"Liat Keyla, gak?"
Untuk orang yang kesekian kali ditanyainya, mereka tetap menggeleng.
Lintang mengacak-acak rambutnya, tidak tahu entah kemana Keyla sekarang. Hanya saja, kekhawatiran yang menghantuinya kali ini membuatnya ingin segera menemui Keyla.
Lalu Lintang mengeluarkan ponsel dari kantung celana nya, mencari kontak dengan nama Keyla, dan menelfon orang itu. Beberapa lama menunggu, tidak ada jawaban. Dan digiliran seterusnya pun tetap begitu.
Kini Lintang menyenderkan tubuhnya pada pilar koridor dan menunduk, berusaha memendam hasrat nya supaya tidak terlalu panik memikirkan Keyla.
"Lintang" panggil seseorang dari jauh.
Suara perempuan itu membuat Lintang melirik dengan ekor matanya dan mendapati Tata yang berdiri disana, kelihatan takut untuk mehampirinya.
Berusaha mengontrol emosinya, Lintang menghembuskan nafas berat, "Kenapa?"
Dengan hati - hati, Tata mengeratkan ransel dipunggungnya, "Kalo gue bener, lo lagi nyari Keyla, 'kan?"
Mendengar nama Keyla yang di sebut, Lintang langsung menoleh dan menatap Tata tajam, "Lo tau dia dimana?"
Tata bergumam sebentar, lalu menggaruk tengkuk kepala nya, "Kayaknya sih tau"
Lintang langsung menegakan dirinya dan berjalan menghampiri Tata di ujung koridor. Tiap langkahan kaki yang berpijak, suaranya menggema, membuat suasana tambah menjadi sangat menegangkan.
"Dimana?" tanya Lintang ketika sampai di hadapan Tata.
Tata menunduk, terlalu takut untuk beradu pandang dengan ketua osis sekolah nya ini, "Keyla di rumah"
"Rumah siapa?" tanya Lintang cepat. Karena satu yang tidak disukanya, basa - basi.
"Rumah nenek lo" jawab Tata berusaha tertawa. Melihat Lintang tetap berkespresi datar, ia melanjutkan, "Ya rumahnya lah. Sekarang kan udah pulang sekolah"
Karena alasan dari jawaban Tata sangat tidak mengandung informasi lebih lanjut, Lintang menggeram kesal dan menghentakan kaki nya ke lantai dengan keras, membuat Tata menunduk kembali dan lari dari sana.
Ketika Lintang berjalan melewati lapangan hendak pergi ke parkiran motor dengan tas yang di lampirkan di satu lengan nya, semua pasang mata melihat kearah nya, dengan tatapan tidak suka, tentu.
Bukan Lintang namanya jikalau tidak memperdulikan apa yang oranglain pikiran tentang dirinya. Ini dia, Lintang Arthur.
"Mau kemana, Tang?"
Tepukan di bahu kanan nya itu membuat Lintang menoleh ke sampingnya, siapa lagi kalau bukan Rio yang sedang bermain futsal di lapangan.
"Gue cabut ekskul ya" kata Lintang ringan, tanpa menjawab pertanyaan sahabat nya itu.
Rio menahan bahu Lintang, "Emang apa hal yang buat lo sampai ninggalin ekskul?" tanya Rio lagi sambil melihat jam tangan nya.
"Gue ada urusan" jawab Lintang cepat seraya menepuk bahu Rio beberapa kali dan meninggalkan lapangan dengan berjalan lebih cepat.
☆~○~☆
Lintang memencet bel rumah sederhana bergaya minimalis itu. Bonsai yang berada di sekeliling rumah tertata rapi, menjadikan rumahnya menjadi sejuk dan adem.
"Cari siapa?"
Lintang terlalu memperhatikan sekeliling rumah Keyla, sampai kaget ketika laki - laki yang bisa ia perkirakan berumur dua puluh tahun sudah membuka pintu dan berdiri di hadapan nya.
Lama terdiam, pemuda itu bertanya lagi, "Gue ulang, cari siapa?"
"Cari Keyla, Om" jawab Lintang tanpa memikirkan panggilan di akhir kalimat nya.
Tidak terima dengan panggilan Lintang, raut wajah pemuda itu menjadi tambah jutek, "Keyla emang enggak pernah cerita kalau dia itu punya kakak?"
Bahkan Lintang terlalu bodoh sampai lupa akan hal itu, akhirnya ia hanya bisa menyengir.
Kakak nya Keyla itu memperhatikan Lintang dari atas kebawah dengan tatapan sinisnya. Tentu saja, Lintang lupa merapihkan seragam dan mengelap keringat nya.
Hancur sudah.
"Ada perlu apa nyari adek gue sampai ke rumah?" tanya kakak Keyla yang tidak ada ramah nya sama sekali.
Lintang berdeham, "Pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang. Jadi, mending kita kenalan dulu, 'kan?" lalu Lintang menjulurkan tangan nya, "Nama saya Lintang Arthur. Panggil aja sayang. Eh maksudnya Lintang"
Mungkin kakak nya Keyla terlalu tua untuk menerima lelucon receh seperti itu. Ketika ia ingin menutup pintu, Lintang menahan nya.
"Saya utusan Pak Anwar ditugaskan untuk ngajarin Keyla ekonomi" ujar Lintang seadanya, tanpa berfikir.
"Ekonomi? Ngapain harus belajar sama lo? Gue aja ngambil jurusan ekonomi" kata nya diakhiri senyum licik yang terlihat sombong.
Lintang berusaha tersenyum ditengah kekesalan nya. Baru kali ini ia bertemu seseorang yang ternyata lebih menyebalkan dari dirinya sendiri.
"Ada siapa, Rey?"
Mendengar suara wanita yang bertanya dari dalam rumah, membuat Lintang senang seperti ada keajaiban dari Tuhan yang telah membantunya dari seseorang di depan nya ini.
Muncul wanita paruh baya yang menggunakan celemek dan masih memegang spatula di tangan kiri nya. Ia menggeser kakak nya Keyla itu dan tersenyum manis, "Cari siapa, Mas Ganteng?"
Kali ini Lintang yang manjadi malu dengan panggilan nya. Ia tersenyum, "Cari Keyla, Tante. Mau belajar bareng"
Rey langsung membulatkan mata nya, sadar bahwa jawaban yang diberikan Lintang kepada dirinya dan ibu nya beda.
Tanpa basa basi lebih banyak lagi, Mama nya Keyla menarik tangan Lintang, "Yaudah ayo masuk ke dalam"
Akhirnya Lintang memberikan senyum kemenangan kepada Rey yang terlihat sangat kesal.
Lintang terus berjalan, memperhatikan isi rumah Keyla yang sangat kental dan identik sekali dengan romansa adat Jawa. Ukiran di dinding dan tembok yang terbuat dari kayu membuat Lintang terpesona dengan keindahan setiap lekukan - lekukan nya.
Mama nya Keyla menunjuk kamar di lantai dua dengan pintu berwarna merah muda, "Itu kamar nya Keyla. Coba panggil aja"
Senang, Lintang mengangguk dan segera menaiki satu persatu anak tangga. Dan akhirnya sampai di depan pintu kamar berwarna merah muda bertuliskan, "Ini kamar Keyla. Kalau mau masuk, bilang Mama dulu!"
Lintang menggelengkan kepala membacanya, membayangkan seorang Keyla kecil yang menulisnya. Sangat menggemaskan.
Tanpa mengetuk pintu lagi, Lintang memutar kenop pintu kamar Keyla, sehingga terbuka menampilkan kamar benuansa serba merah muda dimana - mana.
Tetapi setelah Lintang mengedarkan pandangan ke seisi kamar, tidak ada Keyla di mana - mana.
Hingga saat Lintang berjalan kedekat jendela, ia melihat perempuan dengan rambut terurai yang masih menggunakan seragam sekolah itu sedang berdiri di balkon kamar.
"Sendirian aja. Mau ditemenin?"
Keyla langsung menoleh dengan wajah super kaget nya, "Ngapain lo disini?!?"
Lintang berjalan dan berdiri di samping Keyla, "Gak usah dipikirin lah kejadian tadi"
Keyla tersenyum, "Lo pikir mudah berusaha untuk terlihat bahagia selagi orang yang lo sayang udah jadian sama orang lain?"
Angin menerpa kedua nya, "Tapi kenapa lo harus pergi aja kayak tadi? Maksud gue, lo kan bisa cerita sama gue"
"Mau tau enggak Bapak Soekarno pernah bilang apa?" tanya Keyla menatap Lintang di sisinya.
Lintang mengangguk.
"Ada saatnya dalam hidupmu, engkau ingin sendiri saja bersama angin, menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata"
"Lo suka kayak gitu?" tanya Lintang langsung.
Keyla sontak mengangguk, "Semua orang enggak akan bisa ngerelain orang yang dia sayang untuk pergi gitu aja dari hidup dia"
Kini Lintang memegang bahu Keyla, "Dia enggak selamanya pergi, dia hanya lagi istirahat di tempat persinggahan. Ada saat nya nanti dia akan kembali ke tempat dia memulai"
"Tapi kapan? Saat gue udah nyaman sama oranglain?" tukas Keyla kesal.
"Sampai dia akan nyari - nyari lo lagi karena nyesel udah nyia - nyiain orang yang sayang banget sama dia" jawab Lintang sambil menatap langit yang berwarna gradasi ungu dan merah muda.
Kini Keyla tersenyum dan mengangguk, "Langitnya mirip kayak warna gulali ya. Ngomong - ngomong, tanpa lo sadari, lo kayak gulali loh, Tang"
Dan Lintang pun terkekeh pelan, "Oh ya?"
Keyla mengangguk mantap, "Iya lo mirip sama gulali. Sama - sama gak jelas dan ngeselin, tapi manis"