Chapter 1

1452 Words
Kaki jenjang Ariana menghentak-hentak gusar. Menunggu mama belanja itu, sama seperti disetrap saat dia masih duduk di bangku sekolahan. Berdiri di tengah lapangan, terbakar matahari. Bedanya, ini di mall. Wajah Ariana ditekuk sedalam – dalamnya, biar si mama peka dan mengajaknya makan. "Bentar ah, enggak sabar banget!" Mama melirik Ariana, sambil mengamati sebuah blouse satin hitam. Ariana melongo, sambil memutar jam tangannya ke arah mama dan mengetuk – ngetuknya dengan kesal. "Iya nanti makan, mau makan dimana? Mama yang bayar!" Sahut mama lagi santai, sambil ngeloyor ke rak bawahan. Ariana hanya bisa mendengus sebal. Dibukanya smartphone yang sedari tadi bergetar. Grup kantornya yang sedang rame bergosip, padahal demi Dewa ini tuh long weekend, desis Ariana dalam hatinya. Tanpa tertarik untuk menimbrung, Ariana membuka aplikasi chat. GFC Squad Kevin GFC : Doain pak Gito gaess biar cepet sembuh, udah gak tahan gue dipimpin anaknya  Dena GFC : epin  nanti dulu, aku belum puas liatin pak Anka Kevin GFC : Denoookk, kesejahteraan & kesehatan hidup lu terancam gara2 bos gila kayak dia Dena GFC : ih epin, dia itu tegas, perfeksionis & gak bertele2, bukannya gila Melani GFC : Ini si Ariana Grandong mana lagi? Kevin GFC : Lagi liburan keles dia, secara dari kemarin disiksa maraton kerjaan sama si bos wkwkwkwk Melani GFC : merhatiin gak sih, si bos kayaknya manggil Ariana terus? Kevin GFC : wah gak bener, besok gue landmark deh si Ariana Dena GFC : udah ditolak keles pin, sadar woy Melani GFC : hahaha gak napsu ama lu pin Kevin GFC : belum aja kena dedek gue si doi Me : Wooyy, liburaaaaaann keleesss.. Mental kuli ya lu pada, long wiken masiiihh aja bahas kerjaan. Ini lagi bocah, masih aja usaha  Melani GFC : Buseett tuh mulut Me : Ngetik pake jempol gw mbak  Melani GFC : Tuh jempol, di cabein kali yeyy. Hot benerrrrr Kevin GFC : hehehe Me : nyengir  Kevin GFC : Wkwkwkwkwk . Lagi ngapain lo Ar? Dena GFC : Cieee Epin nanyain Mbak Ariana, japri sonoh. Uhuk. Me : Pin, move on dong pin! Dena GFC :HAHAHAHA Melani GFC : wkwkwkw ditolak, again and again Benni GFC : Vin, klw mw bunuh diri bilang ya. Gw yg shoot. Kevin GFC : Sialan semua  heh @Ariana gw pelet juga lu lama2 Me : Gw dukunnya Pin  "Yuk Ar!" Mama menggandeng tangan Ariana dan mengajaknya beranjak dari outlet baju itu. Ariana memasukan ponselnya ke dalam tas. Ariana mengajak mama ke restoran masakan Jepang dan segera memesan tempat. "Mah, kemana sih kemarin lama banget sampe 2 minggu? Susah banget ditelepon." Ariana cemberut. Mama hanya senyum – senyum penuh misteri, membuat bibir Ariana semakin maju bersenti – senti. Sebenarnya ini pertemuan mereka sejak tiga bulan lalu, Ariana terpenjara dengan kegilaan pekerjaannya. "Kenapa?" Mama mengendus hawa neraka dari tampang memberengut Ariana. Dan mengalirlah segala unek – unek yang ditahannya selama tiga bulan tidak bertemu mama. "Anak bosku mah, ih ngeselin parah. Tampang doang ganteng kayak malaikat, kelakuan kayak iblis. Beda banget sama bapaknya yang santai, berprikemanusiaan, penuh pengertian..." Mama manggut-manggut mendengar keluhan anaknya tentang Anka, bos muda yang sedang menggantikan ayahnya. "...duh semoga Pak Gito cepet sembuh dan balik lagi ke kantor, aku udah eneg, spaneng, emosi jiwa sama kelakuan anaknya. Kerjaan aku sama temen-temen enggak ada benernya mah di mata dia. Kurang ini lah, lambat lah, dan segala hal sepele yang menurut dia harus ada dan sempurna. Eerrggh mau aku acak-acak aja mukanya!" Hidungnya kembang kempis senada dengan napasnya yang naik turun. Mama yang baru saja kembali dari perjalanan liburan tampak tidak terganggu dengan dumelan Ariana, mama merespon dengan senyum menyemangati, yang diartikan ngeledek oleh putri semata wayangnya itu. "Mama ngeledekin aku? Seneng aku mangkel tiap hari gara-gara bos setan kayak Anka?" Bibirnya maju lagi, mama mencubitnya dengan gemas. "Kalem dong sayang, kamu sih gak dipancing bosmu juga tetep aja mangkelan hihihi." "Ih Mamaahhhh..." Mama hanya berjarak delapan belas tahun dengan Ariana, kadang teman-temannya justru mengira mama adalah kakak Ariana. Wajah mama yang cantik dan produk salon nomor wahid, memang membuat mama terlihat sepuluh tahun lebih muda. Dan mama adalah seorang single. Mama tidak pernah menikah. Ariana adalah hasil kenakalan mama saat remaja. Meski begitu, mama selalu mengatakan pada Ariana bahwa dia adalah anugerah Tuhan paling indah. Hamil tanpa seorang suami di usia yang sangat dini, membuat mama harus hidup dengan hinaan dan cacian orang lain. Bagaimana jika orang-orang tahu bahwa ayah kandung Ariana adalah seorang pria beristri saat bertemu mama? Habislah mama. Saat hamil muda, mama lari dari kampung halamannya. Mengadu nasib di Ibukota yang konon lebih kejam daripada Ibu Tiri. Mama mengandung dan melahirkan Ariana tanpa didampingi siapapun. Dan menanamkan kemandirian pada Ariana sejak ia masih duduk di bangku SD. Mama bahkan menularkan prinsipnya tentang pria dan cinta. Yang membuat Ariana menjadi gadis anti jatuh cinta. Dan hingga usia mendekati kepala tiga saja, Ariana belum pernah merasakan yang namanya baper dengan laki – laki seperti remaja yang langsung klepek – klepek dilike postingannya oleh gebetan. Padahal secara fisik, Ariana tidak kalah cantik dari artis Ibukota. "Laki-laki itu Ar, kalau kamu dapat hatinya. Kamu dapatkan semuanya. Jangan mau terikat, karena laki-laki enggak ada puasnya. Setelah menikah, kamu akan punya anak dan pusing dengan urusan rumah tangga. Membuat perempuan kehilangan waktu untuk dirinya sendiri. Ujung-ujungnya, si suami cari perempuan lain diluar. Itu yang ayah kamu lakukan sama istrinya." Terang mama saat Ariana beranjak dewasa. "Mama tahu, kalau ayah udah nikah?" "Ya enggak dong, kalau tahu masa Mama mau. Mama kan juga perempuan." Sahut mama. Hingga akhirnya Ariana memiliki pendirian, untuk menjadi wanita single dan independent. Wanita tangguh seperti mama, yang tak membutuhkan sandaran. Mama pecinta kebebasan absolut, begitu juga Ariana. Mama membiarkan Ariana bebas memiliki kekasih, tapi selalu mewanti-wanti putrinya untuk tidak terjebak pada rayuan maut tentang pernikahan. Menikah bagi ibu dan anak ini adalah belenggu tak kasat mata. Yang akan memenjarakan perempuan dalam status hukum, membuat perempuan harus selalu berurusan dengan dapur. Meski kini tinggal terpisah, mama dan Ariana kerap janjian untuk memiliki quality time bersama di akhir pekan. Kadang berlibur berdua, seperti kakak dan adik, bertukar cerita. Seperti saat ini, setelah dua minggu mama "kabur" dari kepenatan Ibukota, mereka akhirnya memiliki waktu untuk sekedar makan dan belanja. "Ar, kapan kamu dapat cuti? Kita udah setahun belakangan nih enggak liburan berdua." Mama mengaduk minumannya. "Enggak tahu, Mah, ini si gila Anka kalau gak ada Kementrian Ketenagakerjaan pasti masih nyiksa aku sama temen-temen di long weekend kayak gini." Jawab Ariana dengan nada sinis. Ariana belum mengambil jatah cuti tahunan karena pekerjaanya yang menggila setahun belakangan ini. Ditambah kedatangan Anka, karena Pak Gito, ayahnya sedang dirawat di Singapore. Kabar baik untuk bonusnya yang berlipat ganda, tapi kabar buruk untuk jiwanya yang butuh piknik. "Pantesan makin senewen tuh muka. Dikerjain lembur everyday." Mama menertawakan Ariana. "Huu Mama sih enak, kerjaannya jalan-jalan. Hectic pun masih bisa dapet entertaint sana sini. Lah akuuuuu?!!" Ariana menunjuk wajahnya sendiri dengan sumpit. Mama tertawa. Mama adalah seorang Marketing Excecutive Apartement mewah di Jakarta. Serepot-repotnya tetap aja bisa jalan-jalan, meng-entertaint customer potensial. Ariana iri setengah mati. Gaji, nyaris sama. Mama juga ada bonus penjualan yang berjut-jut. "Iya hiburan kamu kan cowok-cowok esmud yang kece-kece. Banyak kan di kantor? Enggak perlu lah jalan-jalan keluar, di dalam kantor aja pemandangan udah segar." Kata mama sambil mengulum senyum menggoda putrinya. "Idiihh, mana ada. Yang ada om-om perut buncit, bos-bos yang udah kakek-kakek. Sama iblis berwujud Anka. Gak ada tuh esmud esmud yang bisa diemut." Jawab Ariana sinis, mama memukul lengannya sambil tertawa. "Udah ah, anterin Mama dulu ya. Kamu enggak nginep di rumah?" "Enggak, aku mau nyiapin berkas buat besok meeting." "Masih sama Greg? Gimana dia?" Tiba-tiba mama membahas pria yang sedang dekat dengan Ariana. Tidak biasanya mama peduli, mata Ariana menyipit berspekulasi. "Mama tanya, kayaknya kamu udah lama sama dia." Mama memukul lengan Ariana lembut. "Dia minta status, aku bingung." Ariana meletakkan kepalanya di meja yang bersih. "Emang udah ngapain aja?" Matanya menyipit lagi, kekepoan mama tidak biasanya. "Yakali dia main catur sama aku di apartemen tiap malam, Mahhhh. Suka aneh deh." Cibirnya. "Aku mau tinggalin aja ah.." "Baik-baik ngomongnya, jangan kebanyakan nyakitin laki-laki terus ah. Mama takut." Mama menatap Ariana serius. "Takut kenapa?" "Takut kamu kena batunya, mending cari yang satu prinsip sama kamu." Terang mama lagi. "Enggaklah, Mah, aku mah enggak mudah baper, enggak mau jatuh cinta sama laki-laki ah." "Heh, ngomongnya.." Mama menegur. Ariana menelan ludah, entah kenapa kali ini dia sangsi dengan kata-katanya sendiri. Mama tersenyum ragu, batin mama tiba-tiba merasa tidak tenang. Bagaimanapun, mama adalah seorang ibu yang bertanggung jawab. Dengan melahirkan dan membesarkan Ariana meski seorang diri, di saat mungkin perempuan lain memilih menggugurkan kandungannya. Kebencian mama akan pernikahan, hanya imbas dari sakit hati dan kekecewaan mama pada ayah kandung Ariana. Jauh dalam lubuk hati mama, tetap inginkan yang terbaik untuk anaknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD