"Ideku adalah menculik mereka."
Dilon menoyor kepala sahabatnya itu karena merasa sangat gemas. Menculik mereka, katanya?
"Apa-apaan itu. Nanti mereka malah takut sama kita." bantahnya tak setuju.
"Hehe... Canda kok." kekeh Alvi sambil menepuk-nepuk bahu Dilon.
"Bagaimana kalau kita ikut bersekolah di sekolah mereka dan menjadi murid baru di sana?" usul Alvi lagi sambil menaik turunkan alisnya.
Kali ini sahabatnya Alvi itu baru mengangguk setuju. "Itu baru mantap. Jadi kita akan mendekatinya seperti manusia biasa yang sedang melakukan acara pdkt."
"Oke. Mulai besok kita sudah mulai masuk ke sekolah karena sekolah itu milik ibuku."
"Bagus."
(Oh ya. Dalam cerita ini Vampir dan manusia hidup berdampingan tanpa di sadari oleh manusia. Bangsa Vampir juga sudah berdamai dengan bangsa Werewolf dengan cara membuat perjanjian. Bangsa Vampir bisa keluar pada siang hari tanpa terganggu oleh cahaya matahari dan darah yang mereka minum adalah darah hewan. Walaupun ada sebagian vampir yang meminum darah manusia.)
****
Keesokan harinya Alvi dan Dilon pergi ke sekolah menggunakan mobil karena tidak ingin dicurigai oleh manusia kalau menggunakan kekuatan teleportasi. Di sekolah mereka berdua langsung menjadi pusat perhatian para siswi, bahkan di antara mereka banyak yang menggoda Alvi dan Dilon tapi kedua cowok itu hanya cuek serta memasang wajah datar mereka.
Di kelas Raisya~
"Perhatian! Perhatian!" heboh Vanes sambil memukul-mukul papan tulis dengan penghapus papan.
Semua siswa yang berada di dalam kelas menatap Vanes dengan tatapan penasaran. Tak terkecuali Raisya.
"Apa sih? Heboh banget."
"Gini gaess... Akan ada 2 cowok yang ganteng banget masuk ke kelas kita hari ini. Salah satunya adalah anak pemilik sekolah." kata Vanes dengan penuh semangat.
Para siswa yang tadinya memperhatikan Vanes melongos ke arah lain, mereka kira ada apaan sampai heboh segitunya. Sementara itu, para siswi berbinar-binar, kecuali Raisya yang memutar bola mata malas disertai dengan dengusan malasnya.
"Benarkah?? Nama mereka siapa?"
"Pindahan dari sekolah mana?"
"Kok lo bisa tau?"
"Mereka bule nggak?"
"Lo udah lihat mereka belum?"
"Seganteng apa? Kegantengannya bisa ngalahin Johny Orlando gue nggak?"
"Seganteng Manurios nggak? Kalau iya, buat gue!"
Berbagai pertanyaan mereka layangkan ke Vanes yang bingung hendak menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu.
"Kalian seperti tidak pernah melihat orang ganteng aja. Di kelas ini kan juga banyak yang ganteng." celetuk Raisya sembari terkekeh.
Cowok-cowok yang mendengar pujian Raisya langsung bersorak senang dan sebagian ada yang memberikan tanda hati ala Korea. Kelas Raisya memang dipenuhi oleh cogan bahkan ada yang berasal dari luar negri. Sementara gadis cantik itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan teman sekelasnya.
Vanes yang berada di depan kelas langsung berlari ke bangkunya kala pintu kelas terbuka. Di sana tampak lah 2 orang cogan dan seorang guru wanita paruh baya.
"Pagi, anak-anak!" sapa Bu Rika.
"Pagi, bu."
"Kalian kedatangan teman baru. Ayo perkenalkan nama kalian berdua."
"Perkenalkan nama saya Dilon." Dilon tersenyum tipis.
"Alvi." ucap Alvi singkat, padat, jelas, dan tanpa ekspresi berarti.
Raisya merasa janggal dengan kedua cowok itu karena kulit mereka putih pucat dan bibir berwarna merah tapi Raisya cepat-cepat menghilangkan pikiran konyol yang sempat terlintas di kepalanya. Tak jauh berbeda dari Raisya, Dila pun merasa janggal setelah memperhatikan mereka berdua secara intens. Kulit mereka berdua pucat seperti vampir, pikirnya.
"Kalian boleh duduk di belakang Raisya dan Dila."
"Baik, bu." sahut Dilon.
Dila pun berinisiatif untuk mengangkat tangannya karena dia yakin kedua cowok itu tidak mengenal mereka. Dilon berjalan menuju kursinya yang berada di belakang Dila, ia melempar senyum manisnya ke arah Dila. Hal itu membuat jantung Dila dag-dig-dug gak jelas. Selama jam pelajaran berlangsung, Alvi dan Dilon bukannya fokus memperhatikan pelajaran tapi malah fokus memperhatikan mate mereka dari belakang. Tak terasa waktu berlalu dengan sangat cepat. Bel istirahat berbunyi dengan nyaring hingga par murid bersorak senang.
"Lo mau ke kantin bareng kami gak?" tawar Dio ke Raisya.
Kalian tahu kan kalau Raisya sangat akrab dengan teman sekelasnya, terkadang mereka pergi ke kantin bersama saat jam istirahat atau saat jam kosong.
"Nggak deh, kalian duluan aja."
Dio mengangguk. Lalu pergi ke kantin bersama Cellio dan Rama.
Raisya mengernyit heran kala sadar akan sesuatu. Kenapa gue merasakan aura yang kemarin ya?
Raisya punya kemampuan khusus, yaitu:
*Bisa membaca pikiran orang lain dengan cara menatap mata orang tersebut.
*Bisa merasakan aura. Karena setiap makhluk itu memiliki aura yang berbeda-beda.
*Bisa menyembuhkan diri sendiri atau orang lain.
*Bisa mengendalikan tumbuhan, angin, cahaya, dan air.
*Bisa melakukan teleportasi.
Raisya sendiri sangat bingung karena ia memiliki kekuatan seperti itu, sebab dirinya sendiri hanya lah seorang manusia biasa. Meski heran dengan kemampuannya, ia menyembunyikan kemampuan yang dimilikinya dari siapa pun. Diam-diam juga melatih kemampuannya tanpa sepengetahuan siapa pun.
"Kenapa melamun?" tanya Dila mengagetkan Raisya.
"Nggak. Gue cuma mikir aja."
Dila memutar tubuhnya ke belakang. "Hai!! Nama gue Dila. Salken ya." ucapnya dengan ramah.
Raisya pun ikut memutar tubuhnya ke belakang. "Nama gue Raisya. Salam kenal." Ikut memperkenalkan diri sambil tersenyum.
"Salam kenal juga."
"Kalian orang mana?? Kulit kalian kok pucat seperti Vampir sih?" tanya Dila blak-blakan sehingga membuat kedua orang itu menegang kaku.
Raisya menyikut lengan Dila. "Lupakan saja yang dikatakan Dila. Dia memang suka berhayal, apalagi tentang Vampir makhluk mitos itu."
"Ihh, kan gue cuma nanya mereka orang mana."
"Aku orang Korea." balas Dilon berbohong. Ia tidak akan ketahuan sedang berbohong karena matanya sipit seperti orang Korea.
"Oh, pantesan." Manggut-manggut seraya manyun. "Tapi... Ciri-ciri kalian mirip dengan Vampir dalam cerita-cerita deh." lanjutnya lagi.
Raisya menyeletuk. "Kebanyakan baca cerita Vampir sih."
Alvi yang sedari tadi hanya diam mulai mengeluarkan suaranya. "Kalau kami memang Vampir, bagaimana?"
Raisya terkekeh. Menganggap ucapan Alvi hanya lelucon. "Kalau kalian Vampir, Dila mau selfie bareng kalian."
Mana ada sih Vampir di dunia nyata? Eh, tapi aku manusia, kan? Kenapa aku bisa memiliki kekuatan? Ehm... Mungkin saja aku manusia yang terpilih. Tapi kalau misalkan Vampir beneran ada, pasti ada makhluk mitos lainnya dong?!
"Lo mikir apaan sih?? Sampai-sampai gue dicuekin." kesal Dila seraya mencolek lengan sahabatnya.
"Kepo!"
"Ish!"
"Aku mau bilang sesuatu ke kalian sepulang sekolah nanti. Penting!" Alvi menyeruakkan suaranya.
"Mau bilang apa sih?? Kok nggak sekarang aja?" celetuk Raisya.
Alvi tersenyum misterius. "Aku akan mengatakan semuanya sepulang sekolah nanti."
Raisya mendengus kesal karena merasa sangat penasaran. Dia ini memang tipe manusia yang memiliki tingkat penasaran yang tinggi. Mengatakan apa sih?! Buat anak orang kepo aja!
-Tbc-