitkan alisnya, kenapa ibunya menghubunginya sebanyak itu? Ibunya bukanlah orang yang akan menghubunginya sebanyak itu jika tidak penting. Terakhir kali ibunya menghubunginya sebanyak itu adalah saat Kakak perempuannya akan melahirkan. Revan hendak menghubungi balik sang ibu, tapi begitu melihat jam sudah menunjukan angka 2, Revan mengurungkan niatnya. Sudah terlalu malam jika ia menghubunginya sekarang, dan sudah pasti ibunya sudah tidur.  *** Revan mengerang kesal mendengar suara ponselnya terus berdering nyaring. Dengan mata yang masih tertutup dia mencari ponselnya yang selalu ia letakan di atas nakas meja sebelah tempat tidurnya. Revan terus meraba-raba nakas itu hingga menemukan benda mungil itu. Revan langsung menjawabnya tanpa melihat siapa penelepon itu, "Hallo..??" kata Revan suara khas bangun tidurnya. "Halo halo! Kemana aja kamu semalem? Kok enggak angkat-angkat telpon mamah?" Revan langsung mengerang malas begitu tahu sang ibu yang menghubunginya. Yang benar saja, ini masih pagi dan ibunya sudah marah-marah seperti ini.  Revan bangun dari tidurnya lalu duduk di pinggir kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, "Aku sibuk mah, kemaren ada meeting sama klien, makannya aku enggak angkat. Kenapa sih mah?" "Mamah mau minta tolong, lusa kamu ke Solo ya? Temenin kakak kamu Nisa, kasihan dia sedang hamil besar, belum lagi harus mengurus Rio sendirian. " Pinta mamah Nita pada putranya itu.  Revan mendesah pelan sambil memijit kepalanya yang mendadak pusing dengan permintaan ibunya, "Terus kerjaan aku gimana?? Masa mau di tinggal?" "Nanti papah kamu yang handel sebagian kerjaan kamu  disini. Kasian Nisa, Van. Kakak ipar mu itu sedang ada pertemuan bisnis di luar negeri yang tidak bisa ia tinggal. Cuma sebentar kok Van, paling 3 minggu. Lagian kamu itu semenjak cerai dengan Aliya, kerjaaaa terus, mamahkan jadi khawatir." Jawab mama Nita. Ia  juga khawatir dengan putranya itu. Ia takut jika Revan jatuh sakit. Maka dari itulah ia meminta Revan untuk menjaga Kakaknya, sekalian agar Revan memiliki sedikit waktu libur.  Revan mendengus pasrah,  "3 minggu itu lama mah, ya udah iya, lusa Revan ke sana. Mungkin siapa tahu Revan bisa cari petunjuk Aliya selama revan di sana." katanya seraya Revan bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar kamarnya untuk menuju dapur. "Iya, siapa tahu kamu di sana ketemu Aliya. Kan orang tua Aliya pindah ke sana." Revan yang sedang meminum air putihnya hampir saja teredak.  "Apa mah? Emang Aliya ada di Solo?" Tanya  Revan tidak percaya. Bagaimana bisa ibunya menyembunyikan informasi sepenting ini?  Mamah Nita yang tidak sengaja membocorkan informasi itu langsung gelagapan,"Eh? Emang mama tadi ngomong apa? Udah ah, pokoknya lusa kamu ke sana, ok?" tanpa menungu persetujuan Revan mamah Nita langsung mematikan sambungannya. Revan sudah menduga selama ini pasti ibunya tahu keberadaan Aliya. Tidak mungkin orang tua nya tidak tahu menahu dimana Aliya atau kemana mantan besan mereka itu pindah.Apakah ini pertanda Tuhan masih memberikannya kesempatan kedua untuk memiliki Aliya kembali?  Revan tersenyum lega, ia merasa sedikit harapan berada di dekatnya. Jika memang Aliya ada di sana, ia akan berusaha untuk mencari dan menemuinya. Ia pasti akan menemukannya, Revan yakin itu.  Bagaiamana pun, Revan masih sangat mencintai Aliya, ia ingin wanita itu kembali ke pelukannya. Ia ingin mendekap Aliya, menciumnya dan mengucapkan kata maaf pada wanita itu. Revan bahkan rela jika dirinya harus sujud di depan wanita itu agar ia mau kembali pada Revan.  Revan ingin mengulang semuanya dari awal, ia ingin membuktikan bahwa Revan masih sangat mencintai Aliya, dan apa yang di perbuatannya di masa lalu hanyalah kesalahan besarnya. Dengan semangat empat lima, Revan mengambil koper yang ia taruh di atas lemari pakaiannya. Ia mengambil beberapa baju, dan perlengkapan  apa saja yang akan ia  butuhkan. Senyumnya tidak luntur dari wajah Revan, ia membereskan semua pakaiannya lalu merapikan nya kedalam koper. Ia ingat, dulu setiap kali ia akan melakukan perjalanan bisnis keluar kota, Aliya yang akan merapihkan pakaiannya dan memasukkannya kedalam koper. Tapi sejak perceraian mereka, Revan harus melakukannya sendiri.  Ia benar-benar berharap untuk bisa bertemu kembali dengan Aliya, dan meminta wanita itu untuk menjadi istrinya kembali.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD