Empat gadis remaja duduk di barisan paling pojok kelas XI IPA 3 SMA Tirta Bangsa. Tidak ada yang menyangka, barisan yang awalnya dipenuhi ketegangan, saling sindir, bahkan hampir adu jambak, justru menjadi tempat lahirnya persahabatan paling tidak terduga.1. Keira, si anak kaya yang perfeksionis dan dikenal sombong. Selalu tampil mewah, tapi menyimpan luka karena orangtuanya sibuk mengurus bisnis dan sering bertengkar di rumah.2. Icha, gadis sederhana dari keluarga pas-pasan. Penuh semangat, cerewet, dan suka ngelawak, tapi di balik tawanya, dia menyembunyikan tekanan hidup sebagai tulang punggung adik-adiknya karena ayahnya lumpuh.3. Wulan, anak panti asuhan yang kalem dan misterius. Diam-diam jago menggambar dan menulis puisi gelap. Ia tampak kuat, tapi hatinya menyimpan trauma masa kecil yang belum selesai.4. Naya, anak broken home yang tempramen dan sinis. Ia terkenal sebagai pembuat onar, sering bolos dan berkelahi. Tapi siapa sangka, dia adalah pelindung diam-diam bagi teman-temannya.Pertemuan mereka tidak indah: berawal dari insiden di kelas saat Keira menuduh Icha mencuri lip balm mahalnya, padahal ternyata... (ups, spoiler). Naya yang panas langsung menyulut pertengkaran, dan Wulan cuma geleng-geleng sambil main rubik.Namun sebuah tugas kelompok yang memaksa mereka bekerja sama menjadi titik balik. Dari saling sindir jadi saling cerita. Dari curiga jadi percaya. Mereka mulai saling membuka rahasia demi rahasia—tentang keluarga, luka masa lalu, dan ketakutan terbesar mereka.Tawa dan air mata mewarnai perjalanan mereka: dari bolos bareng ke pasar malam demi nonton dangdut, sampai saling menyembunyikan cinta diam-diam pada cowok yang sama. Ada juga kisah lucu waktu mereka salah masuk sekolah cowok dan pura-pura jadi siswi pertukaran pelajar.Namun puncak cerita terjadi ketika satu rahasia besar milik salah satu dari mereka terbongkar, yang bisa menghancurkan kepercayaan yang sudah mereka bangun…

Tiga puluh ribu rupiah. Itu bukan harga makanan restoran. Bukan pula ongkos ojek ke kantor. Tapi itulah uang belanja harian Dara — istri rumah tangga dengan dua anak dan satu suami yang hobi menuntut tanpa melihat kenyataan. Setiap hari, Dara dituntut menyajikan hidangan lezat ala restoran mewah dari uang yang bahkan tak cukup beli kopi kekinian. Tapi dengan tangan cekatan, bumbu warisan emak, dan sedikit air mata yang ditelan diam-diam, ia menyulap dapurnya jadi ladang keajaiban. Ini bukan hanya cerita soal masak memasak, tapi tentang perjuangan perempuan, harga diri, dan bagaimana dapur kecil bisa jadi tempat revolusi dimulai. Kocak, menyentuh, dan kadang menyayat hati. Kisah ini akan membuatmu tertawa getir, mengangguk paham, dan mungkin... mulai menghargai siapa yang menghidangkan makanan di mejamu setiap hari.