Keadaan hening di dalam mobil dipecahkan oleh Raisya yang bertanya dengan nada kesal. "Kita mau kemana sih?" Mereka sudah lama di dalam mobil tapi tak ada juga tanda-tanda mereka akan berhenti di suatu tempat.
Alvi dan Dilon hanya diam. Tak menjawab pertanyaan Raisya hingga gadis cantik itu cemberut karena pertanyaannya dikacangin.
Raisya menoleh ke arah Dila. "Dil, kita sedang dimana sih sekarang? Perasaan udah lama deh duduk di mobil ini."
Dila menoleh ke luar jendela karena sedari tadi ia menatap Dilon. "Di hutan. Eh, HUTAN?!" histerisnya kemudian.
"WHAT?!" pekik Raisya tak kalah histeris.
"Kok kita malah ke hutan sih?" Dila menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
Raisya mendelik. "Jangan-jangan kalian mau menculik kami ya?"
Alvi menoleh sekilas ke belakang sambil tersenyum miring. "Kalau iya, kenapa?"
"Gue tau kok kalau gue cantik tapi nggak usah nyulik gue juga kali." kata Raisya dengan percaya dirinya seraya mengibaskan rambutnya ke belakang.
Dila mencibir sembari menoyor kepala sahabatnya. "Yee... Lo percaya diri banget jadi orang."
"Ih, kan memang benar." rajuk Raisya.
Salah satu sifat Raisya adalah manja tapi cuma terhadap orang yang disayanginya.
"Iya, iya." Dila kembali melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya kita mau kemana sih, Lon?"
"Lon? Melon maksud lo?" sewot Raisya.
Dila menghela nafas kesal. "Diem deh lo!"
"Ke rumah kami." jawab Dilon tenang.
"Oh. Masih lama ya?"
"Nggak."
Raisya memilih untuk melihat pemandangan yang berada di luar jendela mobil. Mata indahnya perlahan menutup karena rasa kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Mobil berhenti di kerajaan, Alvi mengendong Raisya bridal style ke dalam karena tidak tega membangunkan Raisya yang sedang tertidur pulas. Dila keluar dari dalam mobil dengan mata yang membulat kagum. "Woah!" gumamnya terkagum-kagum kala melihat bangunan megah yang berada di depan matanya.
"Ini adalah kerajaan Vampir, sayang. Dan kamu adalah mateku." ucap Dilon sambil tersenyum manis.
Dila yang mendengarnya langsung syok dan pingsan di tempat. Untung saja pria tampan itu menangkap tubuh Dila dengan sigap. Kemudian dibawanya tubuh Dila ke kamarnya menggunakan kekuatan teleportasi.
****
Alvi meletakkan tubuh Raisya dengan hati-hati di atas tempat tidurnya. Ditatapnya wajah polos sang mate yang sedang tertidur pulaa dengan tatapan yang penuh arti. Cantik dan menggemaskan, batinnya. Dikecupnya bibir Raisya sekilas karena terlalu senang bisa bertemu dengan sang mate. "Mimpi indah, dear." bisiknya pelan.
Alvi keluar dari dalam kamar untuk mencari kedua orangtuanya untuk memberitahukan kabar bahagia ini.
"Kenapa, sayang? Kamu terlihat sangat bahagia." Ify ternyata sangat peka dengan apa yang dirasakan anaknya.
Alvi tersenyum lebar. "Aku sudah menemukan mateku, bu."
"Benarkah?? Dimana dia?" tanya Ibu Alvi antusias.
"Dia sedang tidur, bu."
"Bagus!! Berarti kamu bisa menggantikan posisi ayah sebagai raja. Ahh akhirnya, ayah akan bebas."
"Kok cepat banget sih, yah?!" protes Alvi.
"Kan lebih cepat lebih baik, anakku."
"Huhh... Aku belum siap, yah."
"Baiklah!! Tahun depan kamu yang akan menjadi raja. Kamu juga akan menikah dengan matemu tahun depan. Tidak ada acara protes lagi!" tegas Dirga.
Alvi pun mengiyakan saja walaupun dia ingin menikah dengan Raisya secepatnya. "Baiklah!! Aku pergi ke kamar dulu."
Melenggang pergi tanpa menunggu jawaban orangtuanya. Kedua orangtuanya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak tunggal mereka. Alvi pergi ke kamarnya menggunakan kekuatan teleportasi karena tidak sabar melihat wajah cantik dan menggemaskan milik matenya lagi.
"Astaga!! Bikin gue kaget aja." kaget Raisya seraya mengusap-ngusap dadanya karena Alvi yang tiba-tiba muncul dihadapannya seperti hantu.
"Hehe... Maaf, dear."
"Kok lo bisa muncul tiba-tiba sih?? Lo punya kekuatan?" tanya Raisya kepo.
"Oke. Aku mau jujur sama kamu, dear. Sebenarnya aku bukan manusia. Aku Vampir!"
"Hah??!" kaget Raisya.
"Kamu adalah mateku."
"APA?" teriak Raisya kaget setengah mati.
"Kamu adalah mateku. Pasangan yang telah ditentukan oleh tuhan. You are my mate."
"Ini tidak bisa dipercaya!"
"Terserah kamu saja tapi kamu akan tetap di sini bersamaku. Selamanya..."
"Gue nggak mau." protes Raisya kesal.
"Tapi kamu harus di sini denganku, selamanya..."
"What?? Selamanya??" tanya Raisya tak percaya.
"Iya, karena kamu akan menjadi pendamping hidup sekaligus ratu di kerajaan vampir, dear."
"Memangnya lo raja Vampir?" tanya Raisya kembali penasaran.
"Belum tapi akan. Satu tahun lagi aku akan menjadi raja Vampir, dear."
Kalau dia memang Vampir, apakah dia akan menghisap darah gue? Ihhh,, gue nggak mau. Itu pasti sakit!!
"Kamu kenapa, dear?" tanya Alvi heran karena sempat melihat Raisya bergidik ngeri.
"Kalau lo Vampir, lo nggak akan menghisap darah gue, kan?" tanya Raisya takut-takut.
"Tergantung."
"Maksud lo?!"
"Aku tidak akan menghisap darahmu kalau kamu nurut kepadaku."
"Ih, memangnya lo siapa sampai gue harus nurut sama lo?!"
"Aku matemu, dear!"
"Mate palalo! Gue nggak mau jadi mate lo!"
"Mulai sekarang, harus menggunakan kosa kata aku-kamu, dear. Kalau melawan aku akan menghisap darahmu." Alvi tak main-main dengan ancamannya.
"Gak! Gue mau pulang!"
Alvi menatap Raisya tajam hingga membuat nyali Raisya menciut. Ia berjalan mendekati Raisya sambil mengeluarkan taring dan mata merahnya.
"Ih, mau apa lo?! Jauh-jauh sana!" usir Raisya takut sembari terus melangkah mundur hingga punggungnya menubruk dinding. Dinding sialan, umpatnya.
"Menjauh dari gue!!!" teriak Raisya panik lalu mendorong tubuh Alvi kuat. Sayangnya pria itu sama sekali tak bergerak. Ia terus mengurung tubuh Raisya di dalam kungkungan tubuh besar dan gagahnya.
"Bahasamu, dear!" katanya penuh intimidasi.
Raisya terdiam kaku. Ia hanya menatap lurus ke d**a Alvi. Ya, tingginya hanya sebatas d**a Alvi. Jika dibandingkan tubuh Alvi, tubuhnya seperti tubuh anak kecil saja. Raisya tersentak saat tangan dingin Alvi mengelus lehernya. Disusul oleh kecupan singkat yang Alvi layangkan di lehernya. Bulu kuduknya berdiri seketika.
"Aroma darahmu harum sekali, darahmu pasti sangat manis, sayangku."
Raisya berusaha melawan ketakutannya. Ia mendongak guna menatap Alvi. Lalu di tatapnya mata Alvi dengan tatapan memelas serta berkaca-kaca.
"Pleasee... Jangan gigit gu eh aku. Aku mohon... Maafin aku... Hiksss... Ampun... Aku belum mau mati. Huaaa..." Raisya seperti hendak di hukum mati saja.
Pria itu menjadi tidak tega melihat matenya menangis. "Oke. Tapi kalau kamu melawanku lagi, tidak akan ada kata ampun lagi."
Raisya mengangguk sedangkan Alvi mengusap air mata Raisya dengan gerakan lembut.
Hebat juga akting gue hoho. Batinnya girang. Tapi dia emang nyeremin sih. Taringnya ya ampun... Bikin gue deg-degan setengah mati ya lord.
Raisya mengerjap pelan saat merasakan sebuah benda lunak dan basah menyentuh bibirnya. Saat sadar sepenuhnya, ia langsung histeris. "Kenapa kamu mencium bibirku?!"
"Pilih aku cium atau aku gigit?"
Raisya langsung kicep mendengar pertanyaan Alvi.
Tidak dua-duanya!
-Tbc-