Renata terdiam di ranjangnya, beberapa kali mencoba untuk tidur tetapi rasanya sangat sulit. Ucapan Lucas terus terngiang di telinganya, pria itu bilang tidak berjanji, namun entah kenapa harapan Renata menggantung setinggi-tingginya pada pria jangkung itu.
“Apa, kali ini Gue bisa berharap lebih?” batin Renata.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu menyadarkan lamunan Renata, “Masuk aja, nggak dikunci.”
Pintu terbuka, menampilkan sosok Cecylia dengan wajahnya yang terlihat sangat sedih.
“Kamu, kenapa? Mukanya kusut gitu?” tanya Renata penasaran.
Cecylia duduk di pinggir ranjang kakaknya, “Kak, Kakak punya duit nggak?”
“Kenapa? Kamu butuh sesuatu? Nanti Kakak usahakan,” ucap Renata.
Bukannya menjawab pertanyaan kakaknya, Cecylia malah menangis hingga sesenggukan. Yang mana hal itu semakin membuat Renata panik.
“Kamu hamil, ya? Cecyl, jawab Kakak!” seru Renata ketakutan.
Cecylia menggeleng ribut saat mendengar tuduhan sang kakak. “Nggak Kak. Pacar aja aku nggak punya, mau hamil sama siapa?”
“Terus, kamu kenapa? Cerita makanya, biar Kakak nggak nebak yang aneh-aneh!” kesal Renata.
Cecylia menundukkan pandangannya, ia takut menatap mata sang kakak. “Kak, anu, Cecylia anu--”
“Anu sekali lagi, Kakak sentil jidat kamu ya!” seru Renata sembari menunjukkan ekspresi garangnya yang malah terlihat lucu.
Cecylia mengangkat kepala waswas, “Cecyl, tadi minjem motor teman buat ambil tugas. Terus, tadi ada yang nyerempet motornya. Sekarang, motornya rusak. Mau nggak mau, Cecyl harus ganti. Kak, maaf,” jelasnya ketakutan.
Renata memejamkan matanya seerat mungkin, “Berapa? Berapa duit, yang harus Kakak keluarin kali ini?”
“Kak, maaf. Cecyl beneran nggak sengaja.”
“Okay Cecyl, Kakak nggak marah. Tapi tolong, lain kali hati-hati. Kita bukan orang kaya, kamu tahu itu kan?” ucap Renata sedikit kesal.
“Sekitar 2 jutaan Kak, itu aja masih bisa kurang. Biarin aku kerja Kak, buat bantu ringanin beban Kakak, ya?” bujuk Cecylia.
Renata menggeleng, “Nggak, Kakak bisa sendiri. Bawa aja motornya ke bengkel, nanti tagihannya kasih ke Kakak.”
“Makasih Kak, Maaf.” Cecylia memeluk sang kakak yang masih terduduk di ranjangnya.
Saat sedang asyik berpelukan, tiba-tiba Sergio masuk. “Kak, ada Om Lucas di depan. Nyariin Kak Ren.”
Pelukan keduanya langsung terlepas, mereka turun dari ranjang dan segera berjalan keluar untuk menghampiri Lucas.
“Kak, tumben sudah nggak sensi lagi sama itu bocah nggak waras?” tanya Cecylia penasaran.
Renata menatap sang adik dengan pandangan memelas. “Capek Ren, dia juga nggak ada kapoknya gangguin Kakak.”
“Cie... ati-ati cinta itu lama-lama!” ejek sang adik.
“Apaan sih?”
Lucas melebarkan senyumnya, begitu melihat Renata dan Cecylia muncul dari dalam kamarnya.
“Wah bidadari dan dayangnya keluar juga!” seru Lucas semangat.
“Iya, Gue tahu emang Gue secakep bidadari!” balas Cecylia dengan percaya diri.
Lucas tertawa keras, tangannya terulur menyentil jidat Cecylia. “Ngarep Lo! Kakak Lo itu yang kayak bidadari, Lo mah dayangnya.”
"Awas Lo, nggak sopan sama Gue! Nggak Gue kasih restu Lo!” ancam Cecylia sembari menunjuk-nunjuk wajah Lucas dengan jari telunjuknya.
Lucas menyatukan kedua tangannya di depan d**a. “Ampun Nyonya, kasih Gue restu sama kakak Lo dong. Tar kalo kita berdua jadian, Lo orang pertama yang bakal Gue traktir seminggu. Gimana?”
“Deal!” Keduanya bersalaman, sepakat untuk menerima tawaran dari Lucas.
“Kalian ini, apa sih?” tanya Renata heran.
Lucas menggenggam tangan Renata erat, “Ini demi kamu tahu! Ayo makan di luar, aku kemari mau ajak kamu jalan.”
Renata menatap Cecylia meminta izin dan dibalas dengan anggukan oleh adiknya. “Pergi aja Kak, biar Sergi sama aku.”
“Ya sudah, aku siap-siap dulu.”
Tidak lama setelah Renata bersiap, wanita itu segera keluar dan menghampiri Lucas yang masih tertawa dan saling melemparkan ejekan pada Cecylia.
“Ayo!” ajak Renata, yang mana membuat Lucas langsung berdiri lalu berpamitan pada calon adik iparnya.
Cecylia masih berada di tempat duduk yang sama. Menatap punggung sang Kakak bersama dengan Lucas yang kini semakin menghilang dari pandangannya.
Gadis itu menundukkan kepala, wajahnya tampak sangat sendu. “Kalo ini bikin Kakak bahagia, maka aku cuma bisa dukung tanpa berani protes apa pun. Mau gimana pun, Lucas memang sukanya sama Kakak, bukan aku.”
***
Siang semakin terik, membuat Lucas berinisiatif untuk melepas jaket yang ia kenalan untuk menutupi kepala Renata. “Panas banget, pakai aja.”
Renata mengangguk, lalu melanjutkan kegiatannya. Mengayunkan kedua kaki agar berbaur dengan pasir putih di pantai. “Pemandangannya indah banget, ya?”
“Kamu suka? Kalo suka, kapan-kapan aku cariin tempat yang lebih bagus dari ini. Mau?” tanya Lucas sembari menirukan gerakan kaki Renata.
“Ngapain, liatin aku kayak begitu? Ada yang aneh diwajahku?” Renata mengusap wajahnya pelan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin tidak sengaja ada.
Lucas menggeleng, tersenyum cerah, secerah siang hari yang sangat panas hari ini. “Nggak. Kamu lucu, kayaknya kamu lebih cocok jadi adiknya Cecylia, bukan kakaknya.”
“Apaan sih? Ngomong-ngomong, kamu nggak risih jalan sama aku? Pria seusiamu, beberapa ada yang datang ke aku. Barang kali mereka kenal kamu?” tanya Renata.
Lucas mengusap pipi Renata dengan ibu jarinya, “Kalau aku malu, kita nggak ada di sini sekarang. Berhenti nanyain sesuatu yang sudah jelas jawabannya. Aku, sama sekali nggak malu jalan sama kamu. Kita berdua sama-sama manusia.”
Tanpa sadar Renata mengerucutkan bibirnya, hingga membuat Lucas merasa gemas bukan main.
“Lucu banget sih!” pekiknya sembari mencubit bibir Renata sebelum berlari.
“Lucas! Sakit!” teriak Renata, wanita itu berlari menyusul Lucas dan berniat membalas cubitan pada bibirnya.
“Langkah kamu itu kecil banget. Sok-sokan mau ngejar aku, hahaha!” tawa Lucas terdengan keras dan lepas.
Renata melemparkan pasir putih di genggaman tangannya ke arah Lucas, “Enak aja! Kamu itu yang ketinggian. Jadi, langkahnya lebar banget. Makan apa sih kamu!”
“Ayo sini, kalo berhasil nangkep aku. Nanti aku beliin permen,” ejek Lucas sembari menjulurkan lidahnya.
“Aku bukan anak kecil! Awas ya kamu!” teriak Renata semakin mengencangkan larinya.
Terlalu asyik saling melemparkan ejekan, canda dan juga tawa. Tanpa sadar keseimbangan Lucas terganggu, pria itu terjatuh dan disusul oleh Renata yang tak siap dengan gerakan Lucas yang tiba-tiba terjatuh.
Mereka berdua bergulung dengan pasir putih di sekujur tubuhnya. Setelah berhenti, mereka berdua tertawa saat menyadari jika keduanya tengah menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar.
“Lucas, aku malu.” Wanita itu menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher yang lebih muda, hingga membuat sang empunya terkikik geli.
“Jadi pacarku aja, yuk! Dari pada udah nahan malu, tapi nggak jadian. Mau kan? Pokoknya mulai hari ini kita resmi pacaran.”