Nancy dan Migael hanya bisa menghela nafas. Tidak ada yang bisa mengeluarkan kata, setiap kalimat yang keluar akan punya jawaban akurat. Glowry terlalu jeli dan detail pada hal sekitar.
“Glow... lain kali sebelum melakukan apapun, bicara dulu sama Papi dan Mommy. Okey?” ucap Agride lembut dan diangguki oleh Glowry.
“Maafin Glow ya Pi?” lirih Glowry sambil menunduk.
“Baiklah. Cepat habiskan makananmu lalu tidur. Kau besok ada sekolah kan,” ucap Migael penuh kasih sayang.
Makan malam itu kembali tenang, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu.
Migael memperhatikan kedua wanita beda usia yang sangat ia sayangi. Ia akan berusaha menjadi yang terbaik, menjadi pria nomer satu di keluarga. Satu-satunya pria yang menjadi tempat keluh kesah kedua wanita di depannya. Apapun akan ia berikan untuk keduanya, materi, kasih sayang yang ia miliki. Dunia akan indah jika kita mampu menciptakan keindahan itu sendiri.
**
“Kalian mau kemana?” seru bocah kecil dari atas tangga saat melihat dua orang tuanya menggeret koper.
“Pagi sayang... kemarilah!” Jawab pria dewasa yang tak lain sang papi.
“Kalian pergi lagi.” Tanya Glowry sambil melangkah menuju ruang tengah.
“Mommy dan Papi hanya dua hari Glow... “ seru sang mama.
“Baiklah. Cepat kembali.” Ucap Growry pasrah. Ia harus memaklumi kesibukan orang tuanya.
Setelah berpamitan dan melambaikan tangan, Glowry kembali masuk dan mempersiapkan diri untuk pelajaran hari ini. Meski banyak sekali asisten rumah tangga yang mengurusnya tapi Glowry sudah terbiasa mengurus keperluannya sendiri. Ia tidak pernah bergantung pada orang lain jika ia mampu membuatnya sendiri. Inilah kehidupannya yang selalu sepi dan membosankan. Kejenuhannya selalu ia isi dengan sesuatu yang bisa ia gunakan suatu saat nanti. Kedua orang tuanya juga tidak tahu jika diam-diam ia mempelajari sistem kunci yang ada di ruang kerja sang Mommy. Ia hanya penasaran dengan satu ruangan itu.
**
Di halaman mansion yang sangat luas, 10 bodyguard menghadang sebuah mobil yang dikemudikan seorang bocah berusia 10 tahun.
"Tuan muda, tolong jangan? Ini bahaya. Nyawa kami taruhannya." Ucap ketua pengawal memohon.
"Aku menyuruh kalian minggir! Apa kalian tuli, huh!" Teriak bocah laki-laki daru dalam mobil.
Semua bodyguard menyiapkan diri. Tidak apa jika Tuan mudanya menabrak daripada selamat kepala tetap akan dipenggal Tuan besar.
Sebuah mobil sport hitam memasuki gerbang Mansion, menatap tajam apa yang ada didepannya. Ia pun berhenti dan turun dari mobil. Ia melangkah perlahan mendekat kerumunan yang menghalangi mobilnya masuk. Posisinya berada dibelakang 10 bodyguard yang menghadang.
"Aku hitung sampai tiga, jika kalian tidak minggir! Aku akan benar-benar membuat tubuh kalian terbang." Teriak bocah kecil dengan lantang.
"Saya mohon, jangan lakukan Tuan..." ucap pengawal yang berada di samping pintu mobil dengan derai air mata.
"Lakukan! Tabrak sampai tubuhnya Terbang!" Seru seorang pria yang berada dibelakang 10 bodyguard dengan lantang.
Semua menoleh ke arah belakang, dan 10 pengawal itu menyingkir memberikan jalan untuk pria yang berada dibelakangnya.
"Papa...." teriak bocah laki-laki lalu turun dari mobil dan menghambur ke pelukannya.
"Dasar anak nakal! Kau masih kecil. Jika terjadi sesuatu denganmu bagaimana? Apa sudah bosan menjadi anak papa." Ucap si pria yang ternyata ayah dari bocah laki-laki.
Pria itu membawa bocah laki-laki masuk ke dalam mobil yang akan dikendarai, mendudukkan di jok samping dan ia berada dibalik kemudi lalu menjalankan mobil menuju teras utama.
Begitu sampai si pria turun dan menggendong bocah laki-laki tadi untuk masuk. Tujuannya mencari sosok wanita yang merupakan ibu dari bocah laki-laki.
"Barley! Sepenting apa pekerjaanmu?" Serunya dengan lantang saat sampai diruang kerja.
"Agride. Kapan kau datang?"
"Kau bukannya menjawab malah bertanya balik." Ucap si pria yang ternyata Agride. Ia menghempaskan dirinya bersama sang putra.
"Oke, maaf." Ucap Elvrince. Ia mengalihkan pandangannya pada bocah kecil yang berada dipangkuan Agride dengan melipat kedua tangan di dàda.
"Apa lagi Lio?" Tanya Elvrince.
"Lio hanya ingin berkeliling halaman Mansion dengan mobil mommy." Jelas bocah kecil sambil menunduk.
“kau masih kecil Lio, berulang kali mommy peringatkan. Satu lagi, kenapa kau berkelahi di sekolah? Siapa yang mengajarimu?” ucap Elvrince
“Cody yang memulainya mommy, dia yang merusak projekku.” Jelas Lio. “Pa.. apa aku salah jika milikku di rusak orang?” imbuh Lio yang meminta bantuan pada Agride.
“Lio, jika kau benar tidak perlu merasa takut. Tapi yang papa tidak habis pikir, kenapa kau mengendarai mobil? Itu bukan mainan Lio.” Tutur Agride.
“Papa bilang, jadi pria itu harus hebat dalam segala hal?” ucap Lio membalikkan perkataan.
“Jadi... siapa yang mengajari berkelahi dan mengemudi, hum?” Tanya Elvrince pada putranya.
“Papa.” Jawab Lio cepat.
“Nah, sekarang putraku seperti ini karnamu.” Seru Elvrince sambil menarik telinga Agride.
“Aduh..aduh... Barley, lepaskan!” rintih Agride
“Rasakan! Kau memang pantas mendapatkan ini.”
“Astaga... kau semakin galak.” Ucap Agride sambil memegangi tangan Elvrince yang berada di telinganya.
“Kau mengataiku galak!” teriak Elvrince tidak terima.
Brakkkk
“Astaga! Bibi. Kasihan paman.” Teriak seorang bocah kecil seusia Lio.
Teriakan melengking membuat ketiga manusia itu menoleh ke arah pintu bersamaan. Semua yang ada di buat tercengang.
“Nefala!” ucap ketiganya serentak.
“Ya. Aku. Kenapa? Tidak suka aku datang kesini?” ucap gadis kecil yang bernama Nefala dengan jutek.
“Ya Tuhan! Aku merindukanmu, sepupu.” Teriak Lio yang turun dari pangkuan Agride dan berlari menerjang Nefala.
“Ya. Oke. Cukup. Aku se-sak.” Ucap Nefala sambil memukul bahu Lio pelan.
“Fala, kau datang dengan siapa nak?” tanya Elvrince yang berjalan menghampiri.
“Datang sendiri.” Seru seorang pria dari belakang.
Elvrince mendongak menatap seseorang yang bersandar di ambang pintu dengan melipat kedua tangan.
“Omong kosong apa ini.” Ucap Elvrince tak mengerti.
“Sudah lama dia merengek ingin kesini, tapi kau tahu sendiri jika pekerjaanku sangat padat, ketidaksabarannya ia memerintahkan Crew penerbangan untuk membawanya kesini tanpa sepengetahuanku.” Jelasnya nampak kesal.
“Aku sudah bersabar Daddy, saat kesabaranku memuncak itulah aku akan melakukan apa yang aku inginkan.” Bantah Nefala pada sang Daddy.
“Fala, kau kan bisa menghubungi Bibi. Jangan pergi sendiri, kau masih kecil. LA dengan London bukan jarak antara rumah ke supermarket. Jika kau ada apa-apa, bagaimana?” ucap Elvrince memberi pengertian.
“Bibi, mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku sangat kesepian, aku ingin ada seseorang yang bisa aku ajak bermain.” Keluh Nefala mengadu pada Elvrince.
Elvrince menghela nafas pelan, ia tahu apa yang Nefala rasakan. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang menyenangkan. Ia pernah mengalami hal yang sama dulu, hingga suatu saat nekat pergi dari London dan menyamar sebagai gadis laundry. Semua hanya karena kemewahan yang selalu sepi dan membosankan.