Emma menyentuh pundak Angga perlahan lalu mengguncangnya. Seharian tidur pasti karena rasa sakit di badannya, dan lagi dia belum makan.
"Mas.. mas Angga bangun." Ucap Emma.
Setelah berkali-kali mencoba akhirnya Angga membuka mata, dia agak terkejut melihat Emma dilamarnya, dia melihat kearah pintu, sudah tertutup, lalu meletakkan kembali kepalanya diatas bantal.
"Kok kamu kesini?" Tanya Angga.
"Sini biar aku obatin luka kamu mas..." Ucap Emma mengeluarkan kantong plastik dari balik saku celananya ya yang berisik obat luka dan plester elastis, yang sempat dia beli tadi setelah membeli nasi bungkus.
"Aku juga bawain kamu makan mas, kamu pasti belum makan seharian.." lanjut Emma.
"Makasihh calon istriku..." Ucap Angga seraya bangkit dari tidurnya.
Emma keluar untuk mengambil piring dan sendok lalu kembali kedalam, setelah menghidangkan diatas piring, Emma mempersilakan Angga untuk makan, tidak lupa mengambil segelas air lalu meletakkan diatas nakas.
Setelah mencuci muka dan tangan, Angga mulai menikmati makanan yang telah dibawa Emma. Emma mengeluarkan kantong plastik dari saku celananya yang berisi obat dan plester elastis. Dia mempersiapkannya dan akan mulai mengobati luka Angga usai cowok itu menuntaskan makannya.
"Mas.. kenapa mas Angga ngelakuin itu?" Tanya Emma.
"Kan tadi kamu yang nyuruh aku makan..." Jawab Angga sekenanya.
"Bukan itu mas..." Sahut Emma.
Angga diam sejenak, setelah memikirkan kata-kata yang tepat akhirnya dia membuka suara.
"Karena aku sayang sama kamu, cinta sama kamu... Kamu masih aja ragu sama aku, kenapa nggak kita jadiin cinta ini sebagai ladang ibadah. Nikah yuk..." Ucap Angga.
Emma menoleh dengan cepat matanya membulat menambah kesan imut diwajah mungil itu.
. "Nikah yuk... Cuma dengan menikah aku bisa melindungimu sepenuhnya, dan dengan menikah juga akan melindungimu dari segala fitnah." Jelas Angga.
"Mas... Udah siap nikah?" Tanya Emma.
"Ya aku akan bersiap-siap mulai sekarang. Aku janji... Jadi gini, aku minta tolong sama kamu, setiap kali gajian, pegang gajiku, simpan di rekening kamu buat biaya kita nikah, aku hanya ambil seperlunya buat makan dan bayar kos. Kalau aku yang pegang pasti bakalan habis buat hal-hal yang gak baik." Ucap Angga dengan manik mata yang serius.
"Mas serius dengan ini?" Tanya Emma.
"Iya... Ini ATM aku, kamu yang pegang, pasword nya 6 angka terakhir nomer hp aku,nanti aku cuma ambil berapa buat kebutuhan tadi, masalah kirim uang ke ibu kamu juga yang atur ya." Lanjut Angga.
"Mas kamu nggak main-main kan, kamu percaya gitu aja ke aku, nanti kalau uang kamu aku habisin dan di ATM kamu kosong gimana???" tanya Emma.
Angga terkekeh sambil meletakkan segelas air yang baru saja singgah di bibirnya.
"Habisin aja, aku kan kerja buat kamu." jawab Angga.
"Kamu serius mau nikahin aku mas?" tanya Emma sekali lagi.
"Sepuluh-rius..." jawab Angga tersenyum.
"Ya mungkin I'm not deserve for be your future, tapi aku juga ada kok usaha buat berubah sedikit demi sedikit." jelas Angga.
"Baiklah..." ucap Emma.
"Baiklah?" Tanya Angga menggantung.
"Mengingat, usia yang sudah cukup untuk menikah, menghindari hal-hal yang tidak baik, Menimbang, Mas Angga bukan calon yang buruk, kesempatan buat berubah selalu ada, dan air hujan yang jernih juga turun dari awan hitam, memutuskan, aku bersedia menikah dengan kamu." jelas Emma panjang lebar.
"Makasihh... Kalau uang kita udah cukup aku bakalan datang ekrumah kamu sama Ibu." sahut Angga.
"Mas.. walaupun kita nanti nikah gak di gedung, cuma akad nikah aja nggak papa kan? Soalnya sayang banget, kehidupan setelah menikah masih panjang, dan kita bisa gunain tabungan kita buat kedepan, karena nggak mungkin juga, kita bakalan terus kerja dipabrik kan." lanjut Ema.
"Iya sayang... Aku juga gak bakalan mampu sewa gedung buat resepsi kita, makasihh ya udah mau dan kasih keputusan kamu." ucap Angga, dia yang hendak mampir ke bibir Emma mengurungkan niatnya dan mendaratkan kecupannya di puncak kepala Emma yang masih tertutup jilbab.
"Nanti setelah nikah, aku mau kamu berhenti kerja ya, karena bukan seorang gadis lagi, kamu adalah seorang istri, dan tanggung jawab mencari uang adalah aku." ucap Angga.
"Tapi mas... Selama belum hamil boleh ya kerja, soalnya gabut mau ngapain di kos kalau kamu kerja." sahut Emma.
"Hmmmm... kita pikir nanti aja deh." kata Angga.
"Ehmm iya deh... Btw udah selesai makannya, sini aku obatin lukanya." ucap Emma.
"Ah iya makasih, calon istri..." ucap Angga yang sukses memunculkan rona merah di kedua pipi Emma.
Angga memejamkan mata menahan rasa sakit akibat sentuhan obat pada luka basahnya. Sesekali dia berjingkat yang membuat Emma kaget. Usai mengobati luka Angga, Emma berpamitan untuk pulang.
"Mas.. Emma pulang ya, udah jam 8 nanti di gang depan sepi, kalau kemaleman takut jalan sendiri, kamu istirahat ya, biar besok udah fit badannya." ucap Emma.
"Aku antar kamu pulang." sahut Angga, dia meraih kontak motornya diatas nakas, lalu menggandeng tangan Emma.
"Mas Angga, aku bisa pulang sendiri kok, udah kamu istirahat aja." Tolak Emma.
"Enggak aku antar kamu dulu baru aku bisa istirahat dengan tenang." sela Angga.
"Aku yang nggak tenang mas... Udah ya, kamu istirahat, nanti begitu aku sampai di kos, aku wa." ucap Emma, ia melepaskan tangan Angga dan lalu keluar dari kamar kos Angga.
Sepeninggal Emma, Angga meraih ponselnya lalu menelpon ibunya.
"Assalamualaikum Angga, ada apa? Malam-malam gini telpon ibu nak? Kamu sakit disana?" Tanya ibu Angga.
"Waalaikumsalam salam ibuk... Enggak Angga nggak sakit, Angga baik-baik saja disini, hanya sedang bahagia saja buk." ucap Angga.
Entah kenapa sosok brandal dan Badung Angga lenyap seketika.
"Bahagia... Bahagia kenapa, tumben loh kamu telpon Ibuk, pakai jawab semalam juga." tanya ibunya.
"Emma buk, dia bersedia nikah sama Angga." jawab Angga.
"Emma... Alhamdulillah, ibuk turut seneng dengarnya, Kapa kamu mau ngelamar dia, jangan lupa kamu masih ada bapak tiri kamu, kamu ajak juga, gimana pun dia bapaknya Arum adik kamu." ucap ibunya.
"Iya asal ibu senang aja buk, Angga ngikut aja apa kata ibuk..." jawab Angga.
"Rumah Emma Malang mana? Orangtuanya kerja apa? Kamu sudah kenal baik belum dengan orang tuanya, kamu nggak boleh bohong, jujur saja tentang keadaan kita, jangan malu nak, kita memang bukan orang yang berada." ucap ibunya.
"Aku lupa nama daerahnya buk, mama Emma seorang dosen, papa nya polisi, dia punya adik perempuan juga." jelas Angga.
"Mashallah nak, kamu nggak salah pilih? Calon istri kamu anak orang berada, beda banget sama kita, dosen, polisi, sedangkan ibu kamu cuma penjual nasi di warung kecil." jawab Ibu Angga.
"Ibu nggak usah khawatir, mama sama papa Emma bahkan udah nerima Angga, jauh sebelum Emma Sudi jalan sama Angga buk, mereka orang yang baik dan Nerima Angga apa adanya kok." tutur Angga.
"Kalau ibu sih cuma bisa doain yang terbaik buat kamu nak.." jawab ibunya.
"Iya Bu makasih buat doa terbaik untuk Angga, hingga dapat calon istri yang baik." ucap Angga.
Sementara itu Emma baru saja sampai di kos, dia langsung menutup pintu kemudian, menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya yang memanas. Dia masih tidak percaya Angga mengajaknya nikah. Dia menelpon mama nya, di seberang sana terdengar suara histeris sang mama dan juga papa nya.
"Hari Minggu pulang ya, ajak Angga, mama sama papa mau ngomong." kata Mama Emma.
"Iya ma... Yaudah Emma mau mandi dulu ya ma, lengket semua ini badan rasanya" pamit Emma.
"Assalamualaikum..." lanjutnya.
"Waalaikumsalam, jangan lupa hari minggu pulang sama Angga ya." ulang Mama Emma.
"Iya mama.." ucap Emma.
Emma meraih handuk dari gantungan di belakang pintu kemudian, menuju kamar mandi. Sekembalinya dia dari kamar mandi, Alya sudah menodongkan pertanyaan pada Emma.
"Tumben mbak baru puang jam segini, darimana?" tanya Alya.
"Iya Al.. tadi ada urusan mendadak soalnya."jawab Emma.
"Oh... gitu mbak, Zanvara?" tebak Alya, dan Emma hanya mengangguk untuk memuaskan ke-kepoan Alya.
"Al... menurut kamu gimana, kalau bentar lagi aku mau nikah?"tanya Emmahati-hati agar Alya tidak heboh.
"Waaahhh yang bener mbak, ya aku ikut seneng dong, btw sama siapa?"tanya Alya.
"Sama Mas Angga hehe..."jawab Emma.
"Wahh yakin nih mbak, pacaran enggak tau-tau mau nikah aja nih, mbak Ulfa sama mbak Seah pasti frustasi beneran." ucap Alya.
"Kapan mbak hari H nya?" tanya Alya kemudian.
"Belum tau Al, doain aja secepatnya dan lancar sampai hari H." jawab Emma.
"Aamiinnnn... ya udah mbak met istirahat ya, jangan capek-capek mau jadi ngantin hihihi." ucap Alya.
"Duuhh kamu Al... jadi malu aku." sahut Emma.
---
Keesokan harinya pada jam istirahat, Angga baru saja memakai sepatunya usai menunaikan sholat dhuhur, iya sudah dari kemarin Angga selalu rajin ke musholla buat menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Dia merasakan getar pada ponselnya, Angga membuka pop up yang baru saja muncul, chat dari Emma.
"Mas.." tulis Emma dalam pesann itu
"Ada apa Emm?" balas Angga.
"Udah makan?" tanya Emma.
"Cieee perhatian banget... Belum ini juga baru dari musholla, kamu nggak sholat?" balas Angga.
"Enggak mas, I'm on my period, kalau mas Angga belum ke kantin, aku mau nitip sesuatu boleh?" tanya Emma.
"Ya boleh lah sayang... Kamu mau nitip apa, emang kamu nggak makan?" tanya Angga.
"Aku nitip Kiranti, itu loh mas yang buat ngilangin nyeri haid, maaf ya kamu nggak malu kan aku nitip, soalnya kram perut dan nyeri jadi malas mau naik ke kantin." tulis Emma.
"Iya sayang... diitunggu ya!" balas Angga.
Setelah mengakhiri chat nya dengan Emma, Angga segera ikutan berdesakan naik ke lantai 2 menuju kantin. Tak lupa usai makan dia membeli Kiranti juga beberapa kue untuk Emma.
Sementara itu di line Emma, Emma tengah menahan nyeri sambil menelungkupkan ujung jilbabnya untuk menutupi wajahnya yang ia tidurkan diatas laporan harian.
"Emmm... Kamu nggak makan?" tanya Azizah yang sedang lahap menyantap bekalnya dari rumah.
"Enggak Mak..." jawab Emma.
"Kenapa? sini aku suapin ayok makan, ntar kamu sakit bahaya nih, kerjaaan Gerald WIBI, setumpuk ituu sini Emm... Ayok makan." ulang Azizah.
"Enggak Mak... udah kenyang aku, lagi PMS, pliss jangan ganggu, keluar tanduk nih bentar lagi." sahut Emma.
Tidak berapa lama, Angga muncul membawa sekantong plastik berisi pesanan Emma juga beberapa Snack dan kue-kue.
"Ini..." ucap Angga, dia meletakkan bungkusan itu di meja Emma.
"Ya ampun banyak banget mas..." ucap Emma sambil mencari sosok botol berwarna kuning yang dia minta, tentu saja tertimbun oleh jajanan.
"Ya kamu kan nggak makan jadi aku beli itu buat kamu makan sekarang." ucap Angga.
"Nahhh pinter kamu Angga, dia Susan banget dari tadi mau aku suapin juga nggak mau, ntar kalau sakit aku yang susah." sahut Azizah, dia menggeser tempat duduknya lalu menarik satu kursi kosong di disbelahnya, agar Angga bisa duduk di sana.
Kedatangan Angga sontak menarik perhatian satu gedung A3, gimana enggak cowok keren si pangerab Skiving yang sering mereka haluin, tiba-tiba nongol diantara mereka. Termasuk Rere. Dia selalu mencuri-curi pandang pada Angga yang full perhatian pada Emma.
"Makasih Mak..." ucap Angga pada Azizah karena sudah memberikan tempat duduk baginya.
"Kamu awasin dia, biar makan sampai habis." lanjut Azizah.
Setelah menenggak habis ramuan kunyit itu, Emma mulai membuka sebungkus kue, lumayan itu kesukaannya, jadi dia tidak perlu susah-susah akting suka padahal dia eneg liat makanan.
"Makasih mas..." ucap Emma mulai menikmati brownies yang ada di depannya.
"Habiskan.. Aku tungguin kamu sampai makan sampai kenyang." jawab Angga.
"Duuhh jadi malu tau mas, kamu disini jadi pusat perhatian." ucap Emma.
"Biarin aja.. udah kamu fokus makan. Bukannya tambah sakit itu perut kalau kamu nggak makan." sahut Angga.
"Btw... hari Minggu, mama sapa papa minta kamu kerumah mas." ucap Emma.
"Hari Minggu ini?" tanya Angga.
"Iya mas... Bisa nggak?" tanya Emma lagi.
"Bisa kok... Ada apa emangnya?"
"Hmmm mungkin mereka ada yang mau dibicarakan sama kamu mas.." sahut Emma.
"Ehmmm iya mungkin ya." Kata Angga.
"Mereka seneng banget, mama Sampek histeris waktu aku bilang, kamu ngajak aku nikah." ucap Emma di sela-sela makannya.
Angga mengusap sudut bibir Emma yang terdapat keju tertinggal disana. Melting rasanya, mana diliat banyak orang.
"Masa sih, ibu aku juga seneng kamu bersedia nikah sama aku." kata Angga kemudian.
Terbitlah senyum diantara keduanya.
"Heehhh... kalian kaya nggak pernah liat orang pacaran aja, udah sana terusin makannya." kata Azizah yang membuat Angga juga Emma melihat ke arah Azizah yang tengah menghalau pandangan mereka pada Angga juga Emma.
"Aduh jadi rame ya... Yaudah aku balik aja ya, kamu makan yang banyak ". ucap Angga seraya berdiri dari tempatnya.
"He em makasih mas.." jawab Emma.
Angga berjalan sambil mengusap kepala Emma, setelah itu dia menghilang dibalik kerumunan para wanita yang merangsek ke arahnya.
"Pacar kamu Emm?" tanya Galuh.
"Bukan..." jawab Emma.
Mereka berdengung tidak percaya.
"Heheh calon suami..." ralat Emma.
"Cieeee... Udah mau Saahh, kita tunggu undangannya." Lanjut Galuh.
Emma mengangguk-angguk sambil mulutnya penuh makanan.