Emma baru saja sampai dia langsung duduk di tempatnya, setelah merapikan jilbab nya dia mulai mengambil papersheet untuk kerja hari ini.
"Mika... Dari lawan shift ada note apa?" tanya Emma.
Mika hanya menggedikkan bahu dan berlalu begitu saja.
Emma lantas mencari di buku nya, namun memang tidak ada catatan di sana. Akhirnya dia menyusul kemana Mika pergi, yang ternyata berkumpul dengan rekan-rekan nya yang lain.
"Mik... Nanti tolong ambil pump yang udah di molding di Rio ya!" pinta Emma, karena dia sendiri tidak senyaman dulu jika berada di samping Rio.
"Emang mbak Emma terlalu sibuk sampe gak bisa ambil sendiri?" ketus Mika.
Mendengar jawaban Mika barusan, Emma sangat kaget, tidak biasanya dia seperti itu.
"Oh ya udah nggak papa aku ambil sendiri." ucap Emma kemudian.
"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Emma kemudian.
Namun bukannya menjawab Mika justru memalingkan wajahnya dan bercengkerama dengan lainnya.
"Ehh tuh anak kenapa sih, lagi PMS, amit-amit jabang bayi, ketus banget deh." bisik Ulfa sambil mengelus perutnya.
"Nggak tau juga fa, dari tadi sinis banget ke aku, aku juga nggak ngrebut cowoknya dia kan, orang aku udah punya suami." kata Emma.
"Lahh iya, kamu nggak ada masalah sama dia, dia aja yang ada masalah sama kamu. Terakhir kalian berantem ya? Apa kamu terlalu nekan dia?" tanya Ulfa.
"Nggak deh Fa... Orang aku justru manjain dia kok, karena udah aku anggap adik sendiri, apapun sebisa mungkin aku kerjain sendiri, harusnya kalau dia ada masalah dia jelasin ke aku, biar aku tau letak kesalahan aku dimana." kata Emma pada Ulfa.
"Namanya juga bocil. Dahlah... Ntar juga sembuh sendiri." hibur Ulfa.
"Tapi suasana kerja jadi gak enak Fa." ungkap Emma, memang benar sih jika pekerjaan satu divisi tidak sejalan akan berantakan.
"Ya emang sih, ya habis mau gimana lagi, kamu ngotot nanya dia pun nggak akan ngaku." ucap Ulfa.
"Jadi nggak enak sendiri aku fa, takut emang salahnya di aku." ucap Emma.
"Dahlah jangan baperan. Ntar juga kalau udah reda dia bakalan cerita sendiri." ucap Ulfa sambil menepuk-nepuk bahu Emma.
"Emm... Ambilin conform!" perintah Azizah bersiap untuk briefing hari ini.
"Artikel berapa?" tanya Emma.
Belum sempat Azizah menjawab pertanyaan Emma, Mika langsung menyambar conform diatas meja dan menyerahkan pada Azizah.
"Gercep kamu Mika." kata Azizah bernada pujian.
Mika hanya tersenyum dengan paksa dan melirik ketus kearah Emma.
"Hari ini kita kerja artikel 2163, bentuk nya kaya gini, jahitannya lumayan banyak nih pump, banyak variasinya. Emma sama Mika standby benang ya." kata Azizah yang disambut anggukan kepala keduanya.
"Ulfa kamu tetap bantuin Farida pasang Accesories, oh iya btw kamu udah masuk cuti?" tanya Azizah.
"Udah mak... Minggu ini terakhir masuk, Minggu depan udah Babay kalian semua." ucap Ulfa.
"Hmm sedih, siapa dong temen aku lagi." ucap Emma pada Ulfa.
"Duuhh jangan cengeng please Emm, kita tetap bisa chat dan video call. Doain lancar sayang ya." ucap Ulfa pada Emma.
"Ntar kasih tau ya, aku bakalan kesana sama mas Angga." bisik Emma.
"Siippp..." ucap Ulfa.
"Oh iya Emm, di tempat Rio ada pump kan, kamu ambil biar kita bisa output di jam pertama." kata Azizah.
"Iya Mak.." jawab Emma.
"Yaudah kamu berangkat sekarang aja, di sana udah pasti selesai kok briefing nya!" perintah Azizah.
"Iya Mak..." patuh Emma.
"Ehhh ada enam pasang loh Emm kata mbak Nila tadi. jangan sampai ada yang ketinggalan lumayan kita bisa dapat 10 di jam pertama, sambil nunggu Farida sama Ulfa pasang Acc." ucap Azizah.
"Okke siap... Udah nggak ada lagi nih? Aku berangkat sekarang ya?" Emma memastikan sekali lagi.
"Nggak ada, kamu berangkat aja, nanti aku telpon kalau butuh sesuatu." ucap Azizah.
"Okke.." jawab Azizah.
Emma pun berangkat ke gudang tempat Rio molding.
"Rio ada pump tinggalan dari lawan shift ku nggak?" tanya Emma begitu mendekati tempat molding Rio.
"Ehhh Emma... Kamu kerja size berapa?" tanya Rio.
"Selalu 37..." jawab Emma.
"37 ada tuh dikeranjang pink, berapa pasang tadi ya, 5 kalau nggak salah." tunjuk Rio kearah keranjang pink di sampingnya.
Emma lantas mendekat dan mengeceknya.
"Kok cuma ada 5 pasang Yo, kata mbak Nila 6 pasang loh?" tanya Emma.
"Nggak tau Emm, coba kamu liat barangkali masuk ke keranjang lainnya." jawab Rio.
Emma mengecek tiap keranjang satu persatu, namun dia nggak menemukan Pump nya.
"Kok nggak ada ya?" ucap Emma kemudian.
"Kamu tanya Azizah ada berapa tadi pump nya, siapa tau emang 5." saran Rio.
"Coba deh aku telpon." ucap Emma. Dia lantas mengeluarkan benda pipih dari saku apronnya kemudian menelpon Azizah leadernya.
"Iya ada Emm?" tanya Azizah dari seberang yang sibuk membantu finishing di depan.
"Mak tadi mbak Nila ninggalin berapa upper sih, disini cuma ada 5 pasang aku cari-cari nggak ada lainnya size gede semua. Nggak mungkin keselip." jelas Emma.
"Masa sih Emm.. yaudah bentar ya aku telpon Nila dulu." ucap Azizah mematikan panggilannya.
"Gimana? jadi berapa?" tanya Rio.
"Belum tau masih mau konfirmasi dulu ke mbak Nila." jawab Emma.
"Yaudah kamu tunggu aja dulu disini. Daripada bolak balik nanti." saran Rio.
"Iya..." jawab Emma.
Dia masih berdiri di sebelah keranjang tadi dan menyaksikan Rio bekerja.
Tidak berapa lama, ponselnya kembali berdering, ada panggilan masuk dari Azizah.
"Gimana Mak?" tanya Emma.
"6 Emm.. mbak Nila sendiri yang bawa kesana." jawab Azizah.
"Kamu cari dulu aja deh, balik lagi kalau udah lengkap, bisa berabe nih kalau upper ilang." kata Azizah.
"Yaudah deh kalau gitu aku nyari dulu, mungkin udah keselip masuk gudang." pamit Emma.
"Beneran 6?" tanya Rio.
"Iya Yo, yaudah aku ke gudang setengah jadi dulu ya, mungkin udah kebawa kesana." pamit Emma.
"Iya... Mau aku bantuin?" tanya Rio.
"Udah nggak usah repot-repot, kamu juga lagi kerja kan." kata Emma.
"Enggak maksudnya biar aku minta tolong Erik buat ngecek in." kata Rio.
"Yaudah nggak papa." jawab Rio.
Rio kemudia menelpon Erik.
"Rio tolong bantuin Emma nyari pump yang nyasar dong, kamu nggak ada kerjaan kan." kata Rio.
"Nggak ada kok, ini masih nunggu kiriman boots nggak ada yang masuk sampe sekarang." jawab Erik.
"Yaudah Emma kesitu sekarang ya." kata Rio.
"Skuyylah... Gabut juga nih daritadi nggak ngerjain apa-apa." jawab Erik.
"Yaudah... thanks ya." ucap Rio.
Rio mematikan sambungannya kemudian memberitahu Emma untuk ke gudang sekarang.
"Tenang aja aku cariin bantuan buat nyari kok Em." ucap Rio.
"Okke makasih, kalau gitu aku berangkat sekarang ya." pamit Emma sambil membawa keranjang pink tadi.
Sampai di gudang Emma sudah di sambut Erik.
"Kamu Emma?" tanya Erik.
"Iya." jawab Emma.
"Okke Rio udah cerita tadi, btw kamu pacarnya Rio?" tanya Erik.
"Bukan... Hehhee temen sejak sekolah." jawab Emma.
"Oh aku pikir kamu pacarnya Rio, soalnya dia nggak pernah nyampur ke kesibukan orang lain kalau itu bukan orang yang dia peduliin." kata Erik.
Emma hanya tersenyum.
"Iya dari jaman sekolah dia udah ngajakin pacaran, tapi aku nggak mau, ya bukannya apa-apa, tapi ngerubah status dari sahabat ke pacar itu susahh, dan kalaupun putus semuanya tak akan lagi sama, aku sayang dia sebagai sahabat, dan nggak akan berubah sampai kapanpun." jelas Emma.
"Aduuh sakit banget anjir..." kata Erik sambil tertawa.
"Btw... Kamu kerja size berapa, pump yang gimana sih?" tanya Erik kemudian.
"Size 37 doang, pump yang kaya gini nih." jawab Emma sambil menunjuk pump di keranjang nya.
"Ohhh di sana." tunjuk Erik.
Dan mereka berdua terus mencari, hingga kurang lebih 15 menit akhirnya Erik menemuka sepasang upper yang belum tertempel QC pass.
"Nih Emm... Belum ada QC pass nya." kata Erik sambil menyerahkan sepasang upper itu pada Emma.
"Wahh iya bener nih, makasih banyak ya Rik, akhirnya bisa pulang juga." ucap Emma.
"Okke." jawab Erik.
"Yaudah aku balik ya, sekali lagi makasih banyak." ucap Emma.
"Iya okke..." ucap Erik.
Emma yang baru saja keluar dari gudang berpapasan dengan Angga yang baru saja kembali dari toilet.
"Mas..." sapa Emma.
Angga tersenyum sambil mengusap puncak kepala Emma dan terus melanjutkan jalannya.
"Kalau boleh ngebucin... Cuma mau bilang, ganteng banget suami ku ya Allah." ucap Emma dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.
Lalu dia menoleh kearah Rio yang ternyata mengamatinya dai balik mesin molding, Emma tersenyum sambil menunjukkan uppernya.
"Thanks ya." ucap Emma.
Rio mengangguk dan membalasnya dengan senyuman.
Lalu dengan perasaan lega dia kembali ke line nya. Disana sudah ada Azizah yang menanti.
"Gimana Emm? Ketemu?" tanya Azizah.
"Ada kok Mak, nih udah lengkap." jawab Emma sambil menyerahkan keranjang itu pada Azizah.
Azizah lalu memeriksa pekerjaan dari lawan shift itu.
Sementara Emma duduk di tempatnya.
"Lama banget ambil upper doang, mbak Emma banyak topik ya, yang dibicarain sama mas Rio?" sengit Mika.
"Hah.." gumam Emma.
"Tunggu-tunggu.. kamu cemburu sama aku? Kamu pacaran sama Rio, dan kamu cemburu sama aku? karena apa Mika? kamu tau aku udah nikah, dan aku sama Rio itu cuma temen." kata Emma akhirnya bisa menyimpulkan.
"Hmm cuma temen ya... emang cocok sih temenan pezina sama-sama pezina." kata Mika.
"Mika... Maksud kamu apa sih, aku salah apa coba sama kamu, kok kamu dari pagi Loh sensi ke aku." ucap Emma.
"Emma... Kamu tali upper yang udah ok di depan ya." kata Azizah, tak sengaja dia mendengar perdebatan itu. Dan menurutnya Mika sudah sangat keterlaluan dengan ucapan nya barusan.
Dengan wajah lelahnya Emma akhirnya berjalan kedepan untuk melakukan perintah Azizah.
"Mika... Kamu ada masalah apa sih sama Emma?" tanya Azizah.
"Bukan apa-apa kok Mak." jawab Mika.
"Bukan apa-apa gimana? Kamu udah keterlaluan loh ngomong kaya gitu ke Emma. Dan semua pasti ada sebabnya." ulas Azizah.
"Buka urusan Mak kok, tenag aja." ucap Mika.
"Apa?? Semua yang terjadi di line ini itu jadi urusan saya. Sejak kapan kamu berubah kaya gini, ohhh apa ini kamu yang sebenarnya." kata Azizah.
"Mak kok cenderung ngebelain mbak Emma sih, padahal kan nggak tau masalahnya apa." kata Mika tidak suka.
"Kamu nggak suka? Saya lebih nggak suka cara ngomong kamu sama Emma. Kamu juga nggak ngerti kan kalau Emma di sana lama karena nyari upper yang hilang di gudang." kata Azizah agak kencang hingga memicu perhatian lainnya.
"Kamu minta maaf sama Emma kalau masih mau ada di team saya!" perintah Azizah.
"Hahhh apa, lebih baik aku resign dari pada harus minta maaf sama dia." kata Mika.
Azizah tak mampu lagi bicara, karena mengingat bahwa Mika adalah keponakan dari Bu Isna.
Emma yang memperhatikan mereka dari jauh lantas kembali mendekat.
"Udahlah Mak... Ya mungkin emang aku yang salah." ucap Emma.
Azizah hanya menggeleng kan kepala, dia menepuk bahu Emma sambil membawa keranjang itu kedepan untuk di output.
"Yaelah Mik Mik... Emang kamu baru tau, kalau dia cuman menang cantik doang, aslinya ya emang gitu deh, pezina." ucap Rere menambah suasana makin panas.
Emma yang semula hendak pergi kedepan untuk menyelesaikan tugasnya, berhenti berjalan dan menatap Rere.
"Maksud kamu apa? Aku bukan pezina, dan aku nggak pernah sekalipun berhubungan sama laki-laki yang bukan suami aku, ohhh iya aku pikir kamu ngomongin aku, ehhh ternyata lagi ngereview diri sendiri ya." kata Emma.
Dan Ulfa yang sedang asyik memasang Accesories langsung bertepuk tangan pada jawaban Emma.
"Halahhh jangan sok suci kamu Emm... Emm, lama kelamaan tanpa kami berusaha melakukan apapun kedok kamu juga bakalan kebongkar, udah jangan munafik, ntar kalau aib kamu kebongkar malu yang to the Bone, malu sama jilbab." kata Rere.
Emma semakin emosi.
"Jangan bawa-bawa jilbab." kata Emma.
"Kenapa? Malu?" tanya Mika.
"Aku nggak ngerti sama kalian berdua." kata Emma.
"Udahlah Emm... Biarkan anjing menggonggong." kata Farida.
"Nahhh tulll..." tambah Ulfa.
"Aku pergi ke toilet bentar ya." pamit Emma.
"Jangan nangis... Tegakkan kepalamu putri, nanti mahkotamu jatuh." pesan Ulfa.
Dan benar saja, Emma bukannya ingin buang air kecil, dia hanya ingin menangis. Sebisa mungkin dia menahan nya dari tadi.
"Mereka kenapa sih, apa salah ku? Perasaan aku nggak pernah bikin masalah deh sama mereka. Gitu banget ya Allah." ucap Emma, dia tak sekuat aksinya tadi didalam.
Dan pada akhirnya, dia lebih memilih diam dan mengerjakan semuanya sendiri dari pada meminta bantuan Mika, bukankah sebelum Mika hadir dia sudah biasa sendiri.
Dan saat jam istirahat tiba, Emma berjalan menghampiri Angga yang sudah menantinya di lorong depan gedungnya.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Angga.
"Hah... Emang aku kenapa, nggak papa kok mas." jawab Emma.
"Bohong banget, udah kamu itu nggak bisa bohong, jangan bohong ke aku. Kenapa? Dimarahin Jijah?" tanya Angga.
"Enggak mas... Ya ampun." ucap Emma.
"Mata kamu keliatan banget kalau abis nangis." kata Angga
Emma hanya menunduk.
"Yaudah nanti aja ya dirumah kamu bisa cerita." ucap Angga pada akhirnya.
Mereka berjalan beriringan menuju lantai dua tempat kantin berada. Lumayan penuh sesak.
"Mas aku nggak usah makan ya." ucap Emma yang malas mengantri berdesakan mengambil Lunchbox.
"Aku nggak ngizinin." kata Angga.
"Tapi mas.." sambung Emma.
"Enggak ada tapi, udah kamu disini aja bentar tuh berdiri di sana, dekat wastafel, biar aku yang ambilin." ucap Angga.
Emma nurut saja kemudian berdiri di tempat yang ditunjuk Angga tadi.
Dengan sabar dia menunggu suaminya selesai. Tidak lama kemudian Angga datang dengan dua buah lunchbox.
Dia menghampiri Emma, lalu menyerahkan satu Lunchbox nya untuk Emma.
Dan disaat yang bersamaan angin bertiup dengan kencang. Hingga tumpukan box di samping Emma nyaris roboh.
"Sayang awas!" ucap Angga sambil menahan tumpukan box itu.
Tangan sebelahnya masih memegang Lunchbox, dengan satu tangan saja dia menahan tumpukan itu.
Hingga ujung tato di lengan Angga nampak mengintip dari balik baju seragamnya.
Emma buru-buru mengambil lunchbox Angga dan membiarkan Angga menahan box itu dengan kedua tangan.
Setelah angin selesai berhembus, dan tumpukan itu mulai stabil, Angga melepaskannya, dia mengajak Emma duduk di suatu sudut.
"Gillaaa so sweet banget sih mereka." ucap seorang cewek.
"Iyaa .. mau juga dong punya pacar kaya gitu." tambah satunya lagi.
"Tapi... Tapi kayanya mereka udah menikah deh, tuh liat cincin boookk cincin di jari mereka sama." kata Lainnya lagi.
"Mau yang kaya dia, sangar nggak tuh ceritanya, good girl sama bad boy." ucap salah satu dari mereka.
Emma hanya mendengarkan mereka sambil membuka lucnhbox nya.
Dia melihat menunya kemudian melihat milik Angga.
"Silahkan..." ucap Angga sambil menunjuk menunya dengan dagu, mempersilakan Emma memilih yang dia suka.
"Mau buah nya aja." ucap Emma.
Angga mengambil melon yang tersaji dalam kemasan plastik lalu memberikannya untuk Emma.
"Ehhh aku ngeship mereka berdua, dari departemen mana sih?" kata yang lainnya.
"Nggak tau, aku juga, suka liat mereka." sambut lainnya.
"Yakali udah jomblo gak goodloking kaya kita cuma bisa ngimpi aja." kata lainnya.
"Mas mereka terus ngomongin kita ya?" bisik Emma pada Angga.
"Mereka siapa?" tanya Angga yang malah tidak menyadari apapun.
"Halahhh udahlah lupakan." kata Emma.
"Hmmm jadi gitu, yaudah nanti gantian kalau nanya aku jawab kaya gitu juga ah." ucap Angga.
"Ehh tuh Mika panggil sini biar gabung sama kita!" ucap Angga ketika melihat Mika baru saja mengambil lunch box.
"Jangan mas jangan." larang Emma.
"Loh kenapa? Ohhh jadi kalian berdua ada masalah." tebak Angga.
"Iya mas jadi gini..." ucap Emma memulai bercerita, namun dipotong oleh Angga.
"Udah sayang ceritanya nanti aja pas pulang, yang ada kamu nggak jadi makan tuh." ucap Angga.
"Iya udah kalau gitu." putus Emma, wajahnya kembali suram.
"Kalau aku cerita mas, mas Angga bakalan percaya nggak sih sama aku, atau malah lebih percaya pada Mika?" tanya Emma di sela-sela makannya.
"Ya tentu aja percaya sama istri sendiri lah, ada pada sih emangnya? Tentang cowok, kamu jangan aneh-aneh Lo sayang aku orang nya emosian, cemburuan pula." kata Angga.
"Tuh kan .. belum cerita juga udah diancem aja." keluh Emma.
"Hehehhe nggak ngancem sayang, cuma ngingetin aja, jangan main api." kata Angga.
"Main api... Ya kali kamu mas yang main api." sela Emma.
"Udah... Udah makan dulu." kata Angga.
***
Sampai malam tiba dan menjelang akhir kerja pun Mika sama sekali tak merubah sikapnya pada Emma.
"Emm... Jangan lupa, kasih tau anak-anak buat besok nyiapin dana, bakti sosial anak-anak panti asuhan ya." ucap Azizah.
Azizah sendiri mengurangi interaksinya dengan Mika karena dia kecewa.
Sementara Mika justru menikmati waktu luangnya buat sekedar nulis output dan main hp sembunyi-sembunyi, kadang juga pergi ke kamar mandi nggak balik-balik.
"Okke Mak..." jawab Emma.
Setelah semua pekerjaan selesai, akhirnya Emma pulang. Sambil memijit lengannya, dia berjalan keluar.
Angga sudah menanti di luar gerbang depan selalu dengan motor yang sudah siap.
"Mau makan apa?" tanya Angga.
"Terserah mas Angga kepingin makan apa, aku ngikut aja." jawab Emma.
"Yaudah tempat kita pertama kali ketemu ya. Ciee sambil nostalgia." bisik Angga.
"Iyaa... Terserah." jawab Emma tersenyum simpul.
Emma lantas naik keatas motor, dan mereka berdua melaju meninggalkan pabrik.
"Mas mas... Kita pulang aja gimana? Capek banget soalnya." jawab Emma.
"Oh gitu... Yaudah nggak papa kita pulang aja, nanti aku bikinin nasi goreng ya." kata Angga, dia mengurangi laju motornya lalu memutar balik ke arah kontrakan mereka.
"Kamu ngerjain semuanya sendiri ya?" tebak Angga.
"Iya mas... Salah aku sendiri sih, terlalu bergantung Mika, padahal dulu aku bisa nge handle semuanya sendirian, sekarang jadi kewalahan mas." Emma mulai curhat.
"Aku yakin masalahnya bukan ada di kamu deh sayang." sela Angga.
Sesampainya di kontrakan Emma langsung duduk manis diatas tempat tidur, badmood nya kembali lagi.