"Ku menangisss....membayangkan betapa kejamnya dirimu pada diriku..."
Aku terjaga mendengar nada dering hpku. Cepat aku cari asal suara itu. Setelah ketemu, Kulihat ada nama embok disana. Kugeser tombol hijau.
"Assalamualaikum, mbok"
"Waalaikum salam, mbak"
"Gimana Aris, mbok"
"Alhamdulillah, den Aris sudah sadar. Kapan mbak Renata kesini?"
"Habis ini Renata langsung kesana mbok, Renata mau mandi dulu, oh ya Embok mau dibawain apa? nanti Renata carikan dan maaf ya Mbok, kemaren Renata pulang ga pamit dulu".
"Iya, mbak, ga pa pa. Kesini aja embak ga usah bawa apa-apa, Aden yang kemaren sudah bawain semua keperluan Embok".
Rupanya Rudi sudah menyediakan keperluan Embok, syukurlah.
"Oke, mbok. Renata mau siap-siap dulu ya, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Segera kumatikan sambungan telpon. Kulihat dilayar hp sudah jam sepuluh. Astaghfirullah aku kesiangan. Kupukul kepalaku berkali kali dan buru buru kusingkap selimut hendak kekamar mandi, betapa terkejutnya aku saat menoleh, ternyata Kak Edo sedang duduk dikursi sambil asik dengan laptonya.
"Kak Edo, ngapain disini?" Tanyaku kaget
"Menjemputmu" katanya sambil tetap fokus pada layar.
Kupandang dia tak mengerti. Dia mendongak.
"Bukankah tadi malam aku sudah bilang mau menjemputmu?" lanjutnya sambil berdiri dan memberiku paper bag.
"Mandilah! ganti bajumu dengan ini" perintahnya.
Seperti kerbau dicucuk hidungnya aku menurut. Segera ku melesat kekamar mandi dengan paper bag ditangan.
Pengen rasanya berendam air hangat di bathup lama lama tapi ku urungkan, aku ingin segera bertemu adikku. Setelah mandi kilat aku kenakan baju yag dibawakan Kak Edo. Ternyata sebuah gaun selutut berwarna mint. Girly sekali aku.
Saat keluar dari kamar mandi, kak Edo menatapku.
"C...." dia bergumam.
"Apa?" Aku tak mendengar dengan jelas
"Tidak apa-apa, ayo duduk. Kita sarapan dulu baru setelahnya kita kerumah sakit".
Aku menurut dan duduk didepannya, rupanya sudah ada makanan terhidang diatas meja.
Selsai sarapan kitapun jalan kerumah sakit.
***
Hati siapa yang tak pilu melihat adik satu satunya terbaring lemah, akupun begitu. Tak henti hentinya air mataku mengalir, menagisi adikku.
"Sudahlah, mbak. Jangan nangis terus. Udah cantik gini kok, nanti malah sembab, Jelek loh" kata Aris sambil menghapus airmataku.
"Abis kamu ga hati hati, kok bisa sih jatuh dari motor, embak bilang kan kalo jalan jangan laju" protesku kesal.
"Maafin Aris ya, mbak. Udah bikin khawatir" ucap Aris sedih.
"Biar embak ga khawatir Aris harus cepat sembuh, jangan sakit sakit lagi, oke!"
"Oke" jawab Aris sambil melirik kepintu.
"Siapa itu, mbak?"
Aku menoleh. Rupanya ada Kak Edo masuk.
"Kak Edo temen kantor embak, oh ya Embok mana kok ga keliatan?" Aku berusaha mengalihkan tatapan selidik Aris.
Aris tak menjawab, ditatapnya aku tajam.
"Kenalkan saya Edo" kata Edo sambil mengulurkan tangan.
"Aris, adiknya mbak Renata yang paling ganteng dan akan selalu manjaga embakku yang paling cantik" sambut Aris sambil menyalami Edo.
Aku menahan tawa, Aris jika ada laki laki yang mendekatiku itu, kata kata andalan nya yang keluar.
"Mbak Renata dan den Edo sudah datang toh" kata Embok yang entah kapan masuknya.
"Embok kenal kak Edo?" Tanyaku penasaran
Edo menundukkan kepalanya sebentar kepada mbok sambil tersenyum. Aku semakin menyelidik.
"Tadi menjelang subuh den Edo kesini liat den Aris, sambil ngobrol sama Embok. Den Edo yang menyuruh aden satunya buat beli keperluan Embok"
"Oh..." hanya itu yang keluar dari mulutku.
"Oh ya... Saya ingin ngasih tau semua, nanti sore akan ada penghulu datang kesini. Aku dan Renata akan menikah" kata Edo yang mebuat semua kaget.
"Ada apa ini, mbak?" Tanya Aris penuh tanya.
"Biar Embok yang ngasih tau, mbak" ucap Embok menengahi.
Segera kutarik Edo keluar.
"Kak Edo, apa an sih! tunggu adikku pulih lalu kita menikah" sergahku.
"Aku sudah mengatakan, begitu adikmu sadar kita menikah"
"Tapi ga gitu juga kali, kak"
"Tidak ada tapi untukku Renata, ini perintah" Edo menatapku tajam.
Aku melengos kesal.
"Aku ga akan lari, kak" jawabku kesal.
"Aku tidak khawatir kamu lari, aku melakukan apa yang kita sepakati"
Kutatap laki laki tampan itu dengan tajam. Dia tak peduli.
"Sekarang kita pergi" kata Edo sambil menarikku
"Kemana?"
"Tidak usah bertanya, ikutin saja, nanti juga kamu tau"
***
Mobil berhenti disebuah butik baju pengantin. Edo membawaku turun dan masuk kedalamnya.
Kami disambut hangat oleh pemilik butik.
"Silahkan tuan" sapa seorang wanita yang sangat anggun.
"Tolong tunjukkan baju itu ke dia" perintah Edo.
Wanita itu menatapku sekilas.
"Mari sini kita coba dulu bajunya" pinta wanita yang terlihat cantik itu.
Dia menunjukkan pakaian kebaya berwarna putih gading kepadaku, dengan payet dan manik yang indah. Terlihat sangat cantik dan elegan.
Aku menuju ruang ganti dan memcobanya. Pas sekali dengan tubuhku yang ramping. Apa baju ini sengaja dipesannya untukku, ah tak mungkin. Kubuang fikiran ngawurku.
Aku segera keluar dan menunjukkannya pada Edo, rupanya Edo sudah berganti pakaian dengan tuxedo. Aku menatapnya takjub. Tampan sekali dia. Cepat kubuang muka.
Edo memandangiku.
"Sempurna..., lanjutkan" perintah Edo ke wanita tadi.
Wanita itu mambawaku keruangan lain rupanya dia membawaku ke kamar rias.
Rambutku disanggul, dan wajahku dipolesnya dengan dandanan yang natural tidak terlalu menor, aku terlihat cantik di cermin.
"Cantik" kata wanita tadi.
Aku hanya tersenyum.
Setelah keluar dari kamar hias, Edo memandangiku lebih lama. Entahlah apa yang ada difikirannya.
Setelah selsai semua, Kak Edo membawaku kembali kerumah sakit.
Disepanjang lorong rumah sakit, tak kutemui seorangpun pasien atau perawat, sepi. Alhamdulillah.. kalo tidak betapa malunya aku, dengan pakaian seperti ini.
Rudi menyambutku dan Edo, lalu membawaku masuk kesebuah ruangan yang sudah dihias sedemikian rupa. Didalam sudah ada Embok dan Aris yang masih terbaring diranjang.
Ada dokter muda yang kutemui kemaren dan seorang lagi yang berpakaian seperti ustadz , serta seorang perawat laki laki.
Setelah semua siap, ijab qabul dimulai.
Dengan suara bergetar Aris adikku menikahkanku.
"Saudara Edward Gautama Bin Wijaya Gautama Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Renata Naila Shafira Binti Herman dengan maskawin seperangkat alat sholat, tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Renata Naila Shafira Binti Herman dengan maskawin yang tersebut diatas tunai.”
"Sah" kata pak ustadz
"Sah" jawab dokter dan perawat serta Embok dan Rudi bebarengan.
Ijab qobul ditutup dengan lantunan Doa dari Pak ustadz. Setelahnya pak ustadz pergi diantar Rudi dan selanjutnya dokter serta perawat pergi setelah sebelumnya mengucapkan selamat kepadaku dan Edo.
Aris menarik tanganku dan menangis tersedu. Tubuhnya terguncang, Berulang kali kata Maaf terucap darinya. Aku hanya bisa menggeleng dan bilang ga papa. Embok memelukku sambil menangis, kucium takzim tangan wanita yang sudah keriput itu.
Setelah itu Rudi menyuruh kita untuk berfoto bersama. Aura sedih masih terlihat diwajah Aris.
Segera Aku keluar. Tak ingin berlama lama didalam, karena itu membuat Aris semakin merasa bersalah.
***
Edo membawaku ke sebuah apartemen. Dinner romantis sudah di sediakan olehnya.
Ditemani alunan musik klasik, Edo mengajakku berdansa.
"Aku tak bisa menari, kak" tolakku.
"Aku yang akan mengajarkannya, aku jago dalam hal ini" jawabnya tersenyum.
Kusambut uluran tangannya. Kupejamkan mataku sebentar membayangkan adegan menari seperti film film romantis yang pernah kutonton. Ah itu ga bakal sulit.
Ternyata menari tak semudah yang dilihat, kaki Kak Edo ku injak. "Maaf hehehe" kataku sambil nyengir.
Setelah beberapa kali aku menginjak kakinya, akhirnya aku mulai bisa mengimbangi gerakan Kak Edo. Dieratkannya pelukan Kak Edo ketubuhku.
"Aku jatuh cinta padamu sejak pertama aku melihatmu" bisiknya ditelingaku.
Aku menoleh tak percaya, tiba tiba bibirnya menciumku. Aliran darahku seakan berhenti.
Ku dorong dia. Jantungku seakan ingin melompat dari tubuhku. Aku panik.
Kulihat Edo tertawa melihat tingkahku.
"Maaf, kak. Aku mau ganti baju dan mandi, gerah sudah dari tadi belum mandi" jawabku sambil berlalu masuk ke kamar.
"Bukan itu kamar kita, sayang.. tapi sebelahnya" kata Kak Edo sambil cengengesan.
Cepat kubuka kamar sebelahnya, wangi bunga menyeruak ke hidungku dan pemandangan di dalamnya membuat aku menganga. Diatas ranjang besar itu bertabur bunga mawar merah berbentuk hati.
Fikiranku kemana mana. Apa nanti kulalui malam pertamaku disini bersama Kak Edo. Adegan film dewasa terlintas diotakku, ah kotor. Kutunjul kepalaku dan cepat berlalu kekamar mandi.
Kuisi bak dengan air hangat, kutambah sabun bearoma mint. Sepertinya ini sabunnya Kak Edo ya.
Setelah berendam sangat lama, penat ditubuhku hilang. Segar rasanya.
Didalam kamar mandi sudah tersedia peralatan sepasang, jubah mandi sepasang, sikat gigi sepasang bahkan facial wash untuk wanita pun ada. Hmmm ini pasti rudi yang menyediakan semua.
Saat kembali kekamar, kulihat Edo sudah tertidur.
Kuedarkan pandangan. Kamar yang sangat luas, aku berdecak kagum. Ada sebuah kursi panjang dan meja dengan tv besar didepannya. Meja rias disebelahnya dan lemari baju berukuran sangat besar dan modern mempercantik ruangan.
Aku duduk di kursi rias untuk mengeringkan rambut, banyak alat make up dan cream kecantikan mahal di meja. Ternyata dia sudah menyediakan semua. Kuambil botol yang serum skii dan memakainya. "Dinginnnya" gumamku sambil tersenyum, ah sudah lama aku tak memakainya. Setelah papa tiada, jangankan membeli skincare, untuk makan saja aku harus berhemat.
Aku menarik napas panjang dan berjalan duduk di tepi ranjang, ku pandangi wajah kak Edo. Lelaki tampan itu memiliki bentuk wajah yang tegas, dengan alis tebal, bibir yang merah dan bulu mata yang lentik. Hidungnya mbangir sekali. Tanpa terasa aku mendekatkan wajahku padanya untuk memangdang lebih dekat. Takjub. Dulu setiap kali tak sengaja berjumpa dengannya, ada rasa yang menyelinap dikalbu tapi tak pernah kuhirau.
Tiba tiba mata itu terbuka. Deg...sangking kagetnya aku bengong. Edo menarik tubuhku dan menindisnya.
"Kenapa kamu memandangi wajahku, hemm?"
"A..aku..cuma memastikan kak Edo sudah tidur apa belum, ya... cuma memastikan, Hanya itu" jawabku gugup.
Dia malah tertawa, dicubitnya hidungku gemas.
"Kau tau, kapan pertama kali aku bertemu denganmu?"
"Emmm, pas kakak menolongku dari kak Faisal, kan?"
"Bukan"
"Bukan? Kapan? Aku tak pernah bertemu kakak sebelumnya"
Dia berbalik dan terlentang disebelahku, menatap langit langit kamar.
"Saat kamu menabrak Hera didepan kampus dihari pertama mos dimulai, aku melihatmu dipelonco abis abisan olehnya, saat itu aku suka melihat hidungmu yang merah menahan tangis" katanya terkekeh.
"Dan kakak tidak menolongku" aku berdecak kesal, teringat kembali kejadian itu. Aku dipermalukan di depan mahasiswa baru lainnya, katanya aku contoh anak baru yang tidak baik.
Edo menindihku lagi. Dipandanginya wajahku. Aku diam.
"Baru kali ini aku melihatmu dari dekat dan menikmati wajah cantikmu" didekatkannya wajahnya ke wajahku dipagutnya bibirku dan selanjutnya kita memadu kasih. Bulan mengintip dari jendela, menjadi saksi persatuanku dengannya.