Julia senang sekali, ia mendapatkan pria yang mau mendengarkan keluh kesah dan kesedihannya dengan sabar. Ia belum mengatakan hal ini pada kakaknya, Julia sengaja menyembunyikan dulu bahwa ia dan Ravi berkencan.
Ia tidak ingin kakaknya tau karena pasti pria itu akan khawatir, pria itu sudah mengetahui tentang ia yang di putuskan oleh Seano. Jika ia tau Julia berkencan dengan CEO nya mungkin Taddeo akan lebih khawatir lagi.
Sebenarnya Julia sendiri tidak yakin, perbedaan ia dan Ravi itu cukup jelas, meski dulunya Julia juga anak konglomerat tapi semenjak kedua orang tuanya meninggal semua berubah total.
Hartanya habis, hanya tersisa satu hotel yang sudah hangus terbakar dan sekarang menjadi puing-puing, yang suatu saat mungkin tanahnya bisa di jual oleh Julia dan Taddeo jika mereka ingin membuang kenangan buruk di sana.
Sebagai pasangan baru, Ravi sangat memperhatikan Julia bahkan tidak akan membiarkan gadis itu sedih sebentar saja. Julia sendiri masih penasaran mengapa Ravi bisa tau namanya malam itu, apakah karena ia tau Julia itu karyawan baru di perusahaannya atau karena hal lain.
Tapi ia tidak berani menanyakannya.
“Julia, kamu mau nggak tinggal bersama ku? Supaya kita sama-sama terus,” Ravi bertanya seperti itu pada Julia.
Seketika Julia merasa dejavu, ia pernah mengatakan kata-kata itu kepada Seano. Dialah yang menawarkan untuk tinggal bersama, namun setelah itu Seano malah bekerja jauh hingga mereka harus LDR.
Sekarang mendengar Ravi mengatakan hal itu padanya, membuatnya jadi sedikit bingung.
“Akan kupikirkan nanti, kurasa hal itu masih terlalu awal untuk hubungan kita,” jawab Julia.
Ravi tidak menuntutnya, hanya saja pria itu jelas terlihat kecewa. Tangannya menggenggam Julia semakin erat, seolah gadis itu akan pergi begitu saja jika ia lepaskan.
Mereka sedang berjalan di sebuah taman, tempat yang mengingatkan Julia akan Seano. Semuanya terasa dejavu bagi gadis itu.
Entah ini semua kebetulan atau tidak, tapi semua hal yang di lakukan Ravi semakin kemari semakin mirip dengan yang di lakukan Seano padanya. Hanya saja, perkataan yang di ucapkan pria itu seakan meniru apa yang ia katakana pada Seano sebelumnya.
“Ravi, kenapa kamu suka sama aku?” tanya Julia tiba-tiba.
Pria itu menoleh padanya, “aku suka senyumanmu, aku suka suaramu, aku suka wajahmu, aroma mu, semuanya.” Ucapannya sangat spontan, tanpa berpikir lebih dulu.
Jantung Julia rasanya berhenti sejenak, untuk sesaat ia terhenyak, karena ucapan Ravi yang kali ini sama persis dengan yang selalu ia ucapkan pada Seano setiap kali pria itu bertanya padanya.
Siapa kau sebenarnya, Ravi?
…..
Ravi menunggu Julia pulang, pria itu sudah berjanji akan mengantarnya hari ini, ia juga sudah menyiapkan beberapa makanan kesukaan gadis itu untuk di bawa nanti.
Mobilnya melaju dari basement menuju lobi kantor, hari ini ia secara terang-terangan akan menjemput kekasihnya.
“Ya ampun Ravi, dia serius jemput aku di depan sana?” Julia bergumam sendiri, begitu berjalan keluar lobi kantor, ia bisa melihat Ravi sedang menunggunya, hal ini bisa menyebabkan gossip tidak mengenakan beredar di kantor namun CEO sepertinya tidak peduli.
“Sayang,” panggil Ravi dengan mesra, pria itu merangkul bahu Julia lalu membukakan pintu mobil untuknya dan mempersilahkan gadis itu untuk segera masuk.
Begitu Julia sudah duduk dengan manis, barulah Ravi duduk di balik kemudi. Senyuman pria itu masih bertahan.
“Kamu sengaja ya, ingin di gossipkan sekantor?” ucap Julia menggerutu.
Ravi akhirnya mendekati gadis itu kemudian mengecup pipinya singkat, sehingga Julia terdiam seribu bahasa.
“Kalau bisa ya, aku ingin mengumumkan pada dunia kalau kamu itu punyaku, Julia.”
Gadis itu menoleh ke arah lain dengan wajah tersipu malu, ia enggan menatap Ravi namun pria itu mulai meraih tangan Julia dan menggenggamnya meskipun sedang mengemudi.
“Ravi..” ucap Julia, sedikit mendesah sengsara. “kamu sedang mengemudi, fokus saja ke depan.”
“Tidak mau, aku belum mendengar sedikitpun kata-kata darimu kalau kamu juga suka aku,” ucap Ravi tiba-tiba, “aku ingin dengar sekarang juga.”
Julia meringis dalam hati, ia menyukai Ravi, pria itu baik dan memperlakukannya dengan sangat baik juga. Sikapnya sudah menggantikan rasa sakit Julia rasakan hingga gadis itu sudah mampu melupakan masa lalu nya.
Hanya saja, Julia sedikit gengsi untuk mengungkapkan hal itu.
“Apa kamu menerima ku karena rasa simpati, Julia?” kali ini suara Ravi terasa dingin, bahkan pria itu tidak menatap Julia ketika mengatakannya.
Ucapan itu membuat Julia segera menatap Ravi dengan tajam, kata-katanya seakan menuduh Julia, “tidak! Mana mungkin aku begitu, aku suka kamu Ravi, kamu baik dan romantis, walau sedikit pemaksa.”
Kemudian ia menatap Julia dengan serius, “kalau begitu, mulai besok kita tinggal bersama.” Ucap Ravi dengan tegas.
Julia nyaris tidak bisa berkata-kata, pria itu terdengar memaksa, “kan, baru juga di bilang pemaksa, terbukti juga.”
“Pokoknya kita harus tinggal bareng, kamu miliku.”
“Aku harus merundingkannya dulu dengan kakakku,” ucap Julia akhirnya.
“Tidak perlu, aku akan mengatakannya langsung pada Taddeo. Aku akan izin langsung pada kakakmu itu.”
“Dari mana kamu tau kalau dia itu kakakku? Aku belum menceritakannya padamu.”
Ravi menyeringai dan Julia bisa melihatnya dengan jelas, pria itu bahkan tidak menoleh padanya sama sekali hingga keheningan terjadi untuk beberapa saat.
“Aku tau semua tentang mu Julia, karena kamu itu milikku.”
…..
Sifat Ravi yang pemaksa membuat Julia akhirnya setuju untuk tinggal bersama pria itu mulai minggu depan, ia di beri waktu untuk menyiapkan barang yang akan ia bawa.
Taddeo menghela napasnya, ia tidak menyangka Julia benar-benar berkencan dengan CEO mereka.
“Aku pikir kamu nggak bakal menerima tawaran kencannya,” ucap Taddeo.
Julia menarik napas panjang, “dia terus menerus mengejarku dan juga dia memperlakukanku dengan baik, karena itulah aku menerimanya, meski terkadang sikapnya aneh.”
“Mungkin dia memang tipe pemaksa,” tanggap Taddeo.
“Hah… memang, dia cukup gigih dan pemaksa.”
Bukan hal yang mudah baginya mengizinkan sang adik tinggal dengan seorang pria tapi Ravi berjanji akan menjaga Julia dan juga pria itu merupakan bosnya sendiri maka ia tidak bisa menolak juga.
“Hari ini kakak harus antar aku ke kantor,” ucap Julia.
Taddeo mengernyit, “tapi ini hari minggu Julia,” ucapnya.
“Ada yang harus aku siapkan buat besok, aku baru dapat kabarnya tadi.” Suaranya mengalun, sedikit bernada manja pada sang kakak yang pemalas jika di hari libur.
Akhirnya Taddeo mengantar adiknya menuju kantor untuk bekerja di hari libur. Julia hanya mengerjakan materi untuk rapat mendadak besok, ternyata bukan dia sendirian yang datang untuk menyelesaikan pekerjaan di hari minggu namun ada dari divisi lain juga membuat Julia tidak kesepian.
Setelah selesai, gadis itu melirik pada ponselnya, tumben, Ravi tidak kirim pesan apapun.
Pria yang biasanya berisik dan selalu menanyakan keadaan nya kini diam seribu bahasa setelah Taddeo memperbolehkan mereka tinggal bersama.
Julia meregangkan tubuhnya, kemudian ia segera beranjak dari kursinya. Ia pamit kepada beberapa rekannya untuk pulang duluan.
Begitu tiba di lobi kantor, Julia berhenti sejenak, ia menguncir tinggi rambutnya lebih dulu karena sepertinya di luar sedang cerah dan matahari cukup menyengat pasti akan membuatnya gerah.
Kemudian gadis itu melangkah keluar dari lobi kantor, yang semula langkahnya bersemangat kini terhenti begitu saja.
Ia melihat pemandangan yang membuat hatinya bergetar, hal yang tidak ingin ia percayai ada di hadapannya sekarang.
Pria dengan tubuh tinggi, rambut cokelat dengan mata hazel itu, tengah berjalan dengan santai bersama Ravi, kekasihnya. Untuk sejenak, lagi-lagi Julia merasakan jantungnya seakan berhenti sesaat.
Ia memastikan kembali kalau penglihatannya itu tidak salah, dengan langkah getir, Julia berharap apa yang ia lihat itu salah.
Langkahnya semakin mendekat kepada mereka, yang sedang mengobrol dan tertawa bersama di depan mobil yang terparkir tak jauh dari lobi kantor.
Begitu jarak antara Julia dengan kedua pria itu tinggal sepuluh langkah lagi, mata Julia benar-benar terbelalak lebar.
Ia melihat Seano sedang asyik mengobrol dengan Ravi, mereka berdua tidak menyadari kehadirannya. Air mata sudah menumpuk di ujung mata Julia, gadis itu mengerti sekarang.
Mengapa Ravi tau namanya, mengapa Ravi meniru kata-kata yang pernah ia ucapkan dan mengapa Ravi bertindak seakan tau segala tentangnya.
Itu semua karena Seano.
“Kalian berdua…” suara Julia terdengar sedikit bergetar namun cukup kerasa hingga membuat kedua pria itu menoleh.
Ravi terkejut bukan main melihat Julia berada di dekatnya, begitupun Seano yang tampak pucat bibirnya.
“Kalian berdua… bagaimana bisa melakukan ini padaku? Hah?” suaranya bergetar sempurna, air mata itu mulai berjatuhan dan Julia merasa hancur berkeping-keping.
Rasa sakitnya melebihi ketika ia di putuskan oleh Seano.
“Bagaimana bisa kamu begini Ravi?! kamu kenal dengan Seano yang selama ini aku ceritakan? Kamu kenal mantan kekasih yang meninggalkan luka padaku?!”
“Julia, i-ini tidak seperti yang kamu pikirkan—,”
“Tidak seperti yang aku pikirkan? Memangnya apa yang aku pikirkan?!” amarah Julia meledak begitu saja.
Ia tidak mengira akan di khianati oleh kekasihnya sendiri dan juga mantan kekasihnya.
“Kalian merencanakan semua ini? Kalian sengaja ingin mempermainkanku? Memangnya aku ini benda yang bisa kalian gilir sesuka hati!”