Seorang Ibu dari empat orang anak. Suka membaca novel hingga tergerak untuk menulis. Mulai menulis sebagai pemula, hingga kini terus belajar dan belajar. Menulis juga buatku suatu cara dan terapi menghadapi stres, hehhee.
Tulis hal-hal baik, semoga kebaikan akan menyertai ....
Agni Khirania, usianya menjelang 30 tahun, menjalani takdir yang dipilihkan Tuhan padanya sebagai tenaga pendidik yang mengabdi di kampung kelahiran Ayahnya.
Agni seolah menemukan lanjaran untuk pergi sejauh mungkin dari kenangan bersama Dimas, mantan suami yang membersamainya selama 5 tahun.
Pernikahannya kandas karena orangtua Dimas memilih seorang perempuan yang lebih muda untuk menggantikan posisinya. Agni di cap mandul karena belum bisa memberikan seorang anak. Agni memilih menjadi pecundang ketimbang berbagi kasih sayang sang suami.
Di tempat baru. Seorang laki-laki yang terikat sepanjang waktu di kursi roda membuat hari-hari Agni menjadi buruk. Dia Albarra Darlian, seorang tuan muda yang tengah terpuruk dan dikuasai dendam setelah kecelakaan maut yang dialaminya dan mengubah hidupnya berbalik 180⁰. Tuan Barra menjalani pengobatan medis sembari bersembunyi di kampung sunyi itu. Seseorang di masa lalu selalu mencari cara untuk mencelakakannya.
Bagi Agni, Tuan Barra laki-laki menyebalkan yang selalu menyudutkannya dengan sikap arogan, angkuh, sombong, bermulut pedas dan berbuat seenaknya. Ia simpati namun juga antipati.
Sedangkan, Tuan Barra merasa terganggu dengan kehadiran Agni dan keluarganya. Perempuan cengeng, lambat dan selalu memandangnya dengan rasa iba. Perlahan tuan muda itu merasa hidupnya menjadi lebih rumit. Iya, rumit karena hatinya terjebak dalam perasaan yang tak mungkin bisa ia perjuangkan. Waktunya habis untuk amarah dan balas dendam, ia tak punya waktu untuk mencintai atau dicintai.
Adakah hal baik yang menghampiri Agni setelah semua kesakitan dan lara yang ia dapati?
Sinopsis:Kisah tentang Lilis, perempuan sederhana yang tampil apa adanya. Berjuang bersama Prambudi, sang suami, merangkai biduk rumah tangga dengan segala suka duka dan keterbatasan materi. Lilis pikir pram setia. Lilis pikir suaminya terjaga. Ternyata suaminya bermain api. Hati perempuan mana yang tak diliputi kekecewaan, nestapa dan sakit hati saat memergoki suami berkhianat dengan perempuan yang mengasuh Moza, anak mereka.Hidup Lilis seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah kecewa suami main gila. Lilis pun dicemooh orang-orang, dinilai tak pandai merawat diri hingga suami diembat pelakor yang berusia lebih tua. Keinginan Lilis untuk berpisah dari Pram tak dinyana ditentang Bapaknya. Sang Bapak melarang keras Lilis bercerai karena hal itu tabu dalam tradisi keluarga mereka. Bapak meminta memaafkan kekhilafan Pram, demi Moza, demi dirinya. Lemah. Bodoh. Bucin abis. Sebutan yang disematkan orang-orang pada Lilis saat pasrah dan berserah pada takdir. Pantaskah suami yang tertangkap basah bermain serong diberi kesempatan kedua?Lilis: “Kamu lupa, Mas? Dahulu, sebelum menikah aku merawat diri dengan baik. Semua kebutuhanku dicukupi Bapak hingga kamu melihatku begitu tertarik. Mengapa kamu tak berpikir setelah menikah denganmu aku menjadi tak punya ruang untuk tampil cantik? Mengapa kamu tak bersyukur dengan semua yang aku perbuat selama ini? Mengapa kamu menipuku lagi dan lagi? Dengar, Mas. Perempuan sanggup diajak hidup susah tapi tak takkan rela hidup susah dengan laki-laki yang penuh tipu daya!”Bagaimana Lilis membasuh lukanya?Yuk, ikuti perjuangan Lilis menemukan bahagianya.