Siasat Jahat Sang Raja

1016 Words
Dengan demikian, Ranubaya setuju ikut dengan Resi Mulawa menemui Syaikh Abdul Aziz di kediamannya yang ada di desa Margamulya di bagian barat wilayah kerajaan Bumiwana Loka. "Baiklah, Resi. Aku siap ikut denganmu," kata Ranubaya menjura hormat. "Baguslah, besok kita berangkat ke sana!" tandas Resi Mulawa tersenyum lebar. Tanpa mereka sadari, pembicaraan tersebut didengar oleh salah seorang prajurit yang secara diam-diam menguping pembicaraan mereka dengan bersembunyi di samping bilik Resi Mulawa. ‘Aku harus melaporkan apa yang mereka bicarakan kepada gusti prabu untuk mencari perhatiannya, agar aku lebih dipercaya lagi oleh sang raja,’ kata prajurit itu. Dia adalah Naluka, seorang prajurit senior yang selama ini selalu mencari perhatian sang raja. Demikianlah, maka Naluka langsung berlalu dari tempat tersebut, melangkah tergesa-gesa menuju istana untuk menemui sang raja. Setelah berada di hadapan Prabu Wisesa, Naluka menjura hormat, dan langsung berkata di hadapan sang raja dan para petinggi kerajaan. “Mohon maaf, Gusti Prabu. Izinkan hamba untuk mengatakan hal yang penting,” ujar prajurit itu sambil membungkukkan badan dan merapatkan kedua telapak tangannya di atas kepala. “Tentang apa, Naluka? Katakan saja!” jawab Prabu Wisesa tampak penasaran. Naluka merasa ragu jika harus berkata di hadapan para petinggi istana lainnya, ia khawatir apa yang dikatakannya akan menimbulkan kesan tidak baik dari dari para petinggi istana yang ada di ruangan tersebut. “Mohon maaf, Gusti Prabu. Hamba tidak bisa mengutarakan ini semua di hadapan para petinggi istana. Alangkah baiknya, kita berbicara empat mata saja!” ujar Naluka bersikap penuh hormat terhadap sang raja. “Baiklah, kita berbicara di pendapa saja,” jawab sang raja, bangkit dan langsung mengajak Naluka untuk segera menuju pendapa yang berada di depan istana. Dengan demikian, Prabu Wisesa dan prajurit seniornya itu langsung melangkah keluar dari ruangan tersebut. Sikap mereka menimbulkan rasa penasaran dari para petinggi kerajaan, mereka saling berpandangan. Kemudian salah seorang dari mereka berkata, “Apa yang hendak dibicarkan oleh Naluka kepada gusti prabu?” desis Mahapatih Garma Daksa kepada Senapati Gundiwa. “Entahlah, Gusti Mahapatih. Hamba rasa, ada hal penting sekali yang hendak dibicarkan oleh prajurit itu, sehingga dia tidak mau mengutarakannya di hadapan kita. Sebaiknya kita tunggu saja kabar berikutnya!” jawab sang senapati. “Jika memang demikian, apalah artinya aku menjabat sebagai mahapatih di kerajaan ini? Jika hal penting yang berkaitan dengan kerajaan harus dirahasiakan,” desis Mahapatih Garma Daksa tampak kecewa dengan sikap Prabu Wisesa. "Kita lihat saja, Gusti Mahapatih! Apa yang hendak mereka perbuat." Senapati Gundiwa pun seperti merasa kecewa dengan sikap raja. Setibanya di pendapa, prajurit itu langsung mengatakan apa yang ia ketahui tentang perbincangan antara Resi Mulawa dengan pengawalnya. Raja tampak geram setelah mendengar laporan dari prajurit tersebut. Dengan demikian, ia langsung memerintahkan kepada prajurit itu untuk menyusun siasat jahat terhadap Resi Mulawa dan Ranubaya seorang prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya. “Binasakan dua orang penghianat itu! Bunuh mereka di tempat yang sunyi dan berikan laporan di hadapan para petinggi istana bahwa kematian mereka disebabkan oleh serangan para prajurit kerajaan Dongkal!” Demikianlah titah sang raja kepada prajurit itu. Dengan senang hati, Naluka langsung menyanggupi perintah sang raja, “Baik, Gusti Prabu. Hamba akan segera melaksanakan tugas ini dengan baik,” kata Naluka sambil menjura. “Jika kau dan kawan-kawanmu berhasil melaksanakan tugas ini dengan baik, maka aku akan memberikan kedudukan tinggi untuk kalian, dan aku akan menghadiahi ratusan keping emas. Tapi ingat! Jangan ada satu orang pun yang mengetahuinya, termasuk Mahapatih Garma Daksa!” tegas sang raja. “Baik, Gusti Prabu. Hamba akan berusaha untuk merahasiakan ini semua, dan hamba akan melaksanakan tugas ini dengan rapi,” jawab Naluka bersikap penuh hormat. Setelah berbicara panjang lebar dengan sang raja, Naluka langsung pamit kepada Prabu Wisesa. Pada malam harinya, Naluka langsung meminta bantuan kepada prajurit lainnya untuk melaksanakan titah sang raja dengan iming-iming sebuah kedudukan tinggi dan hadiah ratusan keping uang bagi mereka jika berhasil membunuh Resi Mulawa dan Ranubaya. Naluka bersama empat orang prajurit kepercayaannya, langsung mendatangi bilik tempat tinggal Resi Mulawa. Mereka langsung mengajak sang resi bersama pengawalnya untuk ikut ke kademangan Martapura dengan dalih hendak menemui Demang Lihmaya berdasarkan titah sang raja. “Baiklah, jika ini benar-benar tugas dari sang raja, aku dan pengawalku akan ikut dengan kalian,” jawab Resi Mulawa berbicara di hadapan Naluka dan empat orang prajurit lainnya. Sebenarnya, Resi Mulawa sudah mengetahui niat jahat dari para prajurit tersebut. Namun, Resi Mulawa yakin bahwa dirinya dan pengawal setianya mampu menghadapi Naluka dan empat prajurit tersebut. Dalam hatinya berkata, ‘Aku akan melakukan perlawanan, jika mereka hendak mencelakai aku dan Ranubaya.’ Meskipun demikian, Resi Mulawa tidak mengatakan kecurigaannya itu kepada Ranubaya. Ia hanya memberikan sebuah jimat keselamatan kepada pengawalnya itu, tanpa diketahui oleh Naluka dan empat orang kawannya. Demikianlah, maka Resi Mulawa dan pengawalnya langsung berangkat bersama para prajurit tersebut menuju kademangan Martapura. Untuk sampai ke wilayah kademangan Martapura, mereka harus melewati jalanan sepi yang berada di sepanjang alas Pura, karena hanya jalur tersebut yang merupakan satu-satunya jalan menuju ke kademangan Martapura. Resi Mulawa menunggangi kuda dengan pikiran dan sikap yang sangat tenang, ia telah mengetahui bahwa di dalam hutan itu, Naluka dan kawan-kawannya akan melancarkan aksi mereka terhadap dirinya dan juga Ranubaya. “Berhentilah!” seru Naluka, tiba-tiba saja menghentikan laju kudanya. Resi Mulawa dan para prajurit lainnya langsung menghentikan laju kuda mereka. Lantas, Resi Mulawa bertanya, “Kenapa berhenti di tengah hutan ini? Bukankah perjalanan kita masih jauh?” Sang resi bersikap seolah dirinya belum mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran Naluka. “Turunlah, Resi!” jawab Naluka. Kemudian berpaling ke arah Ranubaya. “Kau juga turun!” pinta Naluka dengan nada tinggi. Resi Naluka hanya tersenyum, ia paham dan mengetahui niat jahat Naluka dan empat orang kawannya itu. Maka dari itu, ia dan pengawalnya langsung turun dari kuda mereka. Naluka memberikan isyarat kepada empat kawannya, sehingga mereka langsung turun dari kuda masing-masing. Kemudian, keempat prajurit itu menghunus pedang mereka masing-masing, dan langsung mengepung Resi Mulawa dan Ranubaya dari empat arah. “Ada apa ini?” tanya Ranubaya tampak bingung melihat sikap Naluka dan kawan-kawannya yang secara tiba-tiba melakukan ancaman dengan senjata mereka. “Sebaiknya, kau tenang saja dan jangan takut dalam menghadapi mereka!” bisik Resi Mulawa pada pengawalnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD