2. Tuan dan Pelayan

1119 Kata
"Miya." Pelayan kecil itu masuk ke kamar tuannya, ia selalu ingin protes karena namanya bukan Miya. Ia merasa teraniaya, setiap kali ia mengingatkan, tuannya akan selalu mengangguk tapi pada waktu berikutnya ia akan merubah namanya lagi. Selain Miya, ia akan dipanggil Lina, Lira, Mira dan Li/Mi lainnya. Untuk menyemangati dirinya sendiri, ia akan melihat pelayan lain, pelayan dapur yang tinggi kurus akan di panggil Parrot, pelayan yang lebih tua ia panggil Ginger, pelayan yang gemuk dia memangilnya Onion. Masih ada juga tukang kebun yang dia panggil Banana, Papaya. Atau ada juga kepala pelayan yang akan selalu dia panggil Hugo. Tidak tahu dari mana ia mendapatkan sejumlah ide memberi mereka julukan seperti itu. Setiap pelayan sudah mengingatkannya, walau kadang nyonya mereka akan bertanya nama mereka, ia akan tetap lupa untuk waktu berikutnya. Jadilah, mereka sudah terbiasa dengan nama-nama baru itu. Bahkan diantara mereka mulai mengunakan nama-nama aneh itu, yang pada awalnya hanya digunakan untuk saling mengejek. Sebenarnya perlakuan awal yang diterima Aideen ketika ia baru menempati tubuh Enofno sangat tidak baik. Dia pada awalnya tidak tahu, dia melihat para pelayan yang bibir kering dan pecah-pecah, dia kira mereka menderita sariawan, tahu-tahunya sedang menggunjingkan dia, makanya otot-otot bibir mereka menjadi kaku dan kering. Lalu dia mulai mengamati dan menemukan mereka tidak terlalu baik padanya. Hanya Miya kecil yang melayaninya dengan tulus, sehingga hampir terlihat seperti ekor Aideen, yang setia mengikutinya. Bahkan ada pelayan yang terang-terangan bersikap tidak hormat padanya. Mata-mata mereka menatap Aideen dengan cemooh. Menentang perintahnya, dan bahkan ada yang mengabaikan apa yang ia perintahkan. Karena sudah terlalu muak, Aideen meminta Hugo untuk memanggil semua pekerja. Wajahnya yang acuh tak acuh tidak bisa dibaca oleh siapapun. Para pelayan masih menganggap diri mereka lebih tinggi dari nyonya mereka, Enofno, sayang sekali yang berada di depan mereka Aideen. Dalam benak mereka, 'Yah, siapa suruh Enofno tidak disukai tuan mereka?' Bahkan bisa dibilang Tuan mereka sama sekali tidak peduli. Apalagi sejumlah media gosip sudah mengabarkan bahwa Tuan mereka sudah punya Nyonya lain diluar, yang mungkin akan menjadi Nyonya baru mereka. Jadi sikap mereka terhadap Enofno asli sangat tidak baik. Tapi mereka tidak tahu, yang mereka hadapi sekarang bukan Enofno yang terlalu sentimen dan sensitif, tapi setan jahat Aideen yang cuek dan tak mau tahu, bahkan sedikit tak tahu malu. Ia tidak akan memperhatikan gosip yang tidak berhubungan sama sekali dengannya. Ia hanya peduli dengan apa yang berhubungan dengannya, misalnya uang. Aideen menatap semua pekerja di rumah itu, lalu bertanya "Siapa kalian?" "Kami dikirim rumah tua untuk melayani Tuan." jawab salah seorang pelayan. Dia pikir dengan mengunakan rumah tua sebagai tameng, mereka bisa bertindak kasar dan tidak sopan seperti sebelum-sebelumnya. Rumah tua adalah rumah tempat tinggal orang tua suami Enofno, alias mertua Enofno. "Dan siapa saya?" tanya Aideen lagi. "Nyonya." "Ingat itu, saya masih menantu rumah ini. Kalau kalian tidak suka bekerja untukku, silahkan berkemas atau kembali ke rumah tua! Aku tidak peduli siapa kalian dan dari mana asalnya, yang saya tahu kalian bekerja untuk saya dan menerima gaji setiap bulannya dari saya. Dan saya bisa memutuskan untuk menganti kalian dengan yang baru. Jika kalian lelah melayani saya, banyak orang diluar sana yang butuh pekerjaan." katanya dengan suara datar, tapi siapa saja menjadi takut mendengarkannya. Sejak saat itu, tidak ada lagi pelayan yang berani bergosip bahkan menyindir Nyonya mereka, atau membuat keributan yang tidak perlu, juga tidak ada yang berani membantah Aideen, karena dia benar-benar mengirim pergi dua pelayan cantik yang berani berbicara balik padanya. Di grup bermainnya Aideen selalu menjadi pemimpin. Jadi ia terbiasa memerintah orang lain dan tidak ada satupun yang akan membantahnya. Ia terbiasa dengan orang lain yang melakukan apa yang dia minta. Bertahun-tahun menjadi pemimpin, ia terbiasa menjadi dominan. Dan sifatnya yang dominan itu mulai mempengaruhi bagaimana ia berada di rumah. Para pelayan merasa ada yang berubah dari perilaku nyonya mereka, tapi mereka tidak tahu tepatnya dimana perubahan itu. Dia masih Nyonya mereka yang murung, tapi memiliki sejumlah perilaku yang lebih aneh dari sebelumnya. Pelayan kecil yang dinamai Miya, mulai melayani Tuannya. Ketika Nyonya mencuci muka ia akan menyiapkan pakaian yang digunakan Nyonya untuk lari pagi. Aideen Stanley agak menggerutu, setiap kali mengunakan sport bra membuat dadanya terasa sesak. Ia menatap dua kelinci gemuk itu dengan garang. Sang Nyonya bersama pelayan lalu berjalan menuju gym. Gym rumah itu besar, lengkap, kedap suara dan dinding-dindingnya dipenuhi oleh cermin. Miya menyerahkan wireless earphone seperti biasa lalu menyetel musik ringan. Seperti biasa Sang Nyonya akan berlari sambil berbicara dengan 'temannya'. Satu-satunya yang tidak berubah, Sang Nyonya masih berhubungan dengan teman-teman yang tidak jelas. Sebelum-sebelumnya, Dia akan sering keluar kelayapan untuk bermain sampai lupa waktu dengan teman-temannya. "Tunggu, aku akan bermain bulan depan. Komputer baruku akan sampai sebentar lagi... Iya.. Aku tahu... Tentu...Wolf, kau tahu dimana membeli baju kaos yang bagus?...hmm ya, yang seperti itu... Aku tahu kau yang terbaik." Tapi, para pelayan tidak tahu. Sebenarnya Aideen Stanley sudah tidak mempedulikan teman-teman tubuh asli. Ia pikir mereka terlalu menganggu, yang hanya tahu cara mengajaknya keluar menghabiskan uang. Teman yang ia hubungi sekarang adalah mantan anggota grupnya. Salah satunya Wolf, Hubungannya dengan Wolf sudah dimulai dari Aideen masa sekolah menengah, hanya saja mereka belum pernah bertemu. Mengingat masa-masa itu, Aideen Stanley agak rindu sekolah karena ilmu mencuri pulpennya sudah mulai memudar. Dari Wolf, Aideen mengetahui banyak tempat membeli apapun yang ia ingin beli. Setelah berlari lima belas menit, Aideen akan menganti pakaiannya dengan bikini dan menuju kolam infinity yang berada di lantai dua. "Pijat seperti biasa," kata Aideen Stanley memerintah. Sebelum berenang Aideen menenangkan diri setelah sese lari paginya tadi. Miya akan menyerahkan jus padanya. Tidak buruk menjadi menantu kaya, pikirnya. "Ya, Nyonya." seorang pelayan lainnya akan memijat Sang Nyonya seperti biasa, sedangkan Sang Nyonya akan berbicara dengan temannya yang lain. "Selamat pagi juga Dolby, kau tidak menemui pasien... Benar juga, aku pasienmu... Lebih tenang dari biasanya meski agak mati bosan... Memancing? Kau yakin memancing melatih kesabaran dan meningkatkan ketenangan? Tapi, Aku tidak punya pancingan... Jangan, tiga hari yang lalu kau baru saja mengirimiku anjing." Dolby, yang nama aslinya Aideen tentu sudah lupa, juga teman bermain Aideen, dia sebenarnya seorang psikolog. Dolby telah menyarankan Aideen untuk mencoba hal-hal untuk menenangkan pikirannya. Dolby maupun Wolf pernah bertanya, kenapa suaranya tidak sama di game dan di dunia nyata. Dengan santai Aideen mengatakan jika ia mengunakan aplikasi pengubah suara saat bermain. Suara asli Enofno agak lembut menggelitik hati pria, sedangkan suara asli Aideen masih agak kecil tapi tidak lembut, pada awalnya ia terkejut dan tidak terbiasa dengan suara lembut itu. Terdengar menjengkelkan untuknya. Setelah berenang selama satu jam, Aideen lalu mandi dan sarapan, setelah itu ia akan kembali ke kamarnya dan tak pernah keluar lagi sampai jam makan siang. Tidak ada yang berani menganggu nyonya mereka dan tak ada yang tahu apa yang dikerjakan Aideen di periode itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN