Hari tampak sudah mulai petang, namun Renata dan Lucas masih setia saling menatap di bawah indahnya langit senja.
“Aku serius, Ren. Dari awal, aku nggak pernah ada niat main-main sama kamu. Dari awal, aku emang udah nyimpen perasaan lain ke kamu,” jelas Lucas sembari menggenggam kedua tangan mungil wanita di hadapannya.
Renata menggeleng, “Enggak Lucas, aku nggak bisa. Kamu tahu kan, kerjaanku apa?”
“Bilang aja kalo kamu nolak aku, kamu jadiin itu terus buat alesan!” ucap Lucas.
Entah mendapat keberanian dari mana, Renata melepaskan genggaman tangan Lucas. Wanita itu beralih menangkupkan kedua tangannya pada wajah sang pria.
“Nggak gitu, sama sekali nggak kayak gitu! Emangnya kamu bisa, liat pacar kamu berhubungan sama pria lain. Kamu mau?” jelas Renata, mencoba untuk memberikan Lucas pengertian.
Lelaki itu terdiam, tentu saja ia tidak akan rela saat melihat wanita yang dia cintai pergi bersama dengan pria lain.
“Bahkan, nanti malem aku harus kembali kerja kayak kemarin. Cecilia butuh uang, dia rusakin motor temennya. Aku bilang kayak gini, bukan sebagai alasan aja! Kamu ngerti, kan?” sambung Renata.
Lucas menggenggam pergelangan tangan Renata, “Nanti, biar aku coba liat motornya. Sedikitnya, aku tau tentang mesin. Kalo berhasil, kamu nggak perlu kerja hari ini kan?” tanya Lucas penuh harap.
“Iya. Dan, kamu tahu tentang Jayden kan?” Renata menurunkan pandangannya.
“Iya, dia yang bakalan jadi klien tetap kamu. Dia, yang bisa ngasih kamu apa pun. Dia yang bakalan bantu kamu, saat kamu kesulitan finansial. Dia emang sekaya itu, dia adik ayahku,” jelas Lucas.
Renata terdiam, bukan itu maksudnya ia menanyakan tentang Jayden pada Lucas. Ia hanya ingin memastikan hubungan antara mereka berdua.
“Jangan bahas dia lagi, kayaknya kamu salah paham sama pertanyaanku. Bisa kita balik aja? Bentar lagi malem,” ajak Renata.
Lucas mengangguk, tangannya bertaut dan menuntun Renata untuk ia bawa menuju tempatnya memarkirkan motor.
Pria itu membantu Renata untuk naik, karena wanita itu tidak cukup tinggi untuk menaiki motor besar milik Lucas.
Setelah siap, Lucas melajukan motornya dengan santai. Sembari melihat pemandangan petang yang dihiasi lampu di sekelilingnya.
Sang pria menarik tangan Renata untuk ia lingkaran di perutnya. “Pegangan, nanti jatoh. Tadi, udah lecet kan? Gara-gara jatoh di pantai. Masak keluar mulus, pulang malah lecet?”
Renata mencubit perut Lucas pelan, “Itu kan, gara-gara kamu! Coba aja kamu nggak jatoh, pasti nggak akan nular. Pokoknya yang salah kamu, titik.”
Obrolan ringan mampu membuat suasana hati keduanya menghangat, entah mengapa Renata bisa merasa begitu nyaman dengan kehadiran Lucas.
Jika ini cinta, apa mungkin terjadi secepat ini? Sedangkan dirinya sudah lama membentengi diri untuk tidak terjatuh pada pesona siapa pun di sekeliling hidupnya. Ia sudah memiliki prinsip hidup jika sendiri akan lebih baik. Karena tidak akan ada yang menegrti tentang apa yang wanita itu mau.
“Lucas, boleh aku nyadar di punggung kamu? Aku capek banget?” tanya Renata, sembari menghela napas lelah.
Lucas tersenyum senang, “Mau, aku peluk sekalian nggak?” godanya sembari tersenyum menyebalkan.
“Nglunjak Lo!” seru Renata, membuat Lucas terkekeh pelan.
Pria itu terus mengusap punggung tangan sang wanita yang masih setia melingkari perutnya. Ia merasa bahagia sekali hari ini, akhirnya usaha yang selama ini ia lakukan membuahkan hasil. Memang benar jika mau berusaha, maka tidak akan pernah sia-sia.
Lucas tidak pernah mempermasalahkan siapa Renata. Apa pekerjaan wanita itu, rasa kecewa saat pertama kali mengetahui tentu saja ada. Namun, kembali lagi rasa cinta mengalahkan segalanya. Lagi pula, bukankah kita tidak bisa memilih mau dengan siapa kita jatuh cinta kelak?
Pria itu berkata dalam hatinya, “Hidupku nggak akan selama itu. Selagi napas masih bisa aku hela, membahagiakanmu akan menjadi opsi kedua untukku setelah orang tuaku.”
***
Hingga larut malam, Lucas masih sibuk mengutak-atik motor yang Cecilia rusakkan.
Dengan segelas besar kopi yang ia sanding sebagai temannya agar tidak mengantuk. “Ren, kalo ngantuk tidur aja duluan. Asal pintunya dibuka aja, barangkali aku butuh masuk ambil sesuatu di dalam.”
Renata menggeleng pelan, “Nggak apa, aku temenin sampe selesai.”
Sesungguhnya Lucas merasa kasihan, Renata tampak kelelahan juga matanya memerah. Namun, ia juga tidak ingin memaksa keinginan wanita itu untuk tetap menemani pekerjaan yang sedang ia lakukan.
“Lucas, nggak dilanjut besok aja? Bukannya besok kuliah?” tanya Renata.
Pria itu menggeleng, dengan wajah yang terkena oli ia menjawab, “Nanggung Sayang.”
Renata terkekeh mendengar panggilan yang Lucas sematkan pada dirinya. Sedangkan dari dalam kamarnya, Cecilia melihat bagaimana senyum kakaknya mengudara dan itu karena Lucas, pria yang selama ini sudah mengambil hatinya.
“Dosa banget, kalo sampe aku jadi pengganggu di antara kebahagiaan mereka!” ucap Cecylia pelan.
Sedari awal, Cecylia memang memiliki perasaan lebih terhadap Lucas. Pria yang selalu gadis itu ceritakan pada kakaknya, tidak lain adalah Lucas.
Namun, saat melihat Lucas yang memiliki ketertarikan lebih kepada sang kakak, ia masih merasa biasa saja. Cecylia pikir Lucas hanya suka menggoda kakaknya. Namun ternyata, semakin ke sini ternyata Lucas serius dengan perasaannya.
“Aku pasti bisa, kalo kakak bahagia harusnya aku juga bahagia, kan?” Selalu itu yang Cecilia coa pikirkan, walau pun pada kenyataannya ia tentu merasakan sakit di hatinya.
bagi Cecilia, kebahagiaan Renata adalah yang utama. Wanita itu sudah cukup menderita untuk dirinya dan juga Sergio. Jadi, untuk saat ini biarlah kebahagiaan bersama dengan Renata terlebih dahulu. Ia tidak akan mengusiknya.
Cecilia memilih masuk ke dalam kamarnya. ia juga tidak sanggup jika terus menerus melihat kemesraan Lucas dan juga sang kakak. Ia lebih baik menyibukkan dirinya dengan membaca buku di dalam kamarnya. Itu akan menjadi lebih baik untuk keadaan hati Cecilia.
Sedangkan di luar sana, Lucas sesekali bersiul dan bernyanyi untuk menghilangkan kantuk. berkali-kali pria itu juga menguap, mengusap matanya yang mulai terasa pedih.
Lucas meraih cangkir kopi miliknya, namun saat akan ia minum, nyatanya cangkir berisi cairan hitam itu sudah kosong. "Lah, udah abis ajaa!" Terkekeh pelan lalu melanjutkan pekerjaannya agar cepat selesai.
Sesekali ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku dan pegal, ia harus tahan sedikit lagi selesai. "Namanya juga cinta, mau kayak gimana pun juga rela aja aku mah."