Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup untuk tahu sedikit hati budi masing-masing. Untuk seiya dan sekata, apalagi mimpi mereka adalah sama. Menimang zuriat, meneruskan legasi keluarga. Namun, badai itu datang menghembaskan keduanya dan menoreh luka yang dalam.
Di tepian hidup yang porak-poranda karena sebuah penghianatan, Ari bersua kepingan masa lalunya. Ketika menjadi relawan, ia bertemu pembimbingnya saat magang di sebuah anak perusahaan baja di kota Cilegon.
Dia yang membuat Nareswari Triwulanti geram, dongkol, dan kagum secara bersamaan. Nasib mereka pernah beririsan, hampir 13 belas tahun silam. Benarkah sebuah pertemuan ke dua bermakna sebuah kesempatan kedua.
“Kita hidup hanya sekali, mati hanya sekali, menikah pun hanya sekali. Begitu pula dengan jatuh cinta.”
Ari setuju dengan apa yang dikatakan pria itu. Iya, si Rahul Khanna. Sebuah kutipan dari film Bollywood yang ia tonton di televisi saat usianya belum genap empat belas tahun. Ari menyimpan dalam lipatan hatinya sampai ia bertemu cinta. Namun, semua itu kini hanya sebuah omong kosong.
Menyusuri jejak keberadaan sang ibu, membawanya sampai Negara Jiran, di mana awal benang kusut cerita bermula. Bersua kenyataan pahit, identitas palsu, human trafic, lalu menemukan catatan kecil pada sampul sebuah novel yang ia temukan di asrama pekerja tempat ibunya pernah berkhidmat.
Andara berpikir, benarkah dia anak dari seorang wanita, yang bergelar orang ketiga?
Daniel Young. Pria agnostik yang berprinsip, tidak ada makna dalam hidup selain diri sendiri, mendedikasikan hidup untuk kemanusiaan. Baik atau buruk akan selalu relatif, dan tidak ada yang absolut dalam hidup. Yang benar adalah apa yang muncul di mata.
Sampai dia berjumpa Andara, yang bertutur hanya seperlunya. Hingga dia berpikir, apakah pesonanya tak kasat mata di hadapan gadis yang selalu berhijab gelap tersebut?