Ken menatap Relish tajam tanpa berkata apa pun setelah mendapat surat kalau Poppy dikeluarkan dari sekolah. Ken sebenarnya tahu kalau Poppy cepat atau lambat memang akan dikeluarkan mengingat gadis kecilnya itu selalu saja berurusan dengan kepala sekolah. Tapi rekaman video kemarahan Relish membuat Ken mengkhawatirkan putrinya akan semakin besar kepala karena pembelaan pengasuhnya itu.
Relisha berpura-pura menatap jendela untuk melihat hujan di malam bulan desember ini. Dia tidak kuat menatap mata tajam Ken berlama-lama bisa menyebabkan jantungnya berhenti berdetak atau istilah medisnya gagal jantung. Oke, Relish bercanda soal itu tapi untuk tatapan tajam Ken memang benar-benar mematikan denyut nadinya.
“Kenapa kamu membela Poppy?” tanya Ken dengan suara rendah tanpa menurunkan tatapan mata tajamnya pada Relisha.
“Karena anak nakal itu memulai duluan, Ken. Dia tidak tahu cara bercanda yang tidak menyakiti hati gadis cilik seperti Poppy.” Relisha tampak emosi.
Dia sudah bertindak selayaknya ibu dari Poppy meskipun Olivia sendiri tidak akan melakukan hal demikian. Olivia mungkin akan meminta ma’af dan menyuruh Poppy melakukan hal demikian tapi Relisha berbeda. Dia bahkan dengan berani membentak kepala sekolah hingga Ken khawatir Relisha memiliki tempramental yang sama dengan Poppy. Apa jadinya kalau Relisha ada di belakang Poppy. Anak itu pasti akan semakin menjadi-jadi.
“Terus sekarang Poppy harus sekolah dimana?” tanya Ken yang malah pasrah. “Tidak ada sekolah yang mau menerima anak kecil yang berlagak sok dewasa dan sok pintar seperti Poppy.”
“Aku akan cari sekolah yang lebih mengedepankan pembentukan kepribadian dibandingkan belajar.”
Ken menatap Relisha tidak mengerti.
“Kepribadian Poppy sudah bagus, Ken. Tinggal gimana kita mengarahkan dia menjadi lebih kuat lagi tanpa dikendalikan orang lain yang memang tidak menyukai Poppy.”
Mendadak Ken ragu dengan Relisha. Apakah benar orang semacam ini akan menjadi pengasuh putrinya? Bukannya memperbaiki kepribadian Poppy tapi malah akan membuat anak itu bertindak semena-mena.
Poppy tidak sengaja lewat dengan segelas air s**u di sebelah tangannya. Dia menatap ayahnya dan Relish secara bergantian.
“Sayang, Dad akan tidur denganmu malam ini.” kata Ken sambil mendekati Poppy.
“Dad malam ini tidur denganku?” tanya Poppy dengan ekspresi penolakan tidur dengan ayahnya sendiri.
“Iya.” Jawab Ken membelai sayang kepala putrinya.
Poppy menatap Relish. “Dad tidak tidur dengan calon istri Dad itu?” Poppy mendongak menatap wajah ayahnya.
“....”
Relisha menelan ludah. Anak sekecil ini berbicara seperti itu?
Ken menatap Relisha seakan berkata, lihatlah putriku yang bicaranya ngelantur dan kamu mau membuat kepribadiannya lebih kuat lagi dengan terus membelanya?
***
“Telurnya setengah matang saja!” teriak Poppy dari dalam kamarnya saat Relish menanyakan menu sarapan hari ini.
“Oke!” teriak Relish dari balik pintu kamar.
Saat dia hendak pergi ke dapur dia berpapasan dengan Ken tepat di depannya hingga Relish terlonjak kaget. Dia mengelus dadanya untuk menetralisir degup jantung akibat kemunculan Ken secara tiba-tiba.
“Kamu menganggetkan aku.” Kata Relish masih mengelus dadanya.
Ken masih bertahan dengan ekspresi dinginnya.
“Poppy minta aku membuat telur setengah matang, kamu mau sarapan apa hari ini?” tanya Relish seakan bertanya pada pasangannya sendiri. Hal itu membuat Relish geli dna mengumpati dirinya sendiri.
“Apa saja yang kamu masak.”
“Terserah aku.” Relish menunjuk dadanya, agak tidak percaya kalau pria dingin di depannya itu mau makan apa saja yang dibuatnya.
Ken mengangguk setelah tatapan khasnya menatap Relisha sepersekian detik. Tatapan itu dingin, menelisik, tajam tapi juga penasaran pada sosok wanita asing yang malah mendukung kekeras kepalaan putrinya itu.
Ken pergi meninggalkan Relisha yang masih terpaku pada wajah karismatik Ken. Ken mempunyai semua yang diidamkannya dari mulai wajah tampan, kemaskulinitasannya dan karisma yang terpancar dari aura dingin Ken.
“Dia harusnya sudah memiliki kekasih yang akan menjadi ibu sambung dari putrinya.” Gumam Relisha yang seakan iba pada kisah percintaan Ken.
Ketika Relisha menyiapkan sarapan untuk Ken dan Poppy sesekali anak kecil keras kepala itu menatapnya. Dia jelas tidak punya tatapan khas anak kecil seumurannya. Tatapannya seperti seekor kucing liar yang tidak suka melihat manusia.
“Dad, aku tidak ingin punya adik.” Celetuknya setelah melahap beberapa suap nasi dan telur setengah matang buatan Relish.
Ken menatapnya kemudian menatap wanita lajang yang harus berpura-pura menjadi calon istrinya itu.
Relisha terheran-heran dengan perkataan Poppy.
“Seharusnya Dad tidak membawanya ke rumah dan tinggal bersama kita sebelum menikahinya.”
Kedua daun bibir Relisha terbuka. Anak kecil berusia 8 tahun ini mengatakan hal demikian. Ini sulit dimengerti Relish, bagaimana pola asuh Ken dan Olivia sampai anak sekecil ini seberani ini dan semengerti ini tentang urusan orang dewasa. Mungkinkah perceraian orang tuanya menjadikan Poppy lebih dewasa dari umurnya.
“Dad akan menikah dengannya.” Tepat kata ‘dengannya’ Ken menoleh ke arah Relish.
“Tidak usah memusingkan soal adik, Sayang. Dad belum ada rencana soal itu.” Ken mencoba menenangkan suasana hati putri kesayangannya.
“Nenek akan ngomel kalau sampai dia tahu Dad membawa pacar Dad tinggal ke rumah.”
“Jangan khawatir soal itu. Olivia akan menjemputmu hari ini. Dia akan mengajakmu pergi ke tempat wisata.” Ken segera mengalihkan topik pembicaraan. Dia tidak ingin putrinya memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak usah dipikirkan gadis kecil berusia 8 tahun.
Relish memperhatikan perubahan wajah Poppy saat Ken mengatakan Olivia akan menjemputnya. Ada sesuatu yang muncul di wajah mungil Poppy. Sesuatu yang membuat bibir merah muda Poppy cemberut. Poppy juga seakan kehilangan selera makan bahkan dia memilih diam dan tidak mengatakan apa-apa lagi sampai Ken berdiri, mengecup kening putrinya lembut.
“Jaga dia ya,” kata Ken sebelum meninggalkan rumah.
Relisha mengangguk.
“Kalau Olivia sudah ke sini dan membawa Poppy telpon aku.”
Relish mengangguk. “Iya.”
Ken memandang Poppy yang hanya memainkan sendok di atas piringnya. Relisha mengikuti pandangan Ken.
“Kenapa dia murung begitu?” gumam Relisha lebih kepada dirinya sendiri.
Ken menarik napas perlahan. “Dia sebenarnya tidak suka berkumpul dengan ayah tiri dan anak-anaknya.”
“Kenapa kamu mengizinkan mantan istrimu membawanya kalau Poppy tidak suka dengan mereka?” Ken bisa meraba nada menuntut dari nada suara Relish.
“Itu perjanjian antara aku dan Olivia setelah bercerai. Seminggu sekali setiap jum’at Poppy harus bersama Olivia.”
***
Poppy sedang membaca sebuah buku saat Olivia datang. Wanita yang kini aktif di perfilman Indonesia itu mengenakan dress warna hijau tua dipadukan sweater oversize berwarna hitam membungkus tubuhnya yang kurus. Rambut bob sebahunya bau wangi menyengat saat dia melewati Relisha. Aroma keseluruhan tubuh Olivia wangi bunga mawar campur bunga melati. Indra penciumannya Relisha memang sensitif dan itu membuatnya merasa enek.
“Sayang.” Olivia berseru sambil memeluk Poppy yang mematung dan tampak acuh tak acuh.
Relisha memperhatikan ekspresi Poppy. Cukup hanya dengan permasalahan Poppy di sekolah, cerita dari Ken dan sikap dingin Poppy pada ibunya membuat Relisha sadar kalau anak ini sebenarnya membutuhkan kasih sayang penuh orang tuanya. Karena perpisahan mereka Poppy mungkin menjadi anak yang keras kepala seperti ini.
“Ayo, ayah dan saudara-saudaramu sudah menunggu kita, Sayang.” Kata Olivia.
Poppy berdiri membawa tas yang berisi ipad dan earphone dan buku kecil catatannya. Dia akan menghabiskan banyak waktu dengan membaca saat ibu dan keluarga barunya bersenang-senang.
“Tunggu di dalam mobil ya.” Kata olivia suaranya selembut beledu saat Poppy melewatinya.
Poppy hanya mengangguk kecil sedangkan Relisha sibuk memasukkan ponselnya dalam sling bag berwarna cokelat tua buatan lokal. Dia mengenakan sling bagnya lalu menatap Olivia yang memperhatikannya.
“Mau kemana kamu?” tanya Olivia.
“Ikut Poppy.” Jawab Relisha polos. Dia mengikat rambut hitam panjangnya asal-asalan.
Sebelah alis Olivia melengkung tinggi. “Ikut?” tanyanya heran.
Relisha mengangguk. Relisha teringat akan perkataan Ken. Dia sebenarnya tidak suka berkumpul dengan ayah tiri dan anak-anaknya.
Dan Relisha memiliki ide untuk ikut pergi bersama Poppy. Setidaknya, ada yang mendukung Poppy di belakang kalau-kalau Poppy diserang anak tiri Olivia.
“Ini waktunya Poppy bersamaku.” Kata Olivia dengan tatapan seakan berkata, “Apa kamu tidak mengerti?”
“Ken bilang kamu adalah calon istrinya.” Olivia menatap sinis Relisha. “Dan kamu tinggal di sini bersama putriku?”
Relisha mengangguk santai. “Ken sibuk bekerja.” Relisha beralasan. Agak menyebalkan juga saat kebohongan yang dibuat Ken diumbar Ken lagi bahkan sampai ke mantan istrinya. Jadi, sebenarnya apakah Ken mencari calon istri untuk mengurusi putri semata wayangnya itu?
Tatapan mata Olivia seakan berkata, “Yang benar saja. Apakah selera Ken jadi menurun seperti ini setelah berpisah denganku?”
“Apa pekerjaanmu?” Olivia menyilangkan tangannya di atas perut.
“Mengasuh Poppy.” Jawab Relisha polos. “Eh—“ dia menyesali jawabannya sendiri. “Aku kuliah S2 di salah satu perguruan tinggi swasta.”
“Hanya kuliah? Tidak punya pekerjaan lain selain menumpang hidup pada Ken?” tanyanya dengan tatapan meremehkan.
Dahi Relisha mengernyit. Perkataan Olivia jelas menyinggungnya. “Maksudmu?” nada suaranya berubah angker.
“Well, dijaman seperti ini mana ada wanita muda yang mau bekerja keras. Bukankah alangkah menyenangkannya menggantungkan hidupmu pada pria kaya seperti Ken.”
Mendengar pernyataan Olivia, Relisha langsung naik pitam. Tapi di sini dia harus menghargai Ken sebagai bos sekaligus calon suami bohongannya. Dia tidak mungkin langsung menonjok Olivia kan?
“Ma’af, kamu pikir saya wanita macam apa? Saya kuliah dengan uang saya sendiri yang saya tabung sejak saya masih kuliah S1 di semester awal. Saya kuliah sambil bekerja. Saya bukan wanita yang menggantungkan hidup pada pria kaya, saya punya harga diri.”
“Mengelak?”
Ekspresi wajah Olivia sangat menjengkelkan di mata Relisha. Kalau saja dia tidak menghargai Ken pasti Relisha sudah menampar mulut Olivia.
“Cepat ke mobil, anak-anakmu sudah mengeluh.” Poppy dengan nada dingin muncul tanpa disadari Relisha dan Olivia.
***