bc

Wanita Penjual ASI

book_age16+
4.7K
IKUTI
33.2K
BACA
love-triangle
others
goodgirl
boss
comedy
twisted
sweet
like
intro-logo
Uraian

Dia Malilah. Wanita malang yang dipaksa oleh Dimas-suaminya yang gila harta dan uang untuk menjual ASI untuk anak perempuan dari Hanan-lelaki sok bersih yang gila hormat dan suka memaksa. Apakah Malilah mampu menghadapi keduanya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Tawar Menawar
Wanita Penjual ASI DICARI! Wanita menyusui yang bersedia memberikan ASI eksklusif untuk putri saya, Arumi Nasha. Syarat utama adalah wanita yang benar-benar sehat jiwa raga, dan memang dalam masa menyusui dari seorang anak PEREMPUAN. Bagi yang berminat serius, bisa hubungi ke nomor 0852xxxx5291 untuk membicarakan maharnya. *** Sebuah pengumuman dari akun seseorang yang bernama Hanan Prasetya tiba-tiba lewat di beranda f******k Dimas sore ini. Dalam sekejap pengumuman tersebut langsung menuai react beragam dari pengguna f******k lainnya. Ada yang meninggalkan jejak love, jempol, dan ngakak. Berbagai komentar pun mulai bermunculan. Dimas yang tengah menikmati kopi hitam sambil menyesap sebatang rokok mulai tertarik untuk ikut membuka kolom komentar. "Situ sehat?" Komentar pertama yang dibacanya. Dimas terus menscrool komentar yang diurutkan dari yang terbaru tersebut "Perlu surat ijin suaminya, enggak? Mau daftar nih," Komen seseakun dengan emotion ngakak. "Modus." [Nyusuin anaknya, apa bapaknya?] Komen akum lainnya lagi dengan emotion tertawa lebar dan langsung mendapat beberapa like dari para netizen lainnya. "Aku mau daftar, tapi masih dalam masa pertumbuhan juga." "Aku mau daftar, tapi laki-laki. Gak punya ASI. Adanya monas. Gimana dong?" komen seseakun yang jelas laki-laki dengan react ngakak bertubi-tubi. Dimas menarik napas. Masih banyak lagi komentar miring lain yang masuk. Tak satupun dari komen yang masuk menunjukkan rasa simpati. Memang sekilas statusnya tergolong nyeleneh dan aneh. Pembuat status pun tidak muncul sekedar membalas komentar kembali. Wajar jika mereka menganggap pengumuman itu hanya sebuah lelucon sekedar untuk memberikan hiburan gratis bagi yang membaca komentarnya. Dimas mencoba membuka profil Si Pencari ASI sambil menyesap rokoknya kembali. Tak ada apa-apa. Terakhir mengubah foto profilnya 2 tahun yang lalu. Ah! Nampaknya hanya sebuah akun fake yang suka mencari sensasi di Dunia Maya. Tapi, ada rasa penasaran juga di hati Dimas tentang pengumuman tersebut. Tapi ia enggan ikut-ikutan masuk ke kolom komentar. Ia lebih memilih mengirim pesan melalui fitur lain yang lebih terprivasi. "Tes!" Dimas mencoba mengirim pesan melalui messenger. Dalam hitungan detik tanda centang langsung berubah menjadi foto profil Hanan Prasetya. Itu artinya .... akun tersebut aktif dan messengernya dibaca. Yes! Dimas bersorak dalam hati. Lekas ia menyalin nomor yang bisa dihubungi, dan mengirim pesan collect, karena pulsanya habis. "Saya bersedia memberikan ASI eksklusif untuk putri Anda, asal bayarannya sesuai. Tapi saya kehabisan pulsa. Kalau Anda serius, telpon saja ke nomor saya ini." Dengan perasaan harap-harap cemas Dimas menanti apakah lelaki tersebut bersedia membayar pesan collect tersebut, dan ternyata berhasil. Sms collect diterima. Tak membutuhkan waktu lama, nomor yang sudah disimpan Dimas dengan nama Hanan tadi memanggil di layar ponnselnya. Segera ia menekan puntung rokoknya ke dalam asbak. "Malilaaah! Malilah!" teriaknya sekuat tenaga. "Malilaaaah! Kamu dimana? Cepat kesini!" tukasnya tak sabar. Seorang wanita muncul dari balik tirai, sambil merapikan kain jarik di pinggangnya. Dengan langkah tertatih ia mendekati pada suaminya. "Kenapa, Mas? Kok teriak-teriak?" tanyanya seraya duduk di dekat suaminya yang sudah memasang wajah jengkel. "Lelet sekali kamu kalau dipanggil, Lila! Jalanmu seperti keong saja," hardik Dimas kesal karena baru saja Malilah mendekat, panggilannya dari lelaki bernama Hanan tadi sudah berakhir. "I-ya Mas. Ini masih sakit. Gak bisa bergerak cepat," jawab Malilah sambil meringis memegang kedua payudaranya yang membesar. Tepatnya membengkak. Baju bagian bawah kedua payudaranya nampak basah. "Mau berenti sakitnya?" tanya Dimas dengan nada kasar. Malilah mengangguk dengan wajah sedikit ketakutan. "Nih! Tadi yang nelpon ada job yang sangat cocok buat kamu yang baru habis lahiran dan ASI melimpah!" "Kerjaan apa, Mas?" tanya Malilah tak mengerti. "Ada yang lagi nyari ASI, nih. orang kaya nampaknya." Dimas kembali menyulut sebatang rokok dengan korek gas yang tak pernah jauh dari dirinya. Malilah terkesiap mendengar ucapan suaminya. "Tapi Mas, aku belum pulih. Baru dua hari, Mas. Jalan aja masih sakit rasanya." Suara Malilah terdengar menghiba. "Harus mau! Kamu harus kerja, buat ganti uang ibu yang dipakai buat persalinan kamu kemaren. Sia-sia juga ibu ngeluarin uang. Kamu lahirin anak satu aja enggak becus! Kalau anakku hidup, aku enggak keberatan bayar. Karena kamu enggak becus tadi, cari sendiri uang buat bayarnya!" geram Dimas membuat air mata Malilah runtuh seketika. Siapa ibu di dunia ini yang tidak ingin melahirkan anak dalam keadaan sehat? Dan hati ibu mana yang tidak hancur ketika anak yang ia lahirkan dengan taruhan nyawa ternyata lebih disayang oleh penciptaNya, hingga tak diijinkan untuk melihat indahnya dunia bersama meski hanya dalam hitungan jam? Dan Dimas, dengan gampangnya dia melontarkan kata-kata yang membuat perasaannya semakin hancur. "Mas! Ini sudah takdir. Bukan salahku! Aku sudah berjuang. Aku sudah mempertaruhkan nyawaku untuk melahirkan anak kita. Tapi Tuhan lebih sayang dia, Mas." Malilah tergugu dengan tubuh merosot ke lantai. Ia menangis sambil membenamkan kepala ditangan yang terlipat di atas kursi. Sakit kehilangan anak pertama mereka masih sangat basah, ditambah dengan perkataan Dimas membuat Malilah merasa hidupnya sangat tak berguna. Ponsel Dimas yang tergeletak di atas meja berdering lagi. Dimas meraih ponselnya sambil tersenyum lebar. "Nah. Ini dia. Untung orangnya telpon lagi. Sudah, diam! Aku angkat, dan kamu yang bicara. Yang tenang, bicaranya. Jangan seperti orang habis nangis. Cengeng banget sih, kamu. Makanya Tuhan enggak percaya ngasih anakmu umur yang panjang," tuding Dimas sambil melirik Malilah yang sedang mengusap pipi dan cairan bening yang mengalir dari hidungnya dengan selembar tissue. Malilah berusaha menenangkan perasaannya sejenak. Dimas sudah tak sabar. "Aku angkat. Kamu bilang bahwa kamu bersedia menyusui anaknya kalau jika imbalannya sesuai!" "Mas? Kamu serius menyuruhku bekerja sebagai pen-jual ASI untuk orang yang tak dikenal, Mas?" Mata Malilah membulat sempurna menatap suaminya. Sungguh ia tak percaya. "Heh, Lila! Ibu tadi baru saja telpon. Dia minta uangnya kembali cepat! Banyak keperluan. Aku juga enggak ada uang. Cepat angkat dan ikuti aja perkataanku! Daripada mubadzir! Gak capek juga kan, kamu mompa-mompa terus kalau lagi bengkak," Dimas menarik kasar lengan Malilah untuk berdiri. Lalu ia menempelkan ponsel yang sudah ia aktifkan loudspeakernya ke telinga Malilah. Dimas menatapnya istrinya tajam. Sengaja mengancam. "Ha-halo!" suara Malilah terdengar agak gugup. Dimas menyilang jari telunjuknya di mulut. Tangannya mengusap d**a, maksudnya menyuruh Malilah untuk bersikap tenang. Malilah menarik napas dalam-dalam, lalu menghembus perlahan dari mulut. Hal itu cukup ampuh bagi Malilah, dan menjadi jurus andalan yang sedikit menenangkan dirinya. "Halo. Benar ini orang yang bersedia memberikan ASI eksclusive untuk anak saya? Eh, maksudnya membagi ASI?" Bariton seorang lelaki yang cukup tegas dari seberang sana cukup membuat bulu kuduk Malilah meremang, hingga ia sempat terdiam. Tapi, tatapan tajam dari Dimas memaksanya untuk menjawab saat itu juga." i-ya. Benar!" Malilah meringis manakala cengkraman tangan suaminya singgah di lengannya. Tak ada jawaban dari seberang sana. Terdengar tangisan seorang anak yang sepertinya memang masih kecil. "Kalau benar-benar serius, saya boleh minta alamatnya? Saya akan datang ke sana supaya bisa berbicara langsung? Saya benar-benar butuh! Nanti saya kirimin pulsa kalau memang serius?" suara lelaki tadi berubah memelas, setelah terdengar suara tangisan anaknya. Malilah menoleh pada suaminya yang langsung mengisyaratkan untuk menerima tawaran tersebut, dengan pelototannya yang cukup tajam. "Iya! Nanti saya kirim alamat saya," jawab Malilah akhirnya pasrah. Dimas baru melepas cengkraman tangannya sambil tersenyum senang. Raut lelaki tak berperasaan itu bertambah senang begitu melihat ada kiriman pulsa masuk ke ponselnya, senilai lima puluh ribu rupiah. Lebih dari cukup untuk mengirim pesan yang hanya berisi alamat. Dimas langsung mengetik alamat rumah mereka di layar ponselnya, kemudian mengirim pesan pada Hanan sambil tersenyum. Senyumnya meredup saat Malilah masih duduk melamun di sampingnya. "Kok malah melamun di sini? Cepat mandi sana. Pake baju yang paling bagus dan rapi. Jangan sampai orangnya mundur melihat penampilanmu yang awut-awutan begini. Awas aja kalau kamu enggak segera merapikan diri!" kecam Dimas membuat Malilah kembali tertatih melangkah ke dalam sambil menangis. *** Di kursi tamu Malilah menunduk, antara malu dan pasrah setelah lelaki yang bernama Hanan Prasetya memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari Arumi Nasha. Malilah merasa sedikit risih, karena tatapan Hanan seperti sedang menguliti dirinya. Mata tajam lelaki itu seperti singgah di semua bagian tubuhnya. Dari ujung rambut, hingga ke ujung kaki. "Anaknya perempuan juga, kan?" tanya Hanan kemudian setelah selesai menelisik seluruh bagian tubuh Malilah. "Bukan Mas. Laki-laki! Tapi sudah enggak ada. Langsung meninggal. Karena itu, ASInya sangat banyak sampai tumpah-tumpah. Kalau pas banyak banget, sampe nangis-nangis kesakitan karena enggak ada yang nyedot," sahut Dimas enteng tanpa beban, membuat Hanan terbatuk kecil. "Oh, ma-af kalau begitu. Saya turut berduka atas kepergian putranya. Tapi ... benar Mbak Lila bersedia memberikan ASI eksclusivenya untuk anak saya? Dan Mas sendiri benar enggak keberatan? Saya benar-benar butuh. Anak saya tidak bisa menerima s**u formula. Bermacam merek sufor sudah saya coba. Selalu muntah. Ada yang enggak bikin muntah, tapi buang air besarnya keras banget. Ada juga yang bikin dia buang air besar melulu." Hanan berbicara sambil menatap Dimas, untuk meminta kepastian. "Tapi, ibunya kemana?" Malilah bertanya. Hanan terdiam. Seperti kurang suka mendengar pertanyaan Malilah. Dimas langsung menatap istrinya tajam. "Jawab saja dulu, benar bersedia atau tidak!" tanya Hanan agak ketus. Malilah langsung terdiam dan tertunduk. "Dia pasti bersedia, asal bayarannya sesuai!" sahut Dimas datar dan santai. "Lima juta sebulan? Cukup? Hanya menyusui?" tawar Hanan langsung. "Kurang! Jangan samakan ASI istriku dengan s**u formula, ASI istriku dari manusia, s**u formula dari sapi!" tolak Dimas sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Malilah menarik napas dalam. "Bilang aja, minta berapa. Saya kurang suka basa-basi!" Hanan memberikan kesempatan pada pihak yang menawarkan untuk menentukan harga. Rautnya mulai terlihat jengkel. "Sepuluh juta! Belum ongkos antar jemput. Dia enggak bisa naik motor sendiri," jawab Dimas membuat Malilah mendelikkan mata. Hanan berpikir sejenak. "Boleh, tapi harus siaga kapan saja dibutuhkan. Termasuk tengah malam!" Hanan mengajukan syarat. Giliran Dimas yang terdiam. "Lima belas juta! Bawa saja dia tinggal disana! Daripada aku harus bolak-balik antar. Angkot juga jarang lewat. Lagi pula kalau tengah malam, mana ada angkot." Dimas meninggikan harga lagi. Giliran Hanan yang berpikir sejenak. "Enggak masalah 15 juta, asal standby 24 jam dirumah. Tapi Mas dan Mbaknya sudah sama-sama sepakat dan yakin belum?" Hanan bertanya balik setelah beberapa saat terdiam. Malilah terhenyak mendengar tawar-menawar antar dua manusia yang nampak sama-sama tak berperasaan di depannya. Malilah merasa seperti boneka mainan yang sedang diperjualbelikan. Tak bisa ia menahan diri untuk tidak bertanya. "Kalian memperjualbelikan aku, atau ASI-ku?"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Marriage Aggreement

read
81.5K
bc

Scandal Para Ipar

read
695.1K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Dilamar Janda

read
319.8K
bc

Sang Pewaris

read
53.2K
bc

JANUARI

read
37.4K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook