Pagi ini Emma sudah selesai bersiap-siap dan duduk di kursi depan menanti Alya, yang juga menjadi perwakilan dari Assembly B, dari pembekalan kemarin yang harus dia persiapkan pagi ini adalah, masker, kacamata, jaket, bekal makan seadanya, dan minuman dengan kemasan botol plastik.
"Dah ayo mbak..." ucap Alya, dia melihat ke arah jam yang menunjukkan jam setengah 6 pagi ini.
"Yukkk..." ucap Emma.
Mereka berdua berjalan meninggalkan kos menuju titik kumpul di depan pabrik.
"Jadi inget jaman mahasiswa gak sih mbak kaya gini?" tanya Alya.
"Iya Al... tapi aku dulu gak pernah ikut turun, gak dibolehin sama papa, ya kamu tau kan papa aku aparat hahahhaa beda jalur sama aku." jawab Emma.
"Oh iya mbak ya.. terus ini nanti kalau papa mbak Emma lihat gimana?" tanya Alya.
"Udah... bodo amat, sekarang mah udah tua, nggak mau terus diatur Al..." jawab Emma.
"Di line Mbak Emma berapa. orang perwakilan mbak?" tanya Alya.
"Cuma aku aja, yang lain kata mak ku, sayang buat ngejar output, kalau aku kan nggak penting-penting amat heheheh." jawab Emma.
"Kalau di Assy kamu Al?" Emma balik bertanya.
"Ada tiga orang mbak, dan tiga-tiganya bagian Roughing kaya aku gini, ya emang kalau ngerjain Zanvara sendal gini, kami jarang kepake mbak hahahha." jawab Alya.
"Fix... yang turun hari ini adalah kita yang gak begitu penting di line ya nggak." ucap Emma, disambut tawa mereka berdua.
"Iya mbak bener banget jahahhahaha" sambut Alya.
"Btw Al..." bisik Emma.
"Apa mbak?" tanya Alya penasaran, dia menautkan alisnya menanggapi pergantian nada bicara Emma yang tiba-tiba serius.
"Kamu tau nggak kemarin pas aku balik biker id card?" Emma membuka pembicaraan.
"Iya kenapa mbak, oh iya ya kemarin kan id card mbak Emma ketuker sama punya mbak Seah ya, terus terus gimana, pas ambil id card, kenapa mbak?" tanya Alya.
"Kemarin kan aku ambil dianterin mas Angga Al..." jawab Emma.
"E... cieeeee udah makin jelas nih mau dibawa kemana?" potong Alya.
"Ssstt... bukan itu Al, aduh kamu nih..." sahut Emma.
"Oo iya iya mbak udah lanjutin lagi." kata Alya.
"Jadi pas aku baru masuk tuh di kamar Mbak Ines ada sepatu cowok." bisik Emma.
"Iiihhh masa sih mbak, tapi Dila bilang dia juga pernah kok dia lihat mbak Ines masukin cowok ke kamarnya." ucap Alya.
"Masa sih? berarti yang kemarin bukan yang pertama kalinya dong?" tanya Emma pada dirinya sendiri.
"Bukan mbak." sahut Alya.
"Mbak Emma tau mereka ngapain?" tanya Alya.
"Ya aku sih penasaran, soalnya aku denger suara ranjang berderit gitu, tapi aku mau ngintip sama Angga nggak boleh, katanya polusi visual." jawab Emma.
"Mas Angga bilang gitu? berarti mereka di dalam emang gituan. Diiihhh berani bener sih Mbk Ines." sahut Alya.
"Sebenarnya mau aku laporin Al, tapi ditahan sama Mas Angga, katanya BLA BLA BLA... ya udah aku nurut aja, tapi Al... gimana kalau kita bertiga, aku, kamu Dila, ngajak diabicara baik-baik, kalau masih. asusila di kos, bakalan kita laporin." usul Emma.
"Okke mbak ntar malem, habis acara kita pulang ini, langsung kita hadepin si Ines sialan." ucap Alya.
"Tapi dia masuk malam Al... satu shift sama Seah." potong Emma.
"Ohhh iya mbak aku lupa. Terus kapan dong?" tanya Alya.
"Hari Minggu aja, kalau dia pulang kerja masuk malam kan nggak mungkin langsung cabut. Kamu nggak lembur kan hari Minggu?" tanya Emma.
"Enggak kok mbak... free pokoknya Zanvara aku banyak free nya ekekekekk." tawa jahat Alya.
"Sama sih Al, aku juga kok, ya kalau aku sih tiap hari banyak gak gunanya Al... ahahahha" ucap Emma.
"Waduuh kalau mbak Emma mah elemen penting di line, btw mbak ini nanti kita menuju gedung DPRD, naik apa?" tanya Alya.
"Pada naik motor deh kayanya." jawab Emma.
Mereka berdua sudah berada di titik kumpul, dan ramai sekali, setelah mendengarkan penjelasan singkat dari ketua PUK mereka mulai bersiap berangkat.
"Emma kamu berangkat sama siapa?" tanya Angga. Yang tiba-tiba muncul di belakang mereka berdua.
"Nggak tau mas... belum dapat tumpangan sih." jawab Emma.
"Ya udah sama aku aja." ucap Angga.
"Lahhh terus aku gimana?" tanya Alya.
"Bentar ya aku cariin temenku." kata Angga.
"Di... kamu dimana?" Angga berbicara pada seseorang melalui hp nya.
"Aku nggak masuk titik kumpul, aku nunggu diperempatan." jawab Diaz.
"Kamu bawa siapa?" tanya Angga lagi.
"Jangan ngece deh, emang aku bakalan bawa siapa?" sela Diaz.
"Oo ya udah... tungguin disana bentar habis ini aku kesana, aku bawain temennya Emma." ucap Angga.
"Ehhh serius... cantik nggak?" tanya Diaz.
"Duh... ya nanti kamu lihat aja sendiri." Angga mematikan teleponnya.
"Udah beres, nanti sama temen aku, tapi kita ke tempatnya boncengan 3 dulu nggak papa ya." kata Angga pada Alya.
"Iya mas... nggak papa, makasih ya." ucap Alya.
"Makasih..." ucap Emma juga.
"Iya..." jawab Angga.
"Dia... mas Skiving yang diceritain mbak Seah kemarin mbak?" tanya Alya.
"Iya Al... aku juga nggak tau kapan dia datang tiba-tiba nongol aja." bisik Emma.
"Ya udahlah mbak nggak papa, malah aman kan kalau ada yang bonceng kita, soalnya kalau harus naik motor sendiri aku juga takut mbak, jalanan di sana kan penuh kontainer gede-gede." ucap Alya.
"Iya sih Al... lagian juga kita udah nyampek sini desek-desekan masa mau pulang lagi ambil motor." ucap Emma.
"Nahh iya itu mbak, mager juga." kata Alya.
Setelah selesai penjelasan yang ditinggal ngrumpi sendiri oleh Emma dan Alya, akhirnya pihak perusahaan melepas perwakilannya denga doa bersama, semoga selamat tak ada yang terluka satupun.
"Ayo naik..." ucap Angga setelah mengambil motornya dan menghampiri dua gadis berjilbab, yang masih asyik ngobrol itu.
Setelah Emma naik baru Alya yang naik. Angga membawa mereka berdua berzigzag untuk bisa sampai di titik Diaz.
"Nahh tuh dia..." ucap Angga, setelah meminggirkan motornya. Alya turun kemudian menuju sosok yang dituju Angga.
"Alya?" tanya Diaz pada Angga.
"Kamu udah kenal?" Angga balik bertanya.
"Ya kan aku sama dia satu Assy." jawab Diaz.
"Hehehhe iya mas..." ucap Alya.
"Oalahhh..." gumam Emma.
"Yaudah yukk..." ucap Diaz dengan senang hati, tau kalau Alya ikutan turun ke jalan sudah pasti dari pagi dia jemput di kos nya."
"Ehh hati-hati lu bawa anak orang." pesan Angga.
"Siappp..." ucap Diaz.
Setelah memutar balik motornya, Diaz mempersilakan Alya untuk naik. Kemudian mulai melaju seiring karyawan lainnya.
"Kamu udah izin papa kamu?" tanya Angga, sambil memakaikan helm pada Emma.
"Hehehe aku nggak izin mas, ya mana boleh lah aku ikutan." kata Emma.
"Iya juga sih... yaudah nggak papa semoga papa kamu nggak lihat putri nya mbangkang." sahut Angga tersenyum.
"Hehehe iya mas..." ucap Emma.
"Kayanya papa juga tugas disana deh." lanjut Emma.
"Oh ya?" tanya Angga.
"Iya mas... yaudah lah nggak papa, nanti kita say hi bentar ya." ucap Emma.
"Okke..." jawab Angga.
Sementara itu mereka mulai keluar dari area kawasan industri area berikat. Banyak sekali kontainer pengangkut segala komoditas yang berjalan lambat karena kelebihan muatan dan kondisi jalanan yang ramai, ditambah banyaknya pendemo yang turun kejalan hari ini, bukan cuma kaum buruh melainkan mahasiswa dan pelajar STM.
"Mas Diaz... aku boleh pegangan ta?" tanya Alya.
"Ya boleh Al... emang kenapa?" tanya Diaz.
"Aduuhh aku ngeri tau lewat diantara kontainer kaya gini, takut jatuh kelindes udah pasti lewat tuh." jawab Alya, dia menyusupkan tangannya pada saku hoodie Diaz.
"Husshh jangan ngomong gitu, ini aku udah hati-hati banget kok." kata Diaz.
"Hehe iya mas..." jawab Alya.
"Aku kok nggak tau sih kalau kamu ikutan Al?" tanya Diaz.
"Iya mas dadakan sih... aku akhir kerja baru ngomong ke bapak, kalau aku mau ikut, karena mbak Emma ikut sih hehhehe." jawab Alya.
"Emang kamu satu kos sama Emma." tanya Diaz.
"Iya mas aku satu kos sama mbak Emma." jawab Alya.
"Berarti satu kos sama Ines juga dong?" lanjut Diaz.
"Iya mas... oh iya juga sih aku hampir lupa, cowok di pabrik mana ada yang gak kenal mbak Ines hahaha." ucap Alya.
"Lohhhh jangan salah paham Al, aku cuma kenal aja nggak pernah deket kok, apalagi pakai jasanya." kata Diaz.
Alya mengernyit kan dahinya, jasa maksudnya apa? terus kenapa Diaz sibuk bikin klarisfikasi pada nya.
"Maksudnya jasa apaan mas?" tanya Alya.
"Kamu nggak tau? apa pura-pura nggak tau?" Diaz balik bertanya.
"Beneran nggak tau mas, apaan sih, mbak Emma juga nggak tau." kata Alya.
"Dia kan open BO, buat cowok-cowok pabrik, mau aja tuh di bawa ke hotel murahan yang penting dapat duit." jelas Diaz.
"Haaah...." Alya melongo mendengar penuturan dari Diaz barusan.
"Pantesan kemarin kata mbak Emma, dia lagi mantab-mantab tuh di kos." kata Alya.
"Waahhh parah... nggak modal banget tuh cowok." kata Diaz.
"Hehehe iya mas, mau enaknya aja." ucap Alya.
"Btw Al... kenapa nggak digerebek?" tanya Diaz.
"Kata mbak Emma sih, untuk saat ini yaudahlah, tapi sekali lagi dia asusila di kos bakalan di bikin rame." jelas Alya.
"Iya... kalau nggak dikasih pelajaran ya nggak bakalan kapok Al." sahut Diaz.
"Kamu nggak bawa jaket Al?" tanya Diaz kemudian.
"Enggak mas, udah pakai baju panjang kok." jawab Alya.
"Yaelah... ini udah aku hujan juga, bisa-bisa kena flu kamu." sahut Diaz.
"Haduuhh yang ada flu yang takut sama aku." sela Alya.
"Tenang aja mas aku tahan banting kok." lanjutnya.
"Haduuh ya udah.. Al terserah kamu..." ucap Diaz geleng-geleng kepala.
Mereka sampai di titik demo. Para mahasiswa dan pelajar STM memadati halaman depan gedung DPRD. Melihat para karyawan yang baru saja datang, mereka membuka jalan untuk mempersilakan para buruh mengambil tempat di barisan depan.
Setelah memarkir motornya, Angga dan Diaz mengedarkan pandang melihat segala situasi dan kondisi yang penuh sesak.
Tiba-tiba sosok polisi berpakaian lengkap mendekat.
"Emma..." sapa papa Emma.
"Pa... maaf Emma nggak izin dulu, tapi inshaallah aman kok pa..." jawab Emma gelagapan.
"Aman gimana... kaya gini kamu bilang aman..." bentak papa Emma.
Alya mengambil ponselnya untuk merekam momen di depannya.
"Maaf pa... Emma tau kok papa menjalankan tugas, tapi Emma juga menjalankan tugas, Emma mewakili teman-teman Emma... kaum buruh, menyuarakan penolakan kami terhadap undang-undang cipta kerja pa." kata Emma. Papa nya hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Tanpa mendengar papanya lebih marah lagi, dia bergegas mencium tangan papanya kemudian menarik Alya untuk menjauh dari tempat papa nya berdiri.
"Angga... kamu tau sendiri kan keras kepalanya dia kaya gimana? om nitip Emma ya, kalau bisa jangan sampai misah kalian." ucap papa Emma pada Angga juga Diaz.
"Iya om... yaudah Angga kejar Emma sama Alya dulu ya om..." pamit Angga sambil mencium tangan papa Emma.
"Iya... hati-hati kalian ya." pesan papa Emma.
"Baik om..." sahut mereka berdua.
"Itu tadi... calon mertua?" tanya Diaz.
"Iyaa.. itu tadi papa nya Emma." jawab Angga.
"Enak banget udah dapat kartu dari camer..." sindir Diaz.
"Enak gimana... orang tuanya sih iya, lah Emma nya susah banget di dapetin, masa iya aku nikah sama orang tuanya." sahut Angga.
"Yahhh usaha dong..." sahut Diaz.
"Udahh... emang kamu pikir aku masuk gedung terbakar demi apa..." kata Angga.
"Emang Emma udah terlanjur tau aku itu bobrok ya udah, mau gimana lagi." tambahnya.
"Sabar Bro... setidaknya kamu ada yang diperjuangkan, lah aku... boro-boro..." ucap Diaz.
"Lahhh Alya tadi." Sahut Angga.
"Oh iyaaa... Dia kan juga jones, berkali-kali ditinggal nikah sama cowoknya." kata Diaz.
"Ya udah pepet aja siapau tau jodoh kan..." Kata Angga
"Iya juga sih... Btw mereka berdua kemana tadi?" tanya Diaz.
"Ehhh tuh di sana tuh, kejar yuk yuk, sebelum kedesek-desek Ama yang lain."
Setelah kurang lebih satu jam mendengarkan orasi, menyampaikan suara namun pihak DPRD masih belum mau menemui mereka, belum mau mempersilahkan perwakilan dari mahasiswa maupun buruh untuk masuk dan menyampaikan pendapat atau paling tidak mendengarkan pendapat para rakyat, membuat mahasiswa merangsek maju dan menjebol gerbang gedung DPRD. Masih ada pagar betis dari kepolisian di dalam.
"Perempuan di tengah .... Perempuan di tengah..." Teriak seorang Presma.
Angga juga Diaz melingkarkan tangannya pada kedua wanita nya, mereka sebisa mungkin menahan diri dari desakan para pendemo di belakang. Masa semakin rusuh menyusul aksi lempar batu dari pelajar STM kepada petugas barikade. Sementara itu Papa Emma berusaha sebaik mungkin menemukan keberadaan putrinya, matanya meneliti setiap perempuan berjaket merah.
"Luncurkan water canon, mereka semakin beringas." perintah komandannya.
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat papa Emma mulai mengoperasikan penyemprotan water Canon yang menjangakau hingga 50 meter, desifektan bersifat asam juga gas airmata mulai menyerang para demonstran akibatnya mereka membubarkan diri dengan sembarang arah. Angga mendekap da mengamankan Emma kebalik jaketnya.
"Yas... Ikuti aku sekarang." ucap Angga pada Diaz.
"Siap-siap..."
Diantara guyuran water Canon kesegala arah. Angga memilih dan mencoba mencari jalanan yang lebih aman agar tidak tertabrak oleh pendemo lainnya. Namun langkahnya ternyata terhalang oleh gas airmata yang tiba-tiba terjatuh di depan mereka.
"Emma..." Angga menariknya lebih dalam kemudian mengajaknya berjalan tempo cepat dari sana.
Setelah berhasil keluar dan bergabung lagi pada kelompoknya, mereka sangat lega. Alya terlihat menutup mata sambil menyembunyikan wajahnya diatas lutut.
"Al... Kamu nggak papa?" Emma menepuk bahu Alya.
"Aduh mbak perih banget wajah dan mataku, tadi sempet kena gas airmata." jawab Alya.
"Ehhh lu gimana sih, bukannya aku bilang hati-hati jagain perempuan..." ucap Angga pada Diaz.
"Ya soalnya aku nggak sempet dan nggak bisa neglindungin dia kaya kamu Ngga.. aku pakek Hoodie." ucap Diaz panik.
"Duuhh kamu sih... Cariin air bersih biar Alya bisa cuci muka." ucap Angga.
"Alya... Ini aku bawa air putih kok tadi, kamu cuci muka dulu gih." ucap Diaz pada Alya.
"Ohh iya mas makasiihh..." balas Alya..
Melihat Emma yang mengigil karena pakaiannya basah, akhirnya Angga memutuskan untuk menyudahi aksi mereka.
"Yas... Kita antar mereka aja pulang duluan, kasian kedinginginan basah semua." ucap Angga.
"Iya... Toh mereka nggak bakalan keluar hari ini, Paling juga Presma yang disuruh masuk ke gedung." ucap Diaz.
Setelah membantu Alya berdiri Diaz menggandengnya menuju tempat parkir semula. Kemudian memutar motornya untuk pulang, banyak demonstran lain yang juga menyudahi aksinya