“Bumi dan langit, hutan dan ladang, danau dan sungai, gunung dan laut,
adalah sekolah yang sangat baik, dan mengajari beberapa dari kita
lebih dari yang dapat kita pelajari dari buku.” - John Lubbock.
Todd menghentikan ucapannya. Tiba-tiba ia mematikan lampu ruangan.
Aku sudah hampir terpekik jika saja ia tidak sigap menutup mulutku dengan tangan kanannya.
Pasalnya, setelah ruangan gelap, dinding yang membatasi ruangan ini dengan lorong menjadi transparan. Kami bisa melihat dengan jelas Vail sedang mengendap-endap, berusaha melihat ke laboratorium. Mendapati di sana hanya ada Lez yang sedang sibuk dengan layar dan Al yang sibuk mengutak-atik kabel, ia segera berbalik dan pergi.
Todd tidak segera melepasku. Sepertinya ia sedang menunggu untuk memastikan kondisi aman.
Baru kurasakan tangan yang sepertinya kurus itu begitu kuat membekap mulutku. Lengan bawahnya menyilangi dadaku, membuat punggungku menempel erat ke dadanya.
“Kamu tidak akan berteriak?” bisiknya.
Kugelengkan kepala.
Perlahan Todd merenggangkan tangannya. Ia juga memundurkan tubuh yang tadi menempel ke punggungku. Saat tubuhku bebas, aku berbalik menatapnya.
“Vail?”
“Iya. Tetapi ini masih sebatas dugaan. Inteligen kita masih terus melakukan penyelidikan. Kita tidak seharusnya menghakimi tanpa bukti. Aku juga yakin masih ada yang lain. Menurutku, Vail hanya bawahan. Masih ada orang lain yang melindungi dia di sini. Aku masih menyelidiki siapa orangnya.”
Aku merasa lunglai. Aku teringat kunjungan Vail ke kamarku.
“Apa kamu yang mengingatkan Vail untuk tidak masuk ke kamar perempuan yang lain?”
“Ya.”
“Itu memang aturan di sini?”
“Iya. Vail tahu itu. Kecenderungannya, ia sengaja memanfaatkan ketidaktahuanmu.”
“Dia tahu aku akan berusaha menumbuhkan sesuatu di sini.”
Aku mulai cemas.
“Tidak masalah. Kamu bisa saja mengatakan masih fokus pada penelitian kondisi tanah. Suatu saat nanti, meski kita berhasil menanam sesuatu, kamu bisa katakan kalau kondisi tanah tidak memungkinkan. Kuharap, pada saat pernyataan itu harus dibuat, kamu sudah dekat dengan waktu pulang.” Todd terdengar tenang mengatakan itu, tetapi aku bisa melihat rahangnya mengeras.
“Maafkan aku, Todd.”
“Seharusnya aku terus menjagamu, Rea. Setelah ini, aku akan lebih baik.”
Kuhela nafas sambil menganggukkan kepala.
“Mengapa ada yang berkhianat?”
“Kita semua menginginkan kehidupan yang mudah. Hidup di tempat ini, semua serba terbatas. Syukurlah mereka semua tidak tahu seperti apa kehidupan di duniamu. Jika tahu, mereka bisa saja memberontak atas apa yang bisa Tristaz sajikan bagi hidup kami. Erland, bagaimanapun memiliki harta yang lebih dari cukup untuk menarik orang berbakat ke pihaknya.”
“Jika tidak ada sumber daya alam yang bisa dibanggakan, dibeli, atau digunakan untuk memamerkan diri kepada Negara lain, untuk apa kekuasaan dan harta itu?”
“Aku sendiri tidak paham, Rea. Jika itu aku, aku lebih suka hidup tenang dan mandiri di sebuah alam yang sepi. Jauh dari orang-orang yang memujaku namun juga menuntut pelayanan.”
Jauh di lubuk hati, aku paham mengapa aku dengan Todd bisa langsung nyambung.
“Jadi tempat ini sepenuhnya Tristaz yang menghidupi?”
“Dengan segala resikonya, ya.”
Kuhela nafas. Aku jadi teringat Papa Smurf.
“Bagaimana Tristaz menghidupi kalian? Kalian tidak punya sumber daya alam.”
“Sumber daya alam hayati, ya. Kami tidak punya. Tetapi kami punya teknologi. Di pihak Erland, juga ada banyak pengkhianat. Salah satunya memasukkan bahan nutrisi ke pasar gelap, sehingga bisa digunakan juga oleh rakyat yang lain.”
“Termasuk kalian?”
Todd menganggukkan kepala.
“Jadi sumber nutrisi tablet-tablet itu dari pasar gelap? Artinya pembayaran tidak sah?”
“Demikianlah, untuk saat ini. Oleh karena itu menjadi cita-cita besar Tristaz mendapatkan sumber nutrisi sendiri. Baru dua tahun terakhir ia membagikan ide ini kepadaku, setelah ia merasa aku cukup umur untuk mengerti dan tahu apa yang harus kuteliti untuk mewujudkannya.”
“Kamu bisa saja mendatangkan tumbuhan dari duniaku, Todd.”
“Dengan kata lain melakukan seperti yang dilakukan Erland? Tidak, Rea. Aku tahu itu bisa. Tetapi tidak akan kulakukan.”
Kuhela nafas.
“Portal tempatku mengambilmu dan alat transportasi itu pun harus dirahasiakan.”
“Di mana kamu menyembunyikan alat itu? Saat pertama kali aku datang ke laboratoriummu, alat itu ada.”
“Aku punya ruang khusus. Itu alasannya aku hanya tur berdua denganmu. Tanpa Lez atau Jiz. Mereka juga tidak tahu di mana kusembunyikan alat itu.”
Kuanggukkan kepala lalu menunduk menatap kakiku. Cowok ini sepertinya selalu hidup dalam rahasia, karena kelebihan yang dimilikinya. Sekarang sorot lelah di matanya menjadi masuk akal.
“Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” tanya Todd seraya menundukkan kepala agar wajahnya masuk ke dalam pandanganku. Kuangkat kepala sambil senyum.
“Kamu begitu sigap menutup mulutku bahkan sebelum aku sempat mengeluarkan suara. Apa kamu selalu secepat itu?”
“Aku sudah bilang aku punya kemampuan lebih.”
“Oke. Baiklah. Suatu saat aku ingin melihatmu berlatih beladiri.”
Todd menggelengkan kepala.
“Kamu tidak akan ingin melihatnya. Aku … bisa sangat kejam,” ia menyipitkan mata. Ia bercanda, “Kembali ke pembicaraan kita tadi, Rea.”
Ia mengajak kami duduk.
Sejenak aku tidak bisa bicara. Ah. Ya. Tentang tumbuhan.
“Apa kalian punya bibit tanaman apapun yang bisa kita kembangkan?”
Todd menatapku dalam samar cahaya. Ia menggelengkan kepala.
Kusandarkan punggung. Jadi kacang hijau itu satu-satunya modal yang bisa kugunakan.
“Kalau keinginan kalian, tumbuhan seperti apa yang ingin dikembangkan?”
“Apapun. Sebanyak-banyaknya. Literatur kami menyatakan tumbuhan apapun bisa menjadi sumber nutrisi.”
Aku menarik nafas berat.
“Oke. Kurasa hanya itu yang ingin kutanyakan.”
“Kamu yakin?” tanyanya.
Kupicingkan mata. Todd tersenyum.
“Oke. Kalau pembicaraan ini sudah cukup, aku akan mengantarmu ke kamar.”
Kami meninggalkan ruangan itu menuju ke kamarku.
Kami berjalan dalam diam. Aku masih ingat kalau punya persediaan air beneran. Malam itu, aku ingin mulai bereksperimen.
“Ehm.”
Deheman sekelompok pemuda yang kami lewati membuatku bangun dari eksperimen di kepalaku. Todd menatap pemuda-pemuda itu sambil tersenyum tipis. Aku juga menganggukkan kepala sebagai kesopanan standar.
“Semoga berhasil, Todd.”
Anehnya, deheman atau godaan itu terus kami dapatkan dari orang-orang yang kami lewati. Aku jadi risih.
“Mereka kenapa sih?”
“Mereka menyemangati kita. Tidakkah itu bagus?”
Kuangkat bahu. Todd mengantarku hingga membuka pintu, lalu ia kembali ke lift. Ia memberiku senyum sebelum wajahnya menghilang bersama turunnya lift.
Kuhela nafas. Jadi proyek ini rahasia, tetapi warga lain tahu kami sedang mengerjakan proyek penting. Mereka memberikan dukungan penuh. So sweet. Entah kenapa, aku tidak bisa mengingat ucapan penyemangat semacam ini sebelum acara makan malam bersama. Ah sudahlah.
Aku masuk kamar. Aku buka ransel, mengeluarkan satu demi satu lapisan tumpukan barang untuk kemudian menemukan bungkusan kacang hijau. Saat melihat kaus dan boxer, aku jadi kangen memakainya. Sebagai informasi, pakaian serba putih yang kukenakan memang pas badan, nyaman, dan dingin di kulit. Namun setelah 17 tahun hidup di Negara tropis, aku terbiasa dengan pakaian longgar dan rasa dingin yang berasal dari aliran angin. Baca saja sebagai lebih nyaman mengenakan kaos dan boxer. Mengobati kangen, kuganti pakaianku.
Setelah itu, aku menyiapkan dua gelas kecil. Kupasang tisu pada masing-masing gelas. Kubasahi dengan tetesan air. Kutaburkan sedikit biji kacang hijau. Lalu kuletakkan gelas di bagian bawah lemari pakaian.
“Kamu ingin melihat tumbuhan berdaun, Todd? Kita juga akan tahu pengaruh air sintesis ini,” ucapku tanpa bermaksud apapun.
“Aku mendengarnya,” terdengar suara Todd dari layar.
“Aku harap kamu tidak memata-mataiku setiap saat,” balasku. Tanpa bisa kucegah pipiku memanas mengingat tadi aku berganti pakaian tidak di dalam kamar mandi. Aku lupa dengan peringatan Todd.
Tidak ada jawaban.