01 - Menerima Takdir

1815 Words
Milla merenggangkan tubuhnya yang terasa luar biasa pegal. Ia ingat, ia sempat jatuh dari atas ketinggian. Pantas saja seluruh tubuhnya terasa nyeri dan pegal. "Shh..." Milla meringis. Selain sakit di tubuhnya, ia juga masih harus menyesuaikan matanya dengan cahaya yang masuk. Perlahan, mata itu terbuka. Ia menatap langit-langit kamarnya. Tunggu! Ini bukan kamarnya! Apa ini rumah sakit? Milla memegangi kepala dan lengannya. Terasa sakit, namun anehnya tak ada satupun perban di sana. Tangannya juga tidak diinfus. Semakin diperhatikan, Milla kian sadar. Ini juga bukan rumah sakit! "Lalu, aku di mana?" bingungnya. Milla berusaha untuk bangkit. Ia duduk sambil memegangi kepalanya. Kamar ini tampak aneh. Kuno, namun mewah. Mungkin Milla bisa menyebutnya 'klasik'. Tapi apapun itu, yang jelas kamar ini terlihat jauh lebih baik dibanding kamar sempitnya biasanya. "Apa mungkin ini hotel bernuansa klasik yang mewah? Tapi, siapa yang akan membayar biaya sewanya kalau aku tidur di sini? Ah... sial! Tabunganku!" Milla mulai kelabakan. Ia ingat jelas jika nominal di rekeningnya sudah tak banyak. Bahkan tak akan sanggup membayar satu malam pun di hotel sekelas ini. Saat terdengar pintu terbuka, Milla menoleh dengan siaga. 'Praangggg!' Seorang wanita berpakaian aneh menjatuhkan nampan yang ia bawa sambil menatap kaget ke arah Milla. 'Astaga, bahkan pelayan kamarnya pun mengenakan seragam khusus!' batin Milla semakin was-was. Ia semakin terbayang dengan banyaknya digit yang akan berjejer di bill tagihannya nanti. "Nona kita sudah bangun!!! Tuan, Nyonya, Nona sudah bangun!!!" Pelayan itu lari terbirit-b***t. Menghilang begitu saja, meninggalkan Milla yang kebingungan. Tapi tunggu dulu! Nona? Tuan? Nyonya? Apa maksudnya? Milla menunduk. Melihat pakaian yang tengah ia kenakan. Matanya membulat sempurna. "Apa di tempat ini juga menyediakan sewa baju ala-ala kerajaan kuno seperti ini? Jadi nanti aku harus membayar biaya sewanya juga? Astaga!" gumamnya. "Putriku!" "Trisya, kau sudah sadar?!" Seorang wanita paruh baya langsung menabrakkan dirinya ke arah Milla. Diikuti oleh pria dewasa berekspresi datar di belakangnya. "Aw!" Milla meringis. Tulang-tulangnya serasa patah saat wanita itu terlalu erat memeluknya. Kenapa wanita itu bisa memeluknya begitu saja? Bahkan Milla merasa tidak mengenal sama sekali. "Berhentilah jika kau tidak mau putri kesayangan kita terbunuh, istriku!" tegur si pria. "Ah, maafkan Ibu. Ibu tidak berniat menyakitimu. Kalian buta? Panggil tabib sekarang! Putriku harus diperiksa!" teriak si wanita. Dua pelayan yang datang bersama mereka segera melalukan titah nyonyanya. Namun, Milla baru menyadari satu hal. "Ibu? Putri? Tapi, siapa kalian?" bingung Milla. Bagaimana bisa mereka mengaku sebagai orang tua Milla, sementara Milla saja tidak mengenal mereka semua? Pasangan suami-istri itu tampak cengo. Terkejut dengan pertanyaan sederhana yang baru saja keluar dari mulut Milla. "Sebaiknya aku sendiri yang memanggil tabib keluarga!" putus si pria sembari berlalu dengan langkah lebar. Milla menatap pria itu dengan bingung. Hingga suara tangis berhasil menyadarkan lamunannya. "Tunggu, Nyonya! Kenapa Anda tiba-tiba menangis?" Milla kelabakan bukan main. Ia takut orang-orang akan salah paham mendengar tangisan wanita itu. "Nyonya? Kau bahkan memanggilku Nyonya? Kenapa? Apa salah Ibu padamu, Sayang?" isak wanita itu. Ia adalah Duchess Amara De Lovatta. Dari namanya saja sudah jelas jika ia merupakan bangsawan negeri yang ia tinggali. "Lalu-" "Apa yang terjadi di sin- Trisya? Kau sudah sadar?" "Hah?" Kepala Milla raasanya hampir pecah. Tadi pelayan yang memanggilnya Nona. Lalu pasangan suami istri yang mengatakan jika Milla adalah anak mereka. Dan sekarang, laki-laki ini memanggilnya apa? Trisya? 'Trisya? Tunggu dulu!' Milla merasa tidak asing dengan nama itu. "Maksud kalian, Trisya Aurila Lovatta?" tanya Milla. "Aku tahu kamu pasti ingat dengan namamu sendiri. Kau masih putriku," girang Amara. Rasanya, jantung Milla seperti hendak meledak. Kenapa orang-orang mengenalinya sebagai Trisya? Bukankah Trisya adalah pemeran antagonis dari novel kesukaannya yang berjudul "Lady Rania and the Crown Prince"? Milla menatap ke sekeliling ruangan. Setelah ia teliti, ia akhirnya sadar jika setiap sudut ruangan ini memang persis seperti penggambaran kamar Trisya Aurila Lovatta. Karakter yang paling ia benci di novel kesukaannya. Milla meringis sambil memegangi kepalanya, sebelum akhirnya ia kembali tak sadarkan diri. "Trisya!!!" Hanya itulah yang dapat Milla dengar sebelum kesadarannya benar-benar hilang. * Milla berjalan-jalan di tepi sebuah danau. Danau yang indah, persis yang ia bayangkan menjadi tempat kesukaan Putra Mahkota Terry di novel "Lady Rania and the Crown Prince". "Kau tahu, Milla, di sinilah pertama kali aku bertemu dengan Pangeran Terry." Milla tersentak. Ia menoleh ke belakang, dan mendapati Trisya Aurila Lovatta yang asli berdiri di belakangnya. Milla menghela napas lega. Ternyata benar. Ia bukan Trisya. Trisya yang asli berada di sini sekarang. Itu artinya Milla bukan Trisya. Ia bukan lakon jahat yang berakhir tragis itu. Trisya terkekeh, seakan ia bisa membaca apa yang ada di pikiran Milla. "Jika kau senang karena berpikir kamu bukan aku, maka sayang sekali kau harus kecewa, Milla. Ke depannya, kau akan menggantikanku. Memperbaiki segala kesalahan hingga keadilan bisa ditegakkan di negara ini. Dan yang terpenting, orang tua dan kakakku. Hanya kau yang bisa memperbaiki takdir mereka," terang Trisya. Milla menyerit tak mengerti. "Sebenarnya apa yang sedang kau katakan?" "Mulai sekarang, kau harus hidup sebagai Trisya Aurila Lovatta!" "Apa? Aku tidak mau. Dan tidak akan pernah mau," tolak Milla. Milla ingat betul bagaimana akhir cerita itu. Mati tragis di tangan sang tunangan? Yang benar saja?! "Tak ada jalan keluar untukmu. Kamu harus menyelesaikan cerita ini dengan akhir yang lebih baik, jika kau ingin kembali ke duniamu," ujar Trisya. "Tapi kenapa-" "Karena kau yang sebenarnya ditakdirkan menjadi Lady Trisya, bukan aku! Jiwaku terlempar jauh ke masa yang tak seharusnya aku masuki. Aku harus terlahir sebagai Trisya karenamu. Dan kini, karena aku gagal mendapat akhir yang baik, maka dari itu kau dikembalikan ke takdirmu yang sebenarnya," potong Trisya dengan begitu menggebu-gebu. Milla jadi teringat dengan karakter Trisya dalam novel. Ia bisa mengintimidasi siapa saja, kecuali Pangeran Terry. Dan itulah yang saat ini Milla rasakan. "Hmm... tap- tapi-" "Waktu kita habis. Bangunlah! Perbaiki semua kerusakan yang telah aku lakukan jika kamu ingin kembali ke dunia asalmu!" Setelah itu, Milla dapat merasakan adanya sebuah tarikan yang begitu kuat yang membuatnya terlempar ke sebuah portal aneh. Milla membuka matanya. Dan lagi, ia kembali ke tempat yang sebelumnya ia lihat saat bersama Trisya yang asli. "Putriku akhirnya kau sadar kembali," girang Amara. Milla menatap satu per satu orang yang mengelilinginya. Ia ragu, tapi mulai menyebut nama mereka satu per satu dalam hati. 'Duchess Amara De Lovatta, ibu dari Trisya,' 'Duke Gerald De Lovatta, ayah Trisya,' 'Dan yang di sana, Darian Larry Lovatta, kakak kandung Trisya.' "Ada apa, Trisya? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Kau bisa mengenali kami kan, Nak?" tanya Amara khawatir. Milla menelan salivanya dengan susah payah. 'Satu lagi. Aku, adalah Trisya Aurila Lovatta. Ya. Aku akan menjadi Trisya mulai sekarang,' imbuh Trisya dalam hati. Ya. Mulai hari ini, Milla memang harus belajar menerima takdirnya. Takdir baru yang menjadikannya sebagai antagonis jahat di sebuah novel yang dulu sangat ia sukai. 'Tugasku sekarang adalah membuat alur baru agar Trisya tidak mati konyol di tangan orang yang ia cintai. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah menghindar dari tokoh-tokoh yang akan mematik pertikaian dengan Trisya. Terutama Pangeran Terry dan Lady Rania. Kau harus memiliki akhir yang indah seperti dalam mimpimu, Milla. Kau sudah banyak menderita sebagai Milla. Dan kini saatnya untuk kamu bahagia sebagai Trisya Aurila Lovatta," pungkasnya. * Sudah satu minggu sejak Milla terbangun sebagai Trisya. Ia mulai belajar banyak hal tentang kehidupan kebangsawanan di negeri ini. Mungkin, di dunianya dahulu otak Trisya terbilang pas-pasan. Tapi di sini ia dikagumi oleh para pelayan dan gurunya karena kecerdasannya. "Apa kamu melihatnya? Nona kita sudah banyak berubah, ya?" Tanpa sengaja, Trisya dapat mendengar ucapan pelayannya dari balik pintu yang belum sepenuhnya tertutup itu. "Apa perubahanku terlalu kentara? Apa mereka mulai curiga kalau aku bukanlah Nona mereka yang dulu?" gumam Trisya sambil memandangi pantulan dirinya di cermin. Ia tidak menyangka jika Trisya memiliki paras secantik ini. Seingatnya, di dalam novel Trisya hanyalah antagonis yang jahat, bodoh dan selalu iri pada Lady Rania. Jika Trisya saja secantik ini, lalu bagaimana dengan paras tokoh utamanya, Sang Lady Rania yang akan menjadi permaisuri nantinya? "Apa Anda mengatakan sesuatu, Nona?" tanya pelayan yang tengah menata rambutnya. "Ah? Ti- tidak. Aku hanya merasa ada yang berbeda dariku akhir-akhir ini. Bagaimana menurutmu, Layla?" "Selama perubahan itu baik, saya rasa itu bukan masalah," jawab Layla, pelayan nomor satu yang paling dekat dengan Trisya. Di usianya yang juga masih cukup muda, Layla sudah menjadi kepala pelayan yang melayani Trisya, menggantikan sang bibi yang sudah meninggal tiga tahun lalu. Trisya mendongak. Menatap Layla yang tersenyum padanya. Ia jadi ingat tentang kisah Layla dan Trisya yang asli. Layla adalah putri seorang bangsawan bergelar Baron yang ditelantarkan setelah sang ayah menikah lagi. Kemudian, Amara membawa Layla yang terlunta-lunta di jalanan ke kediaman keluarga Lovatta, atas permintaan kepala pelayannya yang dulu bernama Lena yang juga merupakan adik dari ibu kandung Layla. Memberinya tempat tinggal, serta ia tugaskan untuk menemani Trisya kecil yang kesepian. Awalnya, Trisya selalu bersikap cuek pada Layla. Ia juga sering merendahkan Layla yang hanya merupakan anak seorang Baron, sedang ia adalah putri Duke. Tapi kelembutan dan ketulusan Layla perlahan mulai mengubahnya menjadi lebih baik. Terlebih mendiang Lena juga selalu berusaha mendekatkan dia gadis muda itu. "Ya. Kamu adalah orang yang sangat baik," ujar Trisya tanpa sadar. "Maaf?" bingung Layla. "Ah, it- itu. Kau ingat berapa usiaku saat ini, Layla?" tanya Trisya. "Apa Nona lupa? Dua bulan lalu Anda baru saja berulang tahun yang ke tujuh belas," jawab Layla. Trisya berusaha mengingat-ingat kembali alur di novel itu. Seingatnya, masalah mulai datang saat Trisya sudah hampir beranjak ke usia delapan belas tahun. Ia akan memiliki pelayan baru yang menggeser posisi Layla, bernama Adriana. Adriana merupakan sepupu dari Lady Rania yang memutuskan untuk berkhianat pada keluarganya. Dan sejak saat itulah Adriana berusaha mengubah Trisya untuk menjadi senjatanya dalam menghancurkan keluarga Lady Rania. 'Ah aku juga tidak boleh melupakan pertemuan pertama Trisya dengan Pangeran Terry. Pertemuan yang membuat Trisya tergila-gila pada monster itu. Tidak! Sekarang tubuh ini ada pada kendaliku. Dan aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh lagi, Trisya Aurila Lovatta,' monolog Trisya dalam hati. Trisya kemudian bangkit, menuju meja belajarnya hingga membuat Layla kebingungan. "Ada apa, Nona? Apa-" "Tidak apa-apa, Layla. Kamu boleh pergi kalau sudah selesai. Aku hanya sedang ingin mencatat sesuatu," potong Trisya. Trisya merasa, ia perlu mencatat rentetan peristiwa yang ia ingat di novel itu. Meski ia tak ingat banyak hal, tapi setidaknya itu bisa sedikit membantunya untuk menghindari takdir-takdir mengerikan di kemudian hari. Ia juga menandai nama-nama orang yang berpotensi menyebabkan dirinya berada dalam masalah. "Aku harus bisa menciptakan alurku sendiri jika ingin terhindar dari masalah. Ya. Mari buat cerita versi kamu sendiri sebagai Trisya yang baik hati dan layak dicintai semua orang!" gumam Trisya, berusaha tetap optimis pada masa depannya. "Aku harus keluar dari alur novel Lady Rania. Aku akan membuat kisahku sendiri, menjadikan Trisya Aurila Lovatta sebagai pemeran utamanya. Hidup matiku ditentukan di sini. Dan aku tidak mau mati tragis lagi di kesempatan hidup kali ini. Aku anak seorang Duke, bangsawan tertinggi di negeri ini setelah keluarga kerajaan. Lalu, memangnya apa yang tak bisa aku lakukan dengan kekayaan dan kekuasaan keluargaku ini?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD