Chapter 2

1301 Words
Ariana terbangun dan mengalami disorientasi waktu pasca long weekend yang dinantikan sejak seabad lalu. Pandangan beralih ke jam digital di atas nakas yang menunjukkan waktu 07:32. Faaakkkk! Ia langsung bergegas membersihkan diri. Hatinya memaki, abis dehh sama si Anka yang galaknya lebih dari ibu tiri. Yang tidak akan mentolerir keterlambatan karyawannya, bahkan datang terlambat sepuluh menit saat meeting saja akan dihadiahi hujaman kata-kata mutiara berduri tentang; disiplin, tanggung jawab dan komitmen. Kalau pak Gito sih, santai aja melihat karyawan mau datang jam makan siang juga tidak masalah, yang penting kerjaan lancar jaya seperti jalanan Jakarta pas pemilu. Dipilihnya baju dengan asal, blouse krem polos dan celana satin hitam panjang yang membuat b****g berisinya menonjol dengan anggun. Sambil memesan ojek online ia memoles wajahnya, dandanan yang sederhana dan berkelas ala Ariana. Ariana tiba di kantor tepat jam 08:45, diliriknya jam sekali lagi, berharap jarum jam yang panjang itu mundur ke arah angka 12. Ariana langsung berlari memasuki gedung, sambil menyapa asal satpam gedung dengan sopan. Pintu lift nomor dua hampir tertutup, Ariana berteriak meminta orang yang di dalam untuk membukanya kembali. "Makasih!" Serunya, begitu tubuh rampingnya masuk ke dalam lift yang hanya berisi beberapa orang. Ia hendak memencet tombol lantai 15, saat sebuah tangan dengan jari-jari panjang yang indah milik seorang pria di belakangnya menyentuh telunjuknya. Ariana menoleh sedikit ke bawah untuk mengendus aroma parfume pria dengan jari-jari indah di belakang tubuhnya. Aroma yang maskulin membuat dewi asmara di batinnya mengerling nakal. Badan lift di gedung ini tidak seperti cermin, sehingga Ariana tidak bisa melihat wajah pria di belakangnya itu. Beberapa orang turun di lantai sepuluh, membuat ruang di dalam lift lebih luas. Pria dengan jari-jari indah itu bergeser dan maju ke depan, ke samping Ariana. Faaaak! Itu Anka. Ariana tidak bisa berkutik, Anka tidak meliriknya sama sekali, dalam hati gadis itu menghitung sampai tiga, apakah Anka akan mendampratnya di dalam lift penuh karyawan dari berbagai Perusahaan ini? Hingga.. Tinggg... Lantai lima belas, pria itu keluar lebih dulu. Ariana segera mengekorinya dalam diam. Bah, ini Anka matanya kicer apa gimana. Tapi ini lebih horor bagi Ariana, lebih baik Anka memarahinya daripada menganggapnya invisible. Kevin yang sedang minum kopi di mejanya tersedak melihat kedatangan Ariana yang terlambat, di belakang monster bernama Anka. Gadis di belakang pria tinggi itu memandang Kevin dengan memelas. Ariana segera menggapai kubikelnya dan duduk di kursi dengan terengah-engah. Tatapan horor dari teman-temannya dibalas galak. Menghitung lagi dalam hati 1.. 2.. 3.. "Ar, dipanggil Bos!" Vanya berdiri di depan kubikelnya, dengan tatapan meminta maaf pada Ariana. Yang dipanggil menyahut dengan mengangguk dramatis. Ariana mengetuk pintu ruangan Anka, dan mendapati putra bosnya itu sedang duduk membelakangi pintu masuk, di meja terpampang plakat nama "Anka Pratama Hardjo" dengan keterangan Jabatan, Direktur Utama. Firasat buruk, Ariana menangkap ada firasat buruk dengan melihat plakat nama itu hari ini. Jumat lalu masih ada nama "Anggito Hardjo", ayah dari pria tampan di hadapannya. "Kamu tidak punya jam, Ariana?" Anka berbicara tanpa memutar kursinya. "Ada, Pak." Jawab Ariana tegas, dia tidak mau terintimidasi dengan sikap angkuh Anka. "Jam kerja dimulai jam berapa?" Ariana mengernyitkan dahi. "Delapan, Pak." "Kamu tadi datang jam berapa?" "Maaf, Pak." "Maaf?" Anka memutar kursinya, memiringkan kepalanya dengan tampan, rambutnya yang tersisir rapi terurai beberapa helai ke arah kiri. Sial! Wajah Anka terlalu ganteng untuk dikutuk. "Saya tahu tadi terlambat, saya minta maaf. Biasanya---" "Biasanya semaunya?" Potong Anka dengan tajam. Sial nomor 2, ngajak perang nih bos. Untung ganteng, Ariana memaki kesal dalam hati, tentu saja. "Biasanya saya on time Pak, hari ini di luar kebiasaan saja. Enggak lagi-lagi deh janji!" Ariana membentuk tanda "peace" dengan jari kanannya, tak lupa memasang wajah imut-minta-dikecup yang jadi andalannya saat menghadapi makhluk dengan hormon testosteron ini. "Saya enggak mau janji, buktikan!" Seru Anka tegas, tak terpengaruh gaya Ariana yang minta diseret ke kamar (mayat, maksudnya) dan menggerakan tangannya dengan cepat. Mengusir. Ariana menahan amarah sambil berjalan keluar, begitu sampai di mejanya ia langsung meradang. Melani melayangkan pandangan "ada apa?" Ariana Wardhani : Gara2 gw telat tadi! Dia satu lift bareng gw mbak. Resek! Ariana mengirim pesan via aplikasi chat kantornya ke Melani. Melani Putri Handoko : Hahahaha, njir galak banget yah. Padahal ganteng. Ariana Wardhani : Ganteng ganteng serigilaaaaaaa. Ariana langsung menutup chatnya, dilihatnya Melani terbahak-bahak di sana. "Ar, kamu meeting jam setengah sepuluh ya. Aku enggak ikut, diminta standby di sini." Vanya berdiri lagi di depan kubikelnya. "Iya." Jawab Ariana pendek, rasa malas menghantam dirinya. Ariana sudah kehilangan semangat sejak teguran dari Anka yang dirasa terlalu berlebihan bagi dirinya. Vanya masuk ke ruangan Anka, Ariana memperhatikan rok Vanya yang tinggi dan melihat grup w******p teman-temannya yang sedang bertaruh dari minggu lalu tentang Anka yang akan menggoda Vanya dalam waktu cepat. GFC Squad Kevin GFC : Gw berani taruhan, si Anka bakalan goyang liat paha mulus Vanya! Melani GFC : Anjaayyy, kalau udah merit gimana Pin? Dena GFC : Aku liat jarinya, enggak ada cincin kawin tuh Benny GFC : Gw taruhan, dia pasti belok. Liat dong gayanya, metroseksual abis. Melani GFC : Heh Bencong, lu juga kan metros Benny GFC : Tapi gw udah terbukti lurus, ya nggak Ar? Kevin GFC : Udah ngapain aja kalian? Dena GFC : Ciieee epin jelessssss hahahahaa Me : BERISIK! *** "Ariana. Ayo jalan sekarang!" Tiba-tiba Anka sudah berdiri di depan kubikel Ariana. Ariana segera memasukkan ponsel ke tas, dan merapikan meja. Membawa serta laptop dan berkas yang dibutuhkan. Dan berjalan mengikuti si bos pengganti yang ternyata memiliki punggung yang aduhai, adek khilaf, Bwang. Kevin menatapnya galak, memberi isyarat memenggal leher. Dengan kata-kata tak terucap, yang kira-kira bunyinya gini, "awas aja lu macem-macem sama si bos, gue penggal kepala kambing." Ariana meledeknya dengan meleletkan lidahnya sebentar. Kevin, pacar bukan suami bukan, ngatur-ngatur. Di dalam lift kali ini mereka hanya berdua, Ariana enggan mengeluarkan suara. Suasana di dalam lift mendadak panas, ada sesuatu yang menarik dua insan di dalam kotak tertutup itu. Anka terlihat gusar, sambil membetulkan kerah dan dasinya. Sementara Ariana mengipas-ngipas pelan leher jenjangnya. "Saya ingin mempelajari materi meeting kita dulu, di mobil. Kamu bisa nyetir kan?" Anka menoleh pada gadis cantik yang memiliki tubuh terbilang tinggi untuk perempuan Asia. Tidak heran mengingat wajah Ariana yang memiliki wajah khas anak blasteran atau campuran Kaukasia. "Bisa, Pak!" Ariana mengangguk sopan. Kemudian hening. Ariana memperhatikan penampilan anak sang bos besar. Kemeja slimfit-nya yang berwarna abu-abu tua membungkus rapi tubuh rampingnya. Cara berdirinya yang anggun, menunjukkan kelas sosial si empunya bibir penuh dan kissable itu. Celana bahannya yang jatuh itu, aduuh, mata nakal Ariana melirik b****g montok pria di sebelahnya itu. Minta ditepuk banget sih. Tanpa sadar Ariana menggigit bibir bawahnya. "Kamu..." Anka menoleh, kata-katanya berhenti saat melihat tingkah-haus-belaian-ala-Ariana itu. Pintu lift terbuka, Anka segera keluar dengan cepat dan menghirup oksigen banyak-banyak. Pria manapun tidak akan tahan berduaan dengan Ariana dalam lift yang sempit seperti tadi, ditambah gerakan menggigit bibir yang membuat celananya menyempit. Ariana berjalan dengan wajah polos di belakang Anka, sesekali disapukan matanya menikmati pemandangan tubuh Anka yang menyegarkan bagai jus lemon dingin di tengah terik matahari Kuta. Anka membuka pintu mobil untuk Ariana, dan memilih duduk di belakang dengan alasan ingin konsentrasi memahami materi persiapan meeting. Ariana mendengus kesal, kayak supirnya aja gue! Anka tidak banyak tanya, hanya sesekali pertanyaan yang terlontar dan justru memberikan keheningan di antara mereka. "Pak, saya nyalakan radio ya? Bete." Ariana melirik bosnya yang tengah serius memandangi laptop miliknya. "Silakan." Jawabnya tanpa melirik. Ariana asyik mengetuk-ngetuk setir mobil saat tiba-tiba ada suara merdu seorang pria yang ikut menyanyikan lagu yang sedang diputar itu.   "Girl you know, I want your love Your love was handmade for somebody like me Come on now, follow my lead. I may be crazy, but dont mind me."   "Suka Ed Sheeran juga?" Ariana bertanya sok akrab. "Enggak." Sahut Anka, singkat. Dasar sombong! Jari-jari Ariana mencengkram setir dengan erat sambil menatap antrian mobil yang menunggu lampu merah berubah hijau dengan gemas. •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD