DUA

2021 Words
Safaa yang tadinya ingin protes, pada akhirnya mau tidak mau sepakat untuk ikut mendorong Jaguar yang mogok. Sesampainya di Bengkel Ahong yang letaknya hanya kira-kira 25 meter dari sekolah, Dafa pun langsung memarkirkan motornya dan memberitahu keluhan soal motornya pada salah satu montir disana. Sedangkan Safaa, dia langsung membeli dua botol air mineral dingin di warung sebelah bengkel. “Berapa, Bu?” Tanya Safaa pada ibu-ibu penjual. “Delapan ribu, neng.” Jawab si ibu. Safaa lalu memberikan satu lembar uang 10 ribu dan menerima kembaliannya. “Duduk dulu, neng.” Ucap Ibu pemilik warung seraya menggeser bangku plastik untuk Safaa duduki. “Iya bu, makasih.” Jawab Safaa, lalu menempatkan bokongnya di bangku plastik tadi. Dengan segera, Safaa membuka tutup botol air mineralnya dan meminumnya sampai setengah botol. Berjalan sambil membantu Dafa mendorong motor ternyata membuatnya lelah dan haus. Safaa menoleh ke arah Dafa yang masih berbicara dengan salah satu montir bengkel. Dafa terlihat sangat serius saat berbicara pada sang montir. Safaa tanpa sadar tersenyum melihat Dafa seperti itu karena Dafa jarang sekali memasang wajah serius. Saat sedang asyik menonton, tiba-tiba orang yang daritadi ditatap oleh Safaa menoleh, lalu tersenyum manis ke arahnya. “Bentar ya.” Ucap Dafa tanpa mengeluarkan suara. Safaa mengangguk seraya membuang jauh-jauh perasaan melting karena senyuman manis Dafa. Sekali lagi, senyuman tulus yang manis… Safaa tersipu karena biasanya Dafa hanya cengar cengir atau senyum jahil. Beberapa menit kemudian, Dafa selesai dengan sang montir dan menghampiri Safaa yang masih duduk di bangku plastik. “Hehe, Capek, ya, abis dorong motor?” Ucap Dafa sambil menyeka keringat yang ada di kening Safaa. Safaa mengangguk sambil ikut menyeka keringatnya sendiri. Safaa tidak mengerti kenapa Dafa bisa semanis ini. Apa karena Dafa merasa kasihan padanya sudah ikut mendorong motor? “Emang, nih, si Jaguar gak ngerti kondisi. Cuaca lagi panas malah mogok.” Katanya lagi. “Sorry ya. Lo jadi harus ikut dorong-dorong motor.” Lanjut Dafa. “Ya, ya.” Jawab Safaa songong. “Mau gimana lagi? Anak lo emang akhlakless banget.” Canda Safaa seraya menyodorkan botol air mineral yang ia beli tadi pada Dafa. “Nih minum.” Dafa tercengir, lalu meraih botol itu dan meminumnya sampai habis. “Gue terlalu memanjakan Jaguar. Gue harus menghukumnya!” Seru Dafa.”Gue gak bakal kasih makan dia selama sebulan!” Mendengar ucapan bodoh Dafa, Safaa menatap Dafa geram. “Anaknya akhlakless, papanya brainless. What a perfect family!” Seru Safaa sarkas.. Dafa tertawa terbahak-bahak. Bukannya ia tidak mengerti dengan ucapan Safaa, ia memang sengaja membuat Safaa mengeluarkan jurusnya; sarkasme. Dafa melempar botol yang sudah kosong tersebut ke tempat sampah yang tak jauh dari tempat Safaa duduk. Mereka berdua duduk beberapa saat seraya berbincang dan bercanda. Sesekali Dafa menghampiri montir untuk sekedar melihat dan bertanya tentang hal yang Safaa pun tidak mengerti. Setelah selesai, montir menyalakan motor Dafa dan mengecek apakah mesinnya berfungksi dengan baik. Lalu Dafa bertransaksi setelah Jaguar dipastikan sudah bisa ‘lari’ lagi dengan baik. Dafa pun menghampiri Safaa bersama Jaguar dan menaikkan kedua alisnya. “Kuy.” Safaa meraih helm yang ia taruh di bangku plastik sebelahnya dan langsung memakainya kembali. “Kuy.” “Bu, makasih, ya.” Ucap Safaa pada Ibu-ibu penjual minuman. “Oh iya neng, sama-sama.” “Udah siap?” Tanya Dafa setelah Safaa naik. Safaa mengangguk walaupun Dafa tidak bisa melihatnya, “Udah. Kuy.” Dafa pun melajukan Jaguar dan mereka akhirnya bisa pulang. Jalanan di Jakarta memang selalu padat oleh kendaraan bermotor dan mobil-mobil pribadi. Warganya pun jarang ada yang berjalan kaki, termasuk Dafa dan Safaa. Padahal, jalan kaki itu adalah olah raga yang paling murah. Mungkin hal ini juga dipicu karena selain malas, warga Jakarta pun kesusahan menggunakan trotoar karena kebanyakan dari trotoar yang berada di Ibukota Jakarta, sudah digunakan pedagang kaki lima dan/atau kendaraan bermotor yang berani merampas hak pejalan kaki. Begitulah potret kecil Ibukota Jakarta, belum lagi kemacetan dan yang lain-lain. Tapi, mau seperti apapun Jakarta, Safaa tetap cinta dengan kota ini. Karena disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tuanya. “Fa, toko buku yang deket museum arsip namanya apa?” Tanya Dafa, namun karena suasana jalan berisik dan ditambah lagi telinga Safaa tertutup helm, Safaa tidak mendengar ucapan Dafa dengan jelas dan menjawab sekenanya. “Hehe iya.” Jawab Safaa. “Kok iya. Lo tau gak namanya?” Tanya Dafa. “Ho oh.” Jawab Safaa lagi. Dafa menaikkan kaca helmnya dan mengulang ucapannya dengan agak keras. “Nama toko buku deket museum Arsip, Fa. Bukan iya ho oh. Yeeee.” Safaa tergelak. “Ngomong yang kenceng dong!” Ucap Safaa sedikit teriak. “Gramedia.” Jawabnya kemudian. “KE SANA DULU, YUK?” Tanya Dafa kali ini sambil teriak membuat beberapa pengguna motor di dekat mereka menoleh. “KOK LO EMOSI, SIH?” Safaa tidak mau kalah kencang. “KAN LO BILANG SURUH KENCENGAN SUARANYA.” Kata Dafa. “YA GAK TERIAK BANGET JUGA.” Balas Safaa. “Yaudah iya.” “HAH?” “YAUDAH IYA!!!!” Dan mereka terus berbicara dengan nada tinggi sampai akhirnya mereka sampai di toko buku yang Dafa maksud. Safaa turun dan melepaskan helmnya, lalu memberikannya pada Dafa. Dafa ikut melepas helmnya dan menaruh helm miliknya dan helm yang dipakai Safaa ke jok Jaguar. “Lo yakin mau masuk, Daf?” Tanya Safaa sebelum akhirnya Dafa mengangguk mantap. “Ayo kita masuk!” Seru Dafa. Mereka pun masuk ke dalam toko buku dan mereka berjalan menuju rak buku yang bertuliskan “Novel” di papan atasnya. Semua Novel tersusun rapih disana, mulai dari novel dalam negeri sampai yang terjemahan. Safaa sesekali membaca Sinopsis Novel yang Covernya menarik, sebenarnya Safaa suka baca—tapi tidak terlalu maniak. Ia mau baca kalau memang buku itu benar-benar menarik untuknya. Sedangkan Dafaa, Ia hanya akan membaca judul Novelnya saja lalu menempatkan kembali Novel tersebut ke tempatnya semula. “Balik yuk?” Ajak Dafa membuat Safa mengernyit. Safaa pun melirik jam tangannya, kemudian kembali menatap Dafa. “Kita baru disini 12 menit dan lo udah ngajak balik.” Ucap Safaa. “Kalo gitu mending gausah masuk, Daf. Sayang-sayangin parkir aja.” Dafa tercengir. “Gue pikir toko buku bisa menarik perhatian gue. Tapi tetep aja yang bisa menarik perhatian gue cuma lu.” Jawab Dafa seraya menatap Safaa dan menaik-turunkan kedua alisnya.. Safaa memberikan kepalan tangan ke Dafa. “Sekali lagi ngomong gitu, gue tinju ya pipi lo.” Dafa menyondongkan tubuhnya, “Nih, nih. Mau yang kiri apa kanan? Apa dua-duanya?” Tawar Dafa. Yang ditawar pipi, Safaa malah meninju perut Dafa dan Dafa yang tidak siap akan hal itu hanya meringis. Sedangkan, Safaa tidak menunggu Dafa protes, ia buru-buru jalan ke pintu keluar untuk menutupi pipinya yang merah. Di depan Dafa, Safaa pura-pura jijik dan kesal. Di belakang Dafa, Safaa senyum-senyum salah tingkah. *** Hari semakin sore dan bukannya pulang, Safaa dan Dafa malah mampir terlebih dahulu ke kedai es krim di dekat rumah Safaa. Dafa memang selalu tidak bisa ditebak. Tadi ia meminta mampir ke toko buku, setelah itu tiba-tiba meminta mampir ke kedai es krim. “Ngomongnya pengen cepet-cepet balik, tapi malah mampir dulu di kedai eskrim.” Cibir Safaa pada Dafa. Dafa terkekeh, “Ini semua adalah bentuk rasa terima kasih gue karena lo udah mau ikut dorong si Jaguar.” Katanya. “Alesan aja. Tadi juga minta ke toko buku.” Ucap Safaa. “Terus kalo pun traktir es krim, ini nggak sepadan sama keringet dan tenaga yang udah gue keluarin. Aturan lo traktir gue AYCE.” “Buset. Ntar kalo gue ultah itu mah.” Kata Dafa, “Enak nggak rasa kacang ijo?” Tanyanya. “Enak.” Jawab Safaa. “Mau nyobain?” Tawar Safaa dan Dafa pun mengangguk. Safaa menyendok es krim kacang hijau miliknya dan menyuapkannya ke Dafa yang Dafa terima dengan baik. Dafa mengecap-ngecap es krim kacang hijau yang sudah ada di mulutnya dan kemudian mengangguk-anggukan kepalanya. “Enyak enyak.” Kata Dafa setuju. “Nih, lo mau rasa Buah Naga?” Tawar Dafa seraya menyodorkan suapan es krim rasa Buah Naga miliknya ke Safaa, Safaa pun melahap es krim buah Naga milik Dafa. “Enakan punya gue.” Kata Safaa kemudian yang disetuju oleh Dafa. “Iya, enakan punya lo. Tapi segeran punya gue.” Ucap Dafa. “Iya juga. Punya gue bikin seret.” Kata Safaa, “Tapi nih, ya, Daf. Tadi gue denger lo ngomong sama Jaguar kalo uang jajan lo tinggal dikit. Tapi kok sok-sok an mau traktir gue? Ntar bisa survive nggak sampe akhir bulan?” Tanya Safaa kemudian. “Nggak apa-apa, gue masih ada simpenan sebenernya.” Jawab Dafa. “Shh… Tapi jangan bilang-bilang Jaguar, ya.” Safaa tergelak, “Iya, gue nggak bakal bilang ke Jaguar.” Jawab Safaa ikut gila. Dafa tiba-tiba teringat akan hukuman membersihkan WC murid laki-laki besok sepulang sekolah, lalu berniat memberitahukannya ke Safaa. “Besok gue disuruh bersihin WC anak cowok abis balik sekolah.” Kata Dafa. “Gara-gara gue gak pake dasi.” Safaa tahu aturan itu, jadi Safaa tidak banyak bertanya. “Yaudah, besok gue tunggu di kantin lagi.” Jawab Safaa. “Biar dibayarin Siomay lagi HAHAHA.” “Lo balik duluan aja, agak lama kayaknya.” “Nggak ah. Gue mau nebeng aja.” Kata Safaa, “Siomay gue bayar sendiri!” Dafa menggeleng, “Bukan soal Siomay. Lu hari ini udah pulang sore. Besok masa pulang sore lagi. Ntar kalo nggak dibolehin bareng sama gue lagi karena dikira gue membawa hal buruk ke lo gimana?” Safaa terdiam, papanya memang agak strict soal jam pulang sekolah dan Safaa adalah tipe anak yang tidak dibebaskan untuk keluyuran di luar lama-lama dalam jangka waktu berdekatan. “Yaudah kalo gitu, deh. Besok gue naik angkot aja atau minta jemput papa.” Dafa pun mengangguk setuju, lebih baik seperti itu. Saat Safaa dan Dafa sedang asyik dengan es krimnya masing-masing, dari ujung mata Dafa, ia melihat ada sepasang kekasih yang sedang suap-suapan es krim di meja sampingnya. “Noh, noh. Liat ada bucin.” Bisik Dafa. Safaa melirik ke arah yang Dafa tunjuk dengan matanya. “Suap-suapan mereka, Daf. Jijik ih.” Bisik Safaa. “Kan kalo suap-suapan mah kita juga abis suap-suapan.” Bisik Dafa. Safaa menepuk jidatnya pelan. “Oh iya!” Katanya, “Tapi kan kita gak pacaran, Daf. Jadi kita tidak menjijikan.” Lanjut Safaa. Dafaa mengangguk setuju. “Pamer mereka, Fa. Dunia udah kayak milik mereka berdua.” Nyinyir Dafa. “Keliatan banget irinya lo, Daf.” Ucap Safaa “Lo juga.” Balas Dafa tidak mau kalah. Mereka berdua pun tertawa karena mereka menyadari bahwa mereka berdua memang sama-sama jomblo yang iri dan dengki terhadap pasangan-pasangan yang menebar keuwuan di sekitar mereka. “Lo gak ngerasa ngenes gitu?” Tanya Dafa. “Enggak tuh.” Jawab Safaa sambil asik menghabiskan es krim kacang hijau miliknya. “Berarti cuma gue ya yang ngerasa ngenes ngeliat orang pacaran.” Aku Dafa. “Mangkanya cari pacar biar gak ngerasa ngenes lagi.” Jawab Safaa sekenanya. Padahal dalam hati, Safaa tidak mau itu terjadi. Yang Safaa mau, bila memang Dafa tidak dengannya, minimal Dafa tetap jomblo sama sepertinya Dafa terkekeh. “Lo sendiri aja belom punya pacar. Tapi udah nyuruh orang lain cari pacar.” “Gue belom berminat pacaran.” Jawab Safaa lagi sekenanya. Dafa menyipitkan kedua matanya. “Terus gimana gue mau pacaran kalo orang yang mau gue jadiin pacar itu belom berminat pacaran?” Safaa menghentikan kegiatannya dan menatap Dafa sebal. Ia tahu kalau Dafa hanya bercanda. Tapi kenapa hari ini candaannya bertubi-tubi? Terus, kenapa juga harus bercanda soal itu? Safaa tidak bisa terima! Memangnya enak dibuat geer? "Kalo pun gue mau pacaran, itu sudah pasti bukan sama lo." Kata Safaa. Mendengar itu Dafa mengusap-usap hatinya sambil meringis. "Ahhh sakit." Ucapnya seolah-olah ucapan Safaa tepat menghantam hatinya. Namun enggan menanggapi Dafa lagi, Safaa kembali melanjutkan memakan es krim rasa kacang hijau miliknya. Ia sebal. Kenapa Dafa bisa biasa saja bercanda seperti itu? Memangnya ia tidak tahu apa kalau bisa-bisa pipi Safaa memerah? Oh... Pasti tidak tahu. Safaa juga tidak mau Dafa tau. Lebih baik seperti ini. Safaa juga yakin perasaannya akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Iya, kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD