Naluka Melancarkan Aksi Jahatnya

1038 Words
Ranubaya hanya mengangguk, ia sangat percaya dengan apa yang dikatakan oleh Resi Mulawa. Karena seperti yang ia ketahui bahwa sang resi memiliki kesaktian yang sangat tinggi, tidak mungkin dengan sangat mudah dapat dikalahkan oleh para prajurit tersebut. “Apakah kalian tahu dengan niat kami yang membawa kalian ke tempat ini?” tanya Naluka sambil tersenyum sinis menatap wajah Resi Mulawa dan pengawalnya. “Ya, kami sudah mengetahuinya. Kalian memang para prajurit jahat yang haus akan kedudukan, bunuhlah kami jika kalian bisa!” jawab Resi Mulawa sambil tertawa-tawa. Seakan-akan, dirinya tidak takut dengan ancaman senjata-senjata tajam dari para prajurit itu “Bagus kalau memang seperti itu,” kata Naluka. Setelah itu, Naluka langsung memerintahkan kepada empat kawannya untuk segera membinasakan Resi Mulawa dan Ranubaya. Naluka dan empat kawannya langsung menghujani serangan kepada Resi Mulawa dan pengawalnya dari berbagai arah. Dengan gerakan yang sangat cepat, Resi Mulawa mengeluarkan ilmu kesaktiannya yang terampuh, dari celah jemarinya mengeluarkan asap hitam yang berbau amis, untuk melawan serangan hebat dari para prajurit itu. Tiga orang prajurit langsung roboh dihantam asap hitam dari jurus yang dikeluarkan oleh sang resi. Mereka jatuh bergelimpangan dengan mulut mengeluarkan darah segar. “Kau memang hebat. Tapi untuk berhadapan denganku, kau dan pengawalmu itu tidak mungkin bisa lolos dari maut yang sudah membayangi kalian!” bentak Naluka. “Kurang ajar! Dasar, kau memang orang yang tidak tahu budi pekerti!” Ranubaya balas membentak keras, kemudian langsung melakukan serangan terhadap Naluka. Namun, kekuatan tenaga dalam yang dimiliki oleh Naluka sungguh sangat sempurna. Sudah barang tentu, Naluka bukanlah lawan yang mudah bagi Ranubaya. Ilmu yang dimiliki oleh Ranubaya tidak seimbang dengan ilmu kesaktian yang dimiliki oleh Naluka. Maka ketika serangan tersebut menghantam dirinya, maka tubuh Ranubaya terpental setinggi dua tombak lebih. Setelah berputar-putar di udara, lalu jatuh ke tanah dengan mulut dan hidungnya mengeluarkan darah hitam. Sebenarnya jika ia mau, masih ada kesempatan baginya untuk melarikan diri ke dalam hutan. Namun, karena besarnya kesetiaan terhadap Resi Mulawa, Ranubaya tidak bertindak demikian. “Aku belum kalah, Naluka. Kau lawan saja aku hingga di antara kita benar-benar ada yang kalah!” bentak Ranubaya, langsung menghunus pedangnya dan kembali maju menyerang Naluka. Meskipun, Ranubaya paham bahwa dirinya tidak mungkin lolos dari kepungan para prajurit itu. Namun, karena terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mempertahankan jiwanya, dan membantu Resi Mulawa. Maka sekeras apa pun ia jatuh ke tanah, Ranubaya tidak menghiraukannya dan berusaha untuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ranubaya langsung meloncat ke arah Resi Mulawa dengan maksud hendak melindungi junjungannya dari serangan Naluka dan seorang kawannya yang masih bertahan. “Aku akan melindungi Resi, jika Resi mati aku pun harus mati!” tegas Ranubaya berdiri di depan Resi Mulawa. “Percayalah, kita tidak akan mati. Meskipun kita harus berpura-pura mati!” bisik Resi Mulawa. Karena Naluka dan para prajurit lainnya bermaksud hendak membunuh dirinya, maka Resi Mulawa meminta Ranubaya untuk segera pergi meninggalkannya. Karena dirinya sudah merancang sesuatu yang tidak diketahui oleh lawannya. "Sebaiknya kau pergi dari tempat ini! Berangkatlah ke rumah Tuan Syaikh Abdul Aziz, katakan padanya tentang persoalan ini, agar tuan syaikh dan keluarganya lekas pergi dari tempat tinggalnya!" perintah Resi Mulawa kepada pengawal setianya itu. "Lantas, bagaimana dengan dirimu, Resi?" tanya Ranubaya mengerutkan kening. Resi Mulawa tersenyum, lantas menjawab, "Percayalah, aku tidak akan mati di tangan mereka. Aku akan melakukan sandiwara berpura-pura mati di depan mereka," bisik sang resi. Berkat segala kepercayaan dan keyakinan penuh terhadap Resi Mulawa, akhirnya Ranubaya pun menuruti perintah junjungannya itu. Dengan demikian, Ranubaya langsung menghentakkan kakinya dan melompat tinggi ke arah kudanya. Dengan cepat Ranubaya langsung memacu derap langkah kudanya kabur meninggalkan tempat tersebut, dengan tujuan hendak menuju ke desa Sindang, menemui Syaikh Abdul Aziz untuk memberitahu beliau tentang pelaku pembunuhan Dwikarma. Karena target utamanya adalah Resi Mulawa, maka Naluka dan kawan-kawannya membiarkan Ranubaya kabur, dan ia sendiri lantas melesat ke arah sang resi. "Hai, Resi! Kau pikir, kau akan selamat dari maut?" bentak Naluka sambil mengayunkan pedangnya di hadapan Resi Mulawa. Resi Mulawa hanya diam saja, ia tersenyum lebar menatap tajam wajah Naluka yang seakan-akan sudah dirasuki iblis yang berkeinginan kuat untuk membinsakannya di hutan itu. Naluka segera mengulurkan tangannya, hendak menyambar tangan Resi Mulawa yang sudah bersiap hendak menyongsong serangannya. "Kepalamu akan aku penggal sebagai bukti keberhasilanku dalam melakukan tita sang raja!" bentak Naluka. Dengan gerakan yang sangat cepat, Naluka langsung menyabetkan pedangnya ke arah tubuh Resi Mulawa yang ia anggap sebagai target utamanya untuk dibinasakan pada hari itu, semua berdasarkan perintah sang raja. Resi Naluka yang sudah bersiap menghadapi serangan Naluka yang hendak membinasakannya, lebih dulu ia sudah melompat menyingkir sejauh lima tombak sebelum pedang itu hinggap di lehernya. Kemudian menghentakkan kakinya ke tanah, dan tubuhnya pun melesat tinggi ke udara. "Pengecut! Kau jangan terus mempermainkan aku!" bentak Naluka geram melihat sikap sang resi. Lantas, ia membentak lagi, "Lawan aku!" tantang Naluka tampak gusar. "Ambuing-ambuing, kau telah dibutakan oleh hawa nafsu. Jiwamu telah dibutakan oleh pengaruh iblis yang mengendalikan dirimu. Kau akan celaka!" kata Resi Mulawa tetap bersikap tenang. "Persetan dengan ucapanmu!" Kemudian, Naluka mengayunkan tangannya melancarkan serangan yang amat dahsyat ke arah Resi Mulawa. "Sungguh mumpuni kemampuan prajurit ini," desis Resi Mulawa. Bahkan, ia terperanjat ketika melihat sinar putih melesat cepat hendak menuju ke arahnya. Sang Resi langsung mengibaskan lengan jubahnya, ia terpaksa mundur sejauh mungkin agar terhindar dari serangan sinar putih yang mengandung kekuatan tenaga dalam yang tinggi. Dengan demikian, serangan dari Naluka gagal menemui sasaran. Asap putih itu meluncur deras dan menghantam sebuah pohon besar yang ada di hutan itu, hingga menyebabkan pohon tersebut tumbang seiring dengan terdengarnya suara dentuman keras. Dalam posisi berdiri di atas bongkahan bebatuan besar, Resi Mulawa tertawa dingin sambil memandangi raut wajah Naluka yang penuh kegusaran. Dalam hatinya, sang resi berkata, 'Aku harus memulai sandiwara ini, agar mereka puas dan mengabarkan tentang kematianku kepada sang raja.' Setelah itu, Resi Mulawa meloncat tinggi dan mendarat sempurna di hadapan Naluka. Seakan-akan dirinya memasang badan untuk memberi peluang bagi Naluka agar segera membinasakannya. "Kemampuan yang ada dalam dirimu belum seberapa, Naluka. Kau harus pandai melatih diri agar menjadi seorang kesatria tangguh!" kata sang resi, seolah memancing amarah prajurit itu agar segera menyerangnya. "b*****h! Sudah aku katakan bahwa kau ini tidak akan selamat dari maut, hari ini aku akan mengirimmu ke neraka!" Naluka kembali mengerahkan jurus tenaga dalamnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD