CARI MASALAH

1174 Kata
Manusia mungkin saja merasa berkuasa di atas muka bumi, merasa sebagai spesies paling unggul, tapi mereka sebenarnya dalam posisi sangat lemah saat berhadapan dengan kekuatan alam. (Tere Liye)   Walau perutku kenyang, malam itu aku tidak bisa tidur. Kunyalakan stasiun 1 untuk mencari tambahan referensi tentang Erland. Malam itu, siarannya tentang Erland yang sedang olahraga angkat beban. Mengagumkan sekaligus membosankan. Mengagumkan karena orang setua itu masih kuat mengangkat beban. Membosankan karena dari detik pertama sampai menit ke entah, ya begitu saja isinya. Pindah ke stasiun 2 untuk menyimak tentara Erland berlatih. Mereka semua terlihat bengis dan kuat. Kelihatannya, mereka punya jam tayang malam. Latihan berkelahi satu lawan satu tidak ramah untuk anak. Sedikit banyak, aku melihat kesamaan program ini dengan salah satu championship yang sekarang dilarang tayang. Kata teman-temanku, banyak kata-kata tidak sopan dan kekerasan di dalamnya. Belum lagi pakaian yang minim untuk menunjukkan tubuh berotot dan perut kotak-kotak. Meski demikian, namanya generasiku ya. Semakin dilarang, semakin besar rasa ingin tahu kami. Aku pernah melihat Andrew dan rekan-rekan cowok menonton tayangan itu dalam break kegiatan sekolah. “Mengagumkan,” kata mereka. Kalau aku sih, merasa risih dengan saling ancam yang cukup panjang sebelum bertarung. Belum lagi kata-kata saling mengejek dan kasar sepanjang durasi saling ancam. Aku sepakat dengan siapapun yang melarang tayangan itu naik ke media televisi. Aku jadi ingat aku belum bertanya di mana mereka membesarkan bayi dan anak-anak. Yah, aku tahu ada Rumah Kanak-kanak. Tetapi ‘dimana’, itu pertanyaannya. Kuhabiskan malam itu untuk menulis di buku harian. Buku kecil ini kubawa nyaris kemanapun aku pergi. Bagaimanapun, perasaan yang muncul saat sedang di gunung dengan setelah pulang dari gunung sudah berbeda. Aku tidak mau kehilangan momen. ***   Aku terbangun oleh sinar matahari yang menyapa mata. Jendela besar tanpa tirai bukan penghalang yang tepat untuk sinar, tetapi sistem telah membuat ruangan tetap sejuk pada siang hari. Aku bangkit dan mendapati buku harianku masih berada di pangkuan. Kurapikan buku, masuk ransel dalam susunannya. Aku terbiasa menjaga ransel tetap dalam posisi siap angkut. Ini sangat penting kalau kamu sedang berada di alam. Bagaimanapun, alam menyimpan misteri yang luas. Seringkali banyak kejadian tidak terduga. Pada saat seperti itu, ransel yang selalu siap angkut sangat berguna. Kalian tentu ingat saat kami sedang berjalan di gunung Rigol dan tiba-tiba terjadi gempa kan? Aku mengambil pakaian ganti lalu masuk kamar mandi. Aku mulai terbiasa mandi dan keramas dengan uap bertekanan. Bahkan aku punya trik mengatur tekanannya untuk memberikan efek pijatan pada punggung yang pegal. Usai mandi, tubuhku terasa segar. Aku melangkah mendekati jendela. Tujuanku teralihkan ketika menyadari layar yang tadi malam sudah kumatikan, menyala sendiri dengan kemunculan pesan: TABLET DAN AIR MINUM PAGI BISA DIDAPATKAN DI KANTIN DENGAN MENEMPELKAN CIP TANGANMU PADA MESIN Begini cara mereka mengirim sms. Aku senyum sendiri. Aku letakkan baju kotor di atas tempat tidur. Kudengar suara bip dari layar. BAJU YANG KOTOR, MASUKKAN DI LEMARI PALING KIRI. NANTI SIANG SUDAH BERSIH KEMBALI Aku jadi merasa ada yang sedang memantau gerakanku. Segera kulakukan apa yang diperintahkan. Lemari yang satu ini terlihat tidak berbeda dengan yang digunakan untuk menyimpan. Hanya ruang kosong dengan beberapa gantungan baju dari bahan logam. Bentuknya juga mirip gantungan di duniaku. Hanya saja, setelah kututup, terdengar deru pelan tanda sedang ada proses di sana. Wah, asyik juga. Satu lemari bisa digunakan untuk menyimpan dan mencuci. Apakah diseterika sekalian? Hidup mereka sangat dimudahkan. Pantas saja mereka bisa fokus belajar dan menempa diri sehingga di usia muda sudah bisa hebat di bidang masing-masing. “Todd, boleh aku membawa pulang lemari pencuci seperti ini?” tanyaku. “Kamu ada-ada saja,” jawaban Todd terdengar dari layar. “Kamu tidak menemaniku mengambil tablet, Todd?” “Aku sedang piket di menara pengawas.” “Oke. Mari kita lihat aku bisa mencoba melakukan sesuatu sendiri atau tidak.” Kami tertawa. Aku melangkah ke kantin. Kudapati banyak yang sedang antre di depan sebuah mesin. Aku masuk dalam antrean. Kulihat warna tablet yang dibawa setiap orang tidak selalu sama. Saat tiba giliranku, mesin mengeluarkan botol air dan tablet berwarna kuning cerah. Kubawa botol air dan tablet itu kembali ke kamar. “Hai, Rea. Boleh berkunjung ke kamarmu?” Vail menjejeri langkahku. “Hai. Ayo. Kupikir akan menyenangkan punya teman mengobrol.” Vail mengikutiku. “Di duniamu, apa aktivitas sehari-hari yang kamu lakukan?” tanya Vail sambil berjalan. Tangannya juga membawa botol air minum. “Aku masih sekolah di SMA dan menjadi anggota pecinta alam. Di hari libur, kadang kami mendaki gunung atau kegiatan lain yang bertujuan untuk dekat dengan alam.” “Seberapa baik kamu mengenal alam di duniamu?” Kami sudah sampai di depan kamarku. Kubuka pintu. Vail ikut masuk. “Skala kami sangat sempit, Vail. Kalau lingkungan di sekitar kota, kami sangat paham. Tetapi dunia begitu luas. Meski usiaku 17 tahun, dengan masih ada kewajiban sekolah dan lainnya, belum cukup waktu untuk mengenal semuanya.” “Yahh, aku paham. Negeri inipun tidak banyak kukenali karena sejak kecil aku di Path 09. Sibuk dengan segala latihan fisik dan teknik agar menjadi prajurit yang berarti.” Vail duduk di atas tempat tidurku. Ia menatap barang-barang pengisi kamarku. “Kedengarannya kamu tidak senang dengan situasi di sini,” tanyaku. Vail tersenyum. “Kami tidak punya banyak pilihan, Rea. Tidak sepertimu. Bahkan kamarmu saja jauh lebih baik dari kami.” “Aku tidak tahu tentang perbedaan itu. Lagipula, untuk saat ini, entahlah. Aku berusaha percaya bahwa kalian akan mengijinkanku pulang suatu hari nanti, setelah bantuanku cukup.” “Memangnya, apa tugasmu?” “Aku akan mengajari kalian tentang usaha mengembalikan lingkungan hidup, sehingga situasi kalian bisa lebih baik.” “Apa yang akan kamu lakukan?” “Kupikir, aku harus melihat sendiri kerusakan lingkungan kalian dan mencari tahu mungkinkah menumbuhkan sesuatu di sini.” Vail mengangguk. Bip Aku menatap layar. VAIL, DILARANG MEMASUKI KAMAR PEREMPUAN LAIN. KALAU INGIN MENGOBROL, KALIAN BISA LAKUKAN DI KANTIN. “Ow, aku tidak tahu ada peraturan demikian,” ucapku. Vail tersenyum masam. Matanya juga bersinar jahat saat sekilas menatap layar. Saat kembali menatapku, matanya sudah ramah kembali. “Aku yang salah, Rea. Aku pamit,” kata Vail. Vail meninggalkanku dan menutup pintu. Kupanggil Todd. Dua detik kemudian, wajahnya muncul di layar. “Bisa kubantu?” tanya Todd. “Kenapa sesama perempuan malah tidak boleh masuk kamarku? Kamu yang laki-laki tanpa ijin masuk kemari ketika aku ganti pakaian.” “Kamu berganti pakaian di kamar mandi, jika kamu lupa. Aku diijinkan masuk ke kamarmu karena kamu bersamaku.” Kutarik nafas dalam-dalam. “Ahh. Sudahlah. Kapan kita riset? Apakah alat belum siap?” “Saat ini, kami masih merancang dan mengumpulkan bahan untuk alat yang kamu butuhkan. Nanti kalau sudah siap, kami akan menghubungimu.” “Boleh aku melibatkan diri dalam perancangan dan pembuatan alat ini? Aku benar-benar ingin tahu bagaimana kalian bekerja. Lagipula, mungkin aku bisa membantu sesuatu. Aku tidak mau seperti orang tidak berguna begini. Bukankah kemarin malam kamu bilang kalau kita bisa segera menyelesaikan proyek?” Todd tertawa. Ia menoleh ke kanan untuk bicara dengan seseorang, yang ternyata Lez. “Baiklah, Rea. Kamu bisa ke laboratorium dan bergabung dengan kami dua jam lagi.” Yes!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN