Episode 1

1187 Words
Episode 1 #Struggle_and_Love Sebulan sebelum pelarian. Laluna Agata Putri, gadis cantik berusia 20 tahun itu, menuruni tangga dengan tergesa. Malam ini dia sudah berjanji pada kakaknya, Lando, untuk menemani laki-laki itu ke sebuah acara. Lando tidak mengatakan apa-apa soal acara itu, Luna hanya diminta berdandan yang cantik dan mengenakan gaun yang sudah Lando siapkan. "Kenapa harus ajak Luna, Lando? Kenapa tidak bawa wanita lain saja sih." Ucap ibu Lando jutek. Luna yang baru saja sampai di ruang tamu, sempat mendengar ucapan ibu tirinya. "Kau sudah siap?" Tanya Lando begitu melihat Luna. Laki-laki itu menatap Luna kagum. Lando bahkan menghiraukan perintah ibunya. "Aku benar-benar tidak salah dalam memilih pasangan ibu. Lihatlah, Luna sangat cantik." Ucap Lando pada ibunya. Ibunya menatap Luna sekilas sebelum akhirnya berkomentar. "Walaupun dia cantik, dia tetaplah saudarimu. Jangan pernah lupakan kenyataan itu." Lando tampak tidak suka. Luna memilih tidak ikut campur. Sudah biasa baginya mendengarkan anak dan ibu itu bertengkar. Sejak ayahnya meninggal, Luna tidak punya hak lagi untuk membuat pilihan. Bahkan ibunya tidak membiarkan Luna kuliah. Alasannya sederhana, wanita tidak perlu kuliah untuk menjadi ibu rumah tangga. Alhasil, 2 tahun ini, Luna terpaksa mengikuti kemauan ibunya untuk kursus berbagai macam kegiatan rumah tangga. Menyebalkan sekali bukan? Padahal umurnya masih sangat muda. "Jangan dengarkan ibu, Luna. Kau cantik, kau spesial, untuk itu aku mengajakmu." Ucap Lando sambil mengelus kepala Luna. Luna hanya tersenyum dan mengikuti Langkah Lando menuju mobil. Malam ini Lando bersikap tak biasa. Luna tau kakaknya itu tertarik padanya lebih dari saudara. Luna tidak dapat menyalahkan hal itu, karena jelas, mereka berdua tidak punya hubungan darah. Luna anak kandung ayahnya, sedang Lando adalah anak dari ibu tirinya dengan suami beliau terdahulu. "Kau melamun?" Ucap Lando setelah berada di dalam mobil. Luna bahkan tidak menyadari, kapan posisi mereka begitu dekat. "Kakak..." Luna kehilangan kata-kata mendapati jarak mereka yang hanya sejengkal saja. Gemuruh jantungnya terdengar begitu keras. Bahkan Luna menahan napas karena begitu gugup. "Kau cantik, sangat cantik Luna." Puji Lando tanpa beranjak dari hadapan Luna. Luna yang gugup, tidak berani mengatakan apa-apa. Lando selalu bisa mendominasi setiap pergerakannya. "Hei kau bisa mati jika tidak bernapas sayang. Kakak hanya ingin memasangkan safety belt." Ucap Lando santai sambil menarik diri dari hadapan Luna. Seketika Luna bernapas dengan wajah yang sudah merah seperti tomat. Lando tersenyum sembari mengendarai mobil. Luna tampak kesal dan memilih mengacuhkan kakaknya itu. Selain Lando, Luna tidak pernah terlihat intim dengan laki-laki manapun. Apalagi alasannya kalau bukan ulah kakak dan ibu tirinya. Mereka tidak pernah membiarkan Luna bebas. Kemana-mana Luna di jaga ketat oleh 2 atau 3 orang bodyguard. Selama SMA, Luna bahkan tidak punya teman pria. Miris sekali bukan? "Kau marah? Dari tadi kau hanya diam Luna. Atau jangan-jangan kau berharap kakak cium?" Tanya Lando sambil mengulum senyum. "Siapa bilang? Kakak sih bergerak tiba-tiba, aku kan jadi kaget." Ucap Luna. Kali ini tawa Lando pecah. "Kaget dan gugup itu sesuatu yang berbeda Luna. Kau gugup, bukan kaget." Tegas Lando. "Iya iya aku gugup. Lain kali, kalau kakak mau dekat-dekat, kakak harus bilang. Jangan sampai membuatku gugup dan takut, oke?" Ucap Luna lugas. Lando kembali tertawa. "Kenapa kakak harus bilang dulu? Apa salahnya jika kakak tiba-tiba mendekatimu? Lagi pula sesuatu yang tiba-tiba seperti itu, lebih memacu adrenalin Luna. Bukankah jantungmu berdebar lebih cepat?" Tanya Lando sambil menatap Luna sekilas. "Kakak bawa mobil saja yang benar, jangan menggodaku lagi." Ucap Luna jutek. "Kau marah?" Luna semakin jutek. "Salah siapa aku jadi mudah gugup dan kaget kalau di dekati laki-laki, bahkan meskipun laki-laki itu adalah kakak. Kakak dan ibu tidak pernah memberiku kesempatan dekat dengan laki-laki manapun." Lando tidak merespon. Dia sibuk memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah yang sangat mewah. Sepertinya sudah banyak tamu yang datang. Terbukti dari banyaknya mobil yang sudah berjejer rapi di halaman rumah itu. "Jadi kau menyesal karena tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun?" Tanya Lando setelah berhasil memarkirkan mobilnya. Dengan lugunya Luna malah mengangguk. Lando jadi kesal sendiri. "Kalau begitu, kakak yang akan ajarkan padamu bagaimana rasanya dekat dengan lawan jenis." Putus Lando sebelum akhirnya turun dari mobil. Luna masih memasang wajah jutek. "Pertama, kita harus terlihat seperti pasangan malam ini. Jadi kakak akan memelukmu seperti ini Luna." Seketika Lando melingkarkan tangannya di pinggang Luna. Sontak, Luna terkejut dan berusaha melepaskan tangan Lando. "Lihat mereka!" Lando mengacungkan dagu ke arah pasangan yang baru saja tiba. Luna menatap sekilas. "Kau lihat kan? Kita juga harus begitu." Putus Lando. Luna melotot dan melepaskan tangan Lando dari pinggangnya. "Akan lebih baik jika seperti ini kak." Ucap Luna sambil melingkarkan tangan di lengan Lando. "Kau masih kekanak-kanakan sekali Luna. Sepertinya kakak harus mengajarkanmu banyak hal." Ucap Lando sambil mengajak Luna masuk. *** Selama acara, Luna tidak banyak bicara. Lebih tepatnya dia sangat malu. Tamu yang datang adalah orang-orang terkenal dan bermartabat. Ada kalangan artis, juga orang-orang dari pemerintahan. Luna kikuk sendiri saat harus jadi sorotan karena datang bersama Lando. Lando itu pemilik perusahaan game terkenal di Indonesia. Dia didaulat jadi pewaris sah sejak ayah Luna meninggal. Sedang Luna, tak banyak yang tau jika dia adalah adik tiri Lando. Luna jadi risih sendiri saat orang-orang menatapnya dan berbisik-bisik di belakang. Bahkan sekilas Luna mendengar dirinya disebut sebagai mainan Lando. Sadar Luna mulai tidak nyaman, Lando mengajak Luna berpamitan pada tuan rumah. Luna tersenyum lega dan langsung menggamit lengan kakaknya. Begitu sampai di mobil, Luna langsung memejamkan mata sembari menyandarkan kepala. Tau Luna butuh istirahat, Lando segera mendekati wanita itu untuk mengatur kursi mobil. "Kau lelah?" Tanya Lando lembut. Luna mengangguk kaku. Lagi-lagi dia merasa gugup. Apalagi aroma mint yang tercium jelas dari mulut Lando, menandakan kalau jarak mereka sangatlah dekat. Perlahan, Luna membuka matanya. "Kakak mau apa?" Tanya Luna setelah menyadari Lando tak berniat menjauh. "Kalau kakak bilang kakak mau cium kamu, boleh?" Tanya Lando lagi. "Berhenti bercanda kak. Kita jadi pulang atau tetap diparkiran?" Ucap Luna berusaha terlihat biasa. "Kalau kakak tidak bercanda?" Tanya Lando semakin dekat. Luna mulai salah tingkah. Otomatis kedua tangannya menahan d**a Lando. "Bukankah tadi kau meminta kakak untuk bilang dulu? Sekarang setelah kakak memintanya baik-baik, apa kau akan mengizinkan?" Lagi-lagi Lando bertanya. "Kita ini saudara kak Lando." Lirih Luna. "Iya, saudara tanpa hubungan darah. Jadi apa salahnya?" Bujuk Lando. Luna tampak bimbang, terlebih aroma Lando yang begitu wangi, membuat wanita itu kehilangan akal sehatnya. Lagi pula apa salahnya di coba? Pikir Luna. "Bolehkah?" Tanya Lando semakin tidak sabar. Luna pasrah sembari kembali memejamkan mata. Mendapati Luna yang memberi lampu hijau, Lando segera mendaratkan kecupan lembut di bibir gadis itu. Seketika Luna mencengkeram jas yang Lando pakai. Lando menggerakkan bibirnya perlahan sebelum akhirnya menarik diri. Luna membuka mata dan menyadari jarak wajah mereka masih sangat dekat. "Oh jadi seperti itu rasanya." Ucap Luna polos. Lando menggeleng. "Itu belum seberapa sayang." Setelah mengatakannya, Lando kembali mencium bibir Luna. Kali ini Lando tidak hanya menempelkan bibir mereka. Secara bergantian, Lando menghisap bibir Luna atas dan bawah. Luna yang tidak siap, semakin mengeratkan pegangannya di jas Lando. Ciuman yang benar-benar memabukkan sekaligus menyesatkan. Lando bahkan tidak memberi Luna kesempatan untuk menghirup oksigen. Luna seperti membatu, tidak menyangka kalau efek berciuman bisa sedahsyat itu. Lando baru melepaskan tautan bibir mereka setelah bunyi klakson mobil di arah belakang, meneriakinya untuk segera keluar dari area parkiran. Lando mengumpat keras sebelum akhirnya mulai mengendarai mobil. Luna tak berani menatap ke arah Lando. Sepanjang perjalanan, dia terus memegang bibirnya yang masih terasa panas. Lando, kakak tiri Luna, adalah orang yang memberi tau Luna seperti apa rasanya di cium. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD