Pagi ini kamar Mika telah kosong, Gadis itu sama seperti Emma mengalami trauma yang hebat, kedua orang tua dan kakaknya bahkan membawa Mika ke pskiater untuk menenangkan dan mengontrol emosional Mika.
Hukuman Rio cs menjadi sangat berat karena tuntutan dari kedua keluarga korban pelecehan. Laki-laki itu menuai hasil dari perbuatannya.
Kini dia mendekam di balik jeruji besi bersama ke 4 rekannya. Nama mereka telah di blacklist dari semua jaringan personalia dan outsourcing.
Entahlah masa depan mereka telah tergadai begitu saja karena perbuatan asusila mereka.
Rio termenung di sambil mendekap lututnya. Dia menyesal karena telah melakukan hal itu kepada Emma, sosok yang begitu dia cintai sejak SMA, apalagi dia menyaksikan bagaiaman tubuh kecil itu tertabrak mobil dan kehilangan kesadaran.
Semua seakan seperti sebuah film panjang yang diputar di depan matanya. Mengingat kembali senyum Emma, matanya sembab, dia menyembunyikan tangisnya dibalik tampangnya yang tak lagi sangar.
Cinta yang buta itu benar-benar membutakan mata dan akal sehatnya, seandainya dia mau menerima kenyataan bahwa tak akan pernah mungkin Emma akan kembali kepadanya seperti dulu, mungkin dia tidak akan melakukan tindakan yang berefek domino yang justru mencelakai Gadis yang dia cintai itu.
"Maafin aku Emma..." batin Rio.
"Maafin aku karena udah jadi g****k karena terlalu cinta sama kamu, berulang kali aku nyentuh kamu, berulang kali aku lecehin kamu. Maaf Emma... Iya mungkin saja kamu benar, ini bukanlah cinta, namun nafsu ingin memiliki." tambahnya.
Ingatannya kembali melayang pada masa putih abu-abu. Dimana hari itu adalah hari pertama MPLS, Rio yang kebetulan mendapat hukuman dari kakak-kakak OSIS, karena tidak rapi memakai seragam. Tengah berdiri di depan kelas, untuk menerima hukuman menyanyikan 10 lagu anak-anak yang semua akhiran vokalisasinya dirubah menjadi U.
Saat menginjak lagu ke dua, tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Sesosok gadis cantik muncul dari balik pintu, jilbab yang berantakan karena berlari-lari sepanjang jalan tadi, sama sekali tidak mengurangi kecantikan gadis itu.
"Maaf kak, saya terlambat, tadi motor saya mengalami kecelakaan di pertigaan lampu merah depan sana." ucap Emma.
"Jam berapa ini?" bentak Lucia sang panitia MPLS.
"Maaf kak..." ucap Emma.
"Apapun alasannya terlambat adalah perilaku undisiplin, saya tidak suka ya, berdiri kamu di sana, ikut nyanyi lagu anak-anak, sama dia." ucap Lucia.
Dan akhirnya Emma turut berdiri di samping Rio, menyanyikan lagu yang sama dengan Rio sampai selesai.
Bahkan sekembalinya mereka ke tempat duduk pun, Emma berada di tempat yang tidak jauh dari tempat Rio.
"Yaudah kita lanjut ke pengenalan sekolah, ikut kakak keliling sekolah sekarang bawa kertas sama pen." perintah Lucia.
Mereka menuruti perintah Lucia, Untuk mengikuti tour bersama panitia MPLS yang berjumlah 3 orang itu dalam kelas mereka.
Kemudian menggambarkan denah gedung dan tataruang keatas kertas yang mereka bawa tadi.
"Nama kamu siapa?" tanya Rio memberanikan diri menyapa Emma, sebetulnya dia sudah fallin love in the first sight saat Emma masuk tadi.
"Emma..." jawab Emma tersenyum, dia memang tidak kebagian part perkenalan karena terlambat.
"Aku Rio..." balas Rio.
"Iya..." jawab Emma.
"Gambar kamu mana? Aku nggak bisa gambar denah apalagi pas live kaya gini, jaid bingung." ucap Emma.
"Mau aku gambarin?" tanya Rio.
"Emang nggak papa? Nanti kalau ketahuan aku bisa dihukum." kata Emma.
"Ya jangan sampe ketauan. Nih kamu pegang punya ku dulu!" ucap Rio.
Emma menuruti permintaan Rio, dia sesekali memperhatikan sekitarnya takut ada yang melihat perbuatan mereka.
"Nih udah jadi..." ucap Rio sembari menyerahkan gambar kepada Emma.
"Wahh makasih, jago gambar kamu ya." ucap Emma.
Rio hanya tersenyum. Acara room tour sudah selesai dan saatnya mereka kembali ke kelas untuk mengumpulkan tugas dan melanjutkan agenda hari ini, penyuluhan bahaya Narkoba oleh BNN kota Malang.
Mereka mendapat tugas membuat laporan hasil diskusi mengenai bahaya narkoba dan akan dikumpulkan esok hari.
"Rumah kamu mana Emm, biar aku aja yang kerumah kamu buat ngerjain." ucap Rio.
"Rumah aku di jl. Cempaka Putih, nomor 28." jawab Emma.
"Ohhh Deket kampus ya, aku tau kok daerah situ, yaudah pulang sekolah aku kesana." ucap Rio.
Akhirnya pulang sekolah Rio nganterin Emma pulang.
"Gak jauh sih dari rumah aku." ucap Rio.
"Oh ya, rumah kamu dimana?" tanya Emma.
"Cuma sekitar 5 blok dari sini, tapi aku nggak pernah liat kamu ya sebelumnya?" tanya Rio.
"Iya ... Aku emang baru pindah kesini, awalnya aku tinggal dekat perkebunan teh Wonosari, papa aku polisi dan dapat pindah tugas ke daerah sini, jadi ya udah kami sekeluarga pindah kesini, sebenarnya rumah ini udah ada sejak lama sih, sejak awal menikah mama sama papa udah bikin rumah ini, tapi karena tugasnya jauh, ya dikontrakkan aja, terus kami tetap tinggal disana. Pas papa pindah tugas dan mama juga pindah, ehh akhirnya kami semua nempatin rumah ini juga." jelas Emma sambil mempersilakan Rio masuk.
"Oh... Mama kamu polisi juga?" Tanya Rio.
"Bukan... Mama aku dosen, ehh kamu mau minum apa?" tanya Emma.
"Apa aja deh ... Kamu sendirian aja?" Tanya Rio.
"Enggak... ada adik aku, mungkin lagi main kerumah temennya." jawab Emma.
Sambil ngobrol dan menikmati camilan juga teh manis, mereka berdua melanjutkan mengerjakan tugas pertama mereka.
Usai MPLS, saat pembagian kelas pun ternyata mereka berdua satu kelas. Rio yang menyukai Emma sejak awal, bukan main senang hatinya.
Suatu siang, saat jam istirahat, datang beberapa kakak kelas mendekati meja Emma yang tengah becanda bersama teman-temannya.
"Hai... Kamu Emma Salsabila kan?" tanya salah seorang dari mereka.
Emma yang tengah bercanda bersama temannya, langsung terdiam dan memberikan perhatiannya pad kakak kelas yang mengajaknya berbicara.
"Iya kak, ada apa?" tanya Emma.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya la lagi.
"Bisa kak silahkan..." jawab Emma.
"Kita keluar bentar yuk, maksudnya jangan disini." ajak Alfa sang kakak kelas.
"Ehmm..." Emma terlihat menimbang-nimbang permintaan Alfa.
"Yaudah kalau kamu nggak mau, kita bicara di sini aja ya." kata Alfa.
"To the point aja ya.. biar nggak bertele-tele, jadi aku suka sama kamu Emma, mau nggak jadi pacar aku." ucap Alfa.
"Hahh..." gumam Emma yang langungy di sambut ciee-cieee dari teman-teman nya.
"Terima...." bisik Nadia.
"Mau... Mau... Mau ..." ucap Rida.
"Gimana yah..." ucap Emma.
Di sisi lain, dia sama sekali tidak berminat pacaran, dia bahkan tidak tertarik pada pembahasan teman-teman nya mengenai cowok, tapi jika dia tidak segera menjawab Alfa Bakalan terus bediri di sana, dan juga teman-teman nya pada berisik.
"Emma..." panggil Alfa kemudian.
"Ehh iya kak..." jawab Emma.
"Gimana?" tanya Alfa lagi.
"Udah terima aja Emm.. dia baik kok." kata teman Alfa.
"Mantan ketua OSIS, banyak prestasi nya, ganteng lagi." tambah teman Alfa lainnya.
"Udah kalian diem, biar dia bisa mikir lebih subjektif." ucap Alfa.
"Janji nggak akan ngapa-ngapain." kata Alfa kemudian.
Emma lama terdiam, dan Alfa masih berada di sana dengan sabar menunggunya, sementara Rio berasa ingin mengusir mereka semua.
"Iya udah..." jawab Emma pada akhirnya.
"Gimana-gimana?" tanya Alfa memperjelas jawaban Emma.
"Iya udah... Nggak papa Emma mau kak, tapi jangan sampai nge ganggu sekolah Emma, dan aku nggak mau diatur-atur harus begini harus begitu, aku tetap mau jadi diri sendiri, baik sebelum maupun sesudah pacaran sama kak Alfa." syarat Emma.
"Siapp Emma..." jawab Alfa dengan senang hati.
"Yaudah aku balik ke kelas dulu ya." pamit Alfa.
"Iya kak..." jawab Emma.
Rio mendekati meja Emma.
"Emm... Kamu jadian sama Alfa?" tanya Rio.
Emma mengangguk.
"Ya gimana Yo, dia nggak mau pergi kalau aku nggak kasih jawaban sekarang." kata Emma.
"Tapi kamu nggak harus jawab Iya Emm..." kata Rio.
"Atau kamu emang suka sama dia juga?" tanya Rio.
"Emang kalau aku suka sama dia nggak boleh?" Emma balik bertanya, setelah lama terdiam.
"Enggak gitu Emm.. maksud ku, yaudah deh, nggak papa, selamat ya btw." ucap Rio.
Dan itu adalah patah hati pertama kalinya. Seiring berjalanannya waktu Rio, kedekatan Emma dengan Rio makin renggang karena Emma yang sering jalan bareng Alfa.
Namun Rio tak pernah berubah, tiap hari dia selalu datang lebih pagi untuk memastikan Emma berangkat ke sekolah bareng Alfa, pulang sekolah pun Rio mengikuti kemana Alfa membawa Emma pergi dan memastikan cowok itu tidak akan macam-macam sama Emma, hingga mengantarnya pulang.
Suatu hari Alfa meminta Emma menemani nya latihan basket usai jam sekolah berakhir.
"Emma.. Minggu depan aku ada pertandingan, pulang sekolah nanti ada latihan sekaligus seleksi dalam tim, kamu mau nggak nemenin aku berlatih?" tanya Alfa.
"Ehmm... Nggak papa, latihan di sekolah aja kan kak?" tanya Emma.
"Iya di sekolah, bareng anak-anak." jawab Alfa.
"Iya nggak papa, aku mau." jawab Emma.
"Yaudah makasih ya, aku balik ke kelas ya." pamit Alfa.
"Cieee diminta nemenin latihan." ucap Nadia.
"Apa sih Nad... Jangan gitu jadi malu." ucap Emma.
"Btw... Kalian udah pernah kissing belum?" tanya Rida.
"Hahh?" gumam Emma.
"Ya kan kalau pacaran wajar, kalau ciuman, kalian belum pernah?" jelas Rida.
"Belum sih, lagian aku juga nggak mau, gimana sih rasanya ciuman, geli tau ngebayangin. Udah ah jangan dibahas." kata Emma.
"Hmmm geli, ntar juga nagih." kata Rida.
"Iih apaan sih Rida, ya kali kamu nagih-nagih." sahut Emma.
"Btw... Aku kira kamu sama Rio pacaran loh." ucap Nadia.
"Iya sama... Habis kalian berdua Deket banget, dan Rio perhatian sekali sama kamu." tambah Rida.
"Rio baik... Kami temenan aja, sahabat kali ya lebih tepatnya." jelas Emma
"Sahabat? Emang ada ya sahabatan antara cewek sama cowok, diantara kalian bakalan ada yang baper salah satu." kata Rida.
"Tapi bagi aku sulit sekali ngerubah status dari sahabat jadi pacar Rida, kalaupun Rio minta aku jadi pacar nya aku nggak bakalan mau, karena dia udah baik banget sama aku, aku nyaman jadi sahabatnya dia, kalaupun kami pacaran, dan suatu saat putus, pasti semua nggak akan baik-baik saja. Tak lagi sama. Canggung satu sama lain, jadi mending menikmagi kebersamaan jadi sahabat aja." jawab Emma.
"Iya sih bener juga, yang semula baik-baik saja, kalau namanya udah putus, pasti beda." kata Nadia.
Mereka tidak menyadari kalau dari tadi Rio mendengar percakapan mereka.
"Jadi kami nggak bakalan mau pacaran sama aku Emm." ucap Rio dalam hati. Dia sangat sedih, bahkan cintanya gugur sebelum bertunas.
***
Siang harinya, usai jam sekolah, Emma memenuhi janjinya untuk menemani Alfa berlatih.
Dia duduk di sebuah kursi penonton. Sambil membuka bukunya yang ia pinjam dari perpustakaan di jam istirahat tadi siang.
Sesekali Emma melempar senyum kearah Alfa yang menatapnya dari dalam lapangan.
Latihan usai, semua penonton dan pemain mulai meninggalkan lapangan basket.
Tinggal Rio yang bersembunyi di balik pintu ruang penyimpanan.
"Capek?" tanya Emma pada Alfa yang mengusap keringatnya sambi duduk di sebelahnya.
"Iya nih..." jawab Alfa sambil membuka botol minumnya.
"Kak Alfa pernah kalah nggak sih pas tanding?" tanya Emma.
Alfa tersenyum kemudian melihat kearah gadis di sebelahnya.
"Dalam pertandingan menang atau kalah itu hal biasa. Nggak perlu sombong pas menang dan nggak pelru berkecil hati pas kalah." jawab Alfa.
"Intinya aku juga pernah kalah kok." ucap Alfa.
Alfa mendekatkan wajahnya kearah Emma, dia hendak mencium gadis itu, tapi buru-buru Emma mengalihkan perhatiannya.
"Nggak mau kak." ucap Emma.
"Kenapa?" tanya Alfa.
"Ya nggak mau aja." jawab Emma.
"Tapi aku cinta beneran sama kamu Emma, ngga mungkin lah ada niat mau main-main doang." kata Alfa.
"Ya tapi aku nggak mau kak." ulang Emma masih menjauhkan pandangannya dari Alfa.
"Tapi kenapa? Bukannya wajar aku nyium kamu, kan kita pacaran." kata Alfa.
"Sekali aja Emm..." ucap Alfa sambil memaksa Emma.
"Enggaaakk mau kak..." berontak Emma.
"Sekali aja Emm." ulang Alfa.
"Kak... Lepasin aku nggak mau." kata Emma.
Melihat hal itu Rio segera berlari menghampiri mereka dia menarik Alfa lalu memukulnya berkali-kali hingga Alfa jatuh tersungkur.
"Dia udah bilang nggak mau, ya nggak mau, jangan maksa. Cowok macam apa sih kamu." umpat Rio.
"Ehhh siapa kamu, ikut campur urusan orang, berani lawan kakak kelas hah." kata Alfa.
"Dia mungkin pacar kamu, tapi dia temen aku. Aku lebih berhak jagain dia daripada kamu." ucap Rio.
"Ayo pergi Emm!" ajak Rio sambil menarik lengan Emma untuk pergi dari sana.
"Makasih Yo. Untung kamu ada disini." ucap Emma.
"Kamu masih mau jalan sama dia?" tanya Rio.
"Nggak ada yang salah sama ciuman kalian, itu kalau kamu ngelakuin nya tanpa di paksa kaya tadi, kalau dia terus kaya gitu, aku yang nggak suka." kata Rio.
"Aku emang nggak pernah skinship sama cowok, apalagi sampe ciuman." kata Emma.
"Dan aku kaget pas kak Alfa maksa tadi." lanjut Emma.
"Kayanya aku emang nggak nyaman relationship, jadi aku mau menjauh dulu dari dia." ucap Emma kemudian.
Rio tersenyum senang.
"Iya..." sahut Rio.
Dan kepedulian Rio pada Emma nggak cukup sampai disitu. Doa bahkan pernah di skors 3 hari gara-gara berantem dengan cowok yang jahilin Emma dengan menaruh kaca di lantai untuk mengintip ke balik rok sekolah Emma.
Rio menghajar anak itu sampai babak belur, dan akibatnya nya dia juga kena imbasnya di skors 3 hari.
Namun siapa sangka dia yang begitu melindungi Emma sekarang justru paling membuatnya terluka, dia lecehkan gadis itu sampai trauma dan depresi.
Kini Rio harus pasrah menerima nasibnya mendekam di balik jeruji besi bersama rekannya yang lain.